So many people do write lyrics and the translation. I think it's funny and give pleasure to me. So I want to try to write my favorite song in this blog. This is my first translation of course :) .

The song is 'Restoe Boemi' or restu bumi which means 'Earth Blessing' by Dewa 19. I think Dewa 19 is the best band in Indonesia since their debut in 1992 until disbanded in 2011. Almost Dewa 19's songs written by Ahmad Dhani, the leader of the band. He's very awesome for all of his efforts in Indonesian music.

This song released is in Album 'Terbaik-Terbaik' in 1995. Restoe Boemi is a very beautiful song both its lyrics and melody. It is written in Indonesian language. I love this song very much so it became my eternal playlist since first I heard it.
--------------------------------------

cover album 

Earth Blessing

As your body fragrant rose
laid on the rug
Knocking desire to touch your heaven

Your dazzle like pearls
Beautify the face of the earth
Your color that I licked
alone

I make sure the earth blessing
Ahmad Dhani
Waking up my soul
Washing our body
Earth blessing melts heart
Purify from dust of the world

I touch your friendly soul
Give way to the heart circumstance
As long as loneliness clamp my soul

A wise man will understand
That love isn’t searched, or reached
Love comes by itself



Restoe Boemi

Sewangi bunga mawar tubuhmu
Menghampar di permadani
Mengetuk hasrat tuk menjamah surgamu

Kilaumu bagaikan mutiara
Menghiasi muka bumi
Warnamu yang kujilati
Sendiri

Kuyakinkan restu bumi
Bangunkan jiwaku
Basuhi raga kita
Restu bumi leburkan hati
Sucikan dari debu dunia

Kuraba, jiwamu yang bersahabat
Tundukkan suasana hati
Seiring sepi menjepit sukmaku

Seorang bijak kan memahami
Cinta bukan dicari, diraih
Cinta pun hadir sendiri

---------------
this is the 'Restoe Boemi' on youtube :
http://youtu.be/itwPragCxUg

Pemandangan di Desa Cipeuteuy, terlihat di kejauhan kawasan TNGHS


Secara administratif, Desa Cipeuteuy termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Desa ini merupakan salah satu dari dua desa koridor Taman Nasional Gunung Halimun Salak, selain Desa Purwabakti yang terletak di sebelah utara Cipeuteuy.

Desa Cipeuteuy terletak sekitar 56 kilometer dari Ibukota Kabupaten Sukabumi  dan 3 kilometer dari Kota Kecamatan Kabandungan. Sedangkan jarak dari ibu kota provinsi adalah 135 kilometer dan dari ibu kota negara adalah 106 kilometer. 

Dusun Pandan Arum 
Desa Cipeteuy adalah desa pemekaran dari  Desa Kabandungan yang mengalami pemekaran pada tahun 1980 menjadi Desa Kabandungan dan Desa Cipeuteuy. Desa Cipeuteuy terdiri dari 5 dusun dan masing-masing dusun terdiri dari beberapa kampung. Dusun-dusun tersebut adalah Dusun Arendah yang terdiri dari Kampung Arendah, Babakan dan Parigi 1; Dusun Cipeuteuy yang hanya terdiri Kampung Cipeuteuy; Dusun Cisarua terdiri dari Kampung Babakan dan Cisarua; Dusun Leuwiwaluh terdiri dari Kampung Leuwiwaluh, Kampung Sawah, Kebon Genep, Dramaga dan Cilodor; serta Dusun Pandan Arum yang terdiri Kampung Sukagalih, Pasir Majlis, Pasir Badak, Cisalimar1, Cisalimar2,  Pandan Arum dan Pasir Masigit.

Desa Cipeuteuy memiliki luas wilayah 3.746,6 ha. Sebagian besar wilayah Desa Cipeuteuy adalah kawasan hutan Taman Nasional Gunung Halimun Salak, seluas 2.115 ha atau sekitar 56,45% dari total luas wilayah desa. Sebagian wilayah taman nasional yang masuk dalam wilayah desa adalah lahan perluasan TNGHS yang sebelumnya merupakan lahan yang dikelola oleh PT Perhutani.

Ketika penetapan perluasan tersebut sebagian besar kondisi kawasan perhutani berupa garapan tumpang sari petani masyarakat sekitar pada masa pengelolaan oleh Perhutani. Sampai saat ini sebagian kawasan yang ditetapkan tersebut masih berupa lahan garapan pertanian masyarakat sekitar baik berupa sawah maupun pertanian lahan kering. ... bersambung,

Suasana panen padi di Cipeuteuy



Judul           : The Boy Who Ate Stars 
                     (Anak Lelaki yang Menelan Bintang-Bintang)
Penulis         : Kochka
Bahasa         : Indonesia (Terj: Rahmani Astuti)
Tebal           : 104  halaman
Penerbit       : Gramedia
Skor            : **


Sinopsis:
Kisah ini adalah kisah tentang Lucy, seorang anak perempuan berusia 12 tahun yang mencoba menyelami kehidupan Matthew, anak laki-laki yang autis. Bersama dengan Theodora teman Lucy dan Francois, seekor anjing kecil pemalu, mereka ber-empat melakukan petualangan-petualangan istimewa yang bahkan tidak pernah terbayangkan sebelumnya.

Kisah berawal ketika Lucy pindah ke apartemen baru. Lucy memiliki target untuk mengenal seluruh penghuni apartemen dan hal ini baginya merupakan suatu prestasi tersendiri. Namun semua rencananya gagal setelah dia mengenal Matthew, anak laki-laki yang tinggal tepat di lantai atas apartemen Lucy. Matthew memiliki keunikan yang bagi Lucy sangat menarik dan istimewa. Sejak pertama kali melihat Matthew, Lucy melupakan targetnya dan menjadi lebih ingin mengetahui segala sesuatu tentang anak laki-laki itu. Lucy berusaha keras untuk lebih mendalami dunia Matthew yang seakan tak dapat tersentuh.


Sejak lahir Matthew memang berbeda dengan anak-anak lainnya, Matthew seperti memiliki dunia sendiri yang sulit dijangkau oleh orang-orang di sekitarnya. Hanya Maugo, pengasuhnya yang tidak berbicara, yang sepertinya sangat mengerti tentang Matthew. Matthew lebih sering berinteraksi dengan orang ketika Lucy muncul dengan ketertarikan dan rasa ingin tahunya pada Matthew, Francois si anjing kecil pemalu milik teman ibu Matthew, serta Theo.  

Pendapat saya:
Kisah ini merupakan kisah tentang autisme yang dilihat dari sudut pandang anak perempuan 12 tahun. Buku tipis ini menceritakan dengan ringan namun cerdas tentang sisi lain autisme yang sangat istimewa. Dengan bahasa yang mudah dipahami, karena memang ditujukan untuk semua umur, kisah petualangan Lucy dan Matthew mengalir dengan lancar.

Cover buku yang bagus juga sangat membantu dalam membuat kemasan cerita ini menjadi lengkap. Gambar anak kecil yang memandang langit malam berbintang dengan seekor anjing sangat menggugah ketertarikan saya untuk membaca buku ini.

Namun karena terlalu singkat dan tipis, banyak hal yang belum diceritakan dengan jelas dalam kisah ini. Kisah tentang Maugo si pengasuh, tentang Theodora, dan juga keluarga Matthew sendiri, sangat minim sekali diceritakan. Cerita-cerita yang hilang tersebut sangat mendukung kisah utama tentang Matthew, bagaimana latar belakang orang-orang yang berinteraksi dengannya.

Buku tipis ini dapat diselesaikan dalam sekali baca sehingga cocok dibaca ketika ada waktu luang di hari libur. Selain itu juga pembaca akan dapat melihat sisi lain dari dunia autisme yang istimewa dan juga sudut pandang anak-anak dalam menghadapi rasa ingin tahunya. Siapapun dapat membaca buku ini.


Dear Prudence, Won't you come out to play
dear Prudence, greet the brand new day
the sun is up, the sky is blue
it's beatiful, and so are you
dear Prudence, won't you come out to play......... (Dear Prudence, By: The Beatles)


Setiap hari buat saya, musik adalah seperti makan. Pagi, siang, dan malam. Ketika bangun tidur, ketika bekerja di siang hari, dan menjelang tidur. Bisa dibayangkan, berapa jam waktu saya berinteraksi dengan musik dalam satu harinya, dalam satu bulannya, dalam satu tahun, dan selama hidup? Musik adalah bagian hidup saya yang penting.

(Karena musik menjadi bagian yang penting dalam hidup dan sangat mempengaruhi mood, maka lagu-lagu cengeng itu sangat dilarang ada dalam play list)

Ketika di pagi hari saya bangun tidur, saya langsung menuju laptop di atas meja dan menyalakannya. Tentu saja untuk mendengarkan play list saya untuk di pagi hari. Lagu-lagu yang penuh dengan optimisme dan semangat untuk hidup. Sebagai penyuntik semangat menjalani hari baru. Sambil berdandan setelah mandi, sarapan yang lezat, dan mempersiapkan segala keperluan, mengalun semangat dari suara-suara indah itu. Ketika semuanya selesai, kumatikan laptop dan aku berangkat beraktifitas. Aku siap menjalani hari ini.

Di bawah ini adalah play list lagu-lagu yang sampai saat ini masih menghiasi pagi yang indah. Berbagai macam lagu campur-campur dengan satu kesamaan : SEMANGAT PAGI!...

Mari Bernyanyi

1. DEAR PRUDENCE  - The Beatles

2. BAWALAH AKU - Boomerang
    ......Batasmu yang tak pernah habis jangalah habis
selalu timbulkan sejuk di mataku
misteri yang kau simpah debarkan jantungku
biarkan aku dalam dekapanmu,....
         


3. MAHADAYA CINTA - Krisdayanti
      ....Cinta, tebarkan cinta kasih di dunia
karena cinta, mahadahsyat-nya sang mahadaya....



4. THAT'S THE WAY IT IS - Celinedion
     .....Don't surrender, coz you win
in this thing called Love...
....Don't give up on your faith,
Love comes to those who believe it, And that's the way it is,....



5. KU YAKIN CINTA - D'cinnamons
   .....Namun denganmu, ku tahu cinta kan mengobati
segala hampa hatiku ini, kini kupercaya, kini kupercaya
ku yakin cinta slalu mengerti, ku yakin cinta tak salah......



6. I'M YOURS - Jason Mraz
.....well open up your mind and see like me
Open up your plans and damn you're free
look into your heart and you'll find Love love love love.....



7. KEMBALI SATU - Krakatau
........Ku berlari bebas menembus waktu
tinggalkan hati tiada menentu
dambakan slalu masa depanku 
'Kan pasti kembali satu,....



8. SOMEWHERE OVER THE RAINBOW - Norah Jones
......well, I see trees of green and red roses too,
I'll watch them bloom for me and you
And I think to my self, What a wonderful world.....



9. INDAHNYA CINTA - Nidji
.....Hidup di dunia sementara, 
pencarian cinta di hati janganlah berhenti.....



10. SALAM BAGI SAHABAT - IYR (Indonesian Youth Generation)
Bagai mentari, bersinar di indahnya pagi
adalah hidupmu siap memancarkan sinar
lihatlah hidupmu penuh dengan kesempatan
walau beban hidupmu menghalang, jangan lari dari bebanmu,.....



11. LA LA LA LOVE SONG - Kubota Toshinobu
...Maware maware merry go round
Mou keshite tomaranai you ni 
Ugokidashita merodi 
La la la la la love song 


......(Turn, turn, merry-go-round
This melody’s started
And there’s no way it’s stopping now
La la la la la love song,....)




12. XPRESIKAN - Bondan n Fade 2 Black
....... Hei kau, jadikanlah dirimu seperti yang kau mau
Hei kau, expresikanlah dirimu seperti yang kau mau,....



13. LUKISAN PAGI - Toh Pati ft Shakila
......Lihatlah warna pada cahaya, menjadi lukisan pagi
bukalah renda, agar cahaya, sinari dalamnya arti, Kehidupan,....



14. PEMBUAT TEH - Nugie
.....merawat bumi dengan harumnya seduhan
menemani para pengembara,..... 




15. NOTHING GONNA STOP US NOW - Starship 
..... and we can build this dream together, standing strong forever
Nothing's gonna stop us now,....



16. THREE LITTLE BIRDS - Bob Marley
.....don't worry about the things
'cause every little thing is gonna be allright,....



17. ALL YOU NEED IS LOVE - The Beatles
.....there's nothing you can do that can't be done
there's nothing you can sing that can't be sung,.
all you need is love, all you need is love,...



18. SINGLE HAPPY - Oppie Andaresta
....aku baik-baik saja, menikmati hidup yang aku punya
'I'm single and very happy
berteman dengan siapa saja, I'm single and very happy,... 



19. YOU - Kat-tun
....kono kimochi ni uso wa nai sa sora no ao to onaji gurai
ima mitsumeta tokimeki kara nigetakunai,....

...(There are no lies in these feelings
about the same as the blue of the sky
the beating of my heart from gazing at you now
I don’t want to run from it)




20. JANUARI DI KOTA DILI - Rita Effendi 
......dua langit tlah membaur di suatu cakrawala
dua biduk tlah berlabuh di satu dermaga cinta,...




Img source: here

Judul    : DEWEY
Penulis  : Vicki Myron dan Bret Witter
Bahasa  : Indonesia (penterjemah: Istiani Prayuni)
Tebal    : 27 bab, 400 halaman
Penerbit : Serambi
Skor     : ***


Sinopsis:
Kisah Dewey adalah kisah nyata tentang kucing istimewa yang telah membuat dunia jatuh hati. Dewey Readmore Books adalah seekor kucing jantan penghuni perpustakaan di kota kecil Spencer, Negara Bagian Iowa, Amerika Serikat. Seekor kucing yang telah menjadi bagian dari riwayat kota itu.  Kisah Dewey dimulai di suatu pagi musim terdingin, dimana seekor kucing kecil ditemukan kedinginan dikotak pengembalian buku di perpustakaan Spencer. Sejak saat itu Dewey akhirnya dirawat, dipelihara oleh Vicki Myron dan menjadi penghuni tetap perpustakaan Spencer selama 19 tahun.

Setelah kegagalan pernikahan dan menjadi orang tua tunggal, kehilangan tanah pertanian, dan lolos dari ancaman penyakit kanker payudara, Dewey menjadi pengobat hati dan sahabat yang setia untuk Vicki Myron. Selama 25 tahun bekerja di perpustakaan Spencer dan ditemani Dewey selama 19 tahun terakhir di sana, Vicki Myron menceritakan hari-hari indahnya bersama Dewey.

Sejak kecil Dewey menunjukkan keistimewaannya dibanding kucing-kucing yang lain. Dewey adalah kucing jantan yang menggemaskan, tampan, ramah dan bersahabat dengan manusia. Dewey bahkan dapat menjadi teman baik untuk seorang anak yang cacat.  Lebih dari hanya seekor kucing perpustakaan, lambat laun  Dewey menjadi teman bagi semua penghuni dan pengunjung perpustakaan, menjadi terkenal tidak hanya di kota asalnya, bahkan di seluruh Iowa, di seluruh Amerika, bahkan sampai ke luar negeri. Pernah suatu ketika kru film dari Jepang sengaja datang jauh-jauh ke Iowa untuk membuat film dokumenter tentang Dewey.


Meskipun Dewey telah pergi selamanya ketika dia berumur 19 tahun, umur yang sangat tua untuk ukuran kucing, kenangan akan kucing perpustakaan itu tidak akan pernah luntur. Bahkan sosok Dewey telah diabadikan dalam suatu karya seni utama di kota Spencer yang melambahkan ‘kisah dari kota itu’.

Pendapat saya:
Membaca buku ini tidak hanya akan membawa pembaca larut dalam kisah luar biasa seekor kucing dan pengaruhnya terhadap manusia-manusia di sekitarnya, bahkan sampai seluruh dunia. Dengan membaca buku ini, pembaca juga akan diajak berkeliling dan seperti melihat kehidupan di Iowa. Bagaimana daerah pertanian itu pernah mengalami krisis dan akhirnya pelan-pelan bangkit dari keterpurukan. Vicki Myron dan Bret Witter cukup berhasil membuat saya terhanyut dalam nuansa kota tempat tinggal Dewey.

Penggambaran sosok Dewey pun, cukup terasa wajar dan tidak terlalu berlebihan. Lepas dari keistimewaannya, Dewey digambarkan pula sebagai layaknya seekor kucing, yang tidak suka mandi, sangat pemilih makan, bahkan pernah kabur dari perpustakaan.

Kisah tentang Dewey diceritakan sangat mengalir dengan plot yang baik sehingga membuat pembaca seperti mengenal Dewey. Ketika di akhir cerita diceritakan tentang Dewey yang sudah tua, dan sampai kematiannya, saya seolah tak mampu membendung air mata dan merasakan kesedihan yang mendalam.
Siapapun itu, layak membaca buku ini karena buku ini akan banyak menginspirasi untuk berbagi kasih sayang pada siapapun. Bagi pencinta binatang dan khususnya pencinta kucing, buku ini adalah buku wajib yang harus dibaca. 

Masyarakat desa hutan adalah sekelompok masyarakat yang bermukim dan menetap di sekitar atau di dalam hutan dan umumnya hidup bergantung pada pemanfaatan sumberdaya hutan. Masyarakat yang dimaksud di sini adalah warga Pekon Pahmungan , kecamatan Pesisir Tengah, Kabupaten Lampung Barat.




Pemukiman di Pahmungan yang berdampingan dengan lahan Repong Damar
               Seperti pada umumnya masyarakat desa hutan di berbagai tempat, masyarakat Pahmungan sangat
terikat dengan sumberdaya hutan. Hal ini terlihat jelas dari interaksi yang dilakukan seluruh lapisan masyarakat dari berbagai tingkat usia terhadap sumberdaya hutan secara langsung. Aktifitas sehari-hari yang dilakukan masyarakat sering dilakukan di hutan.

Suasana pemanenan getah damar, ketika istirahat.
               Mata pencaharian mayoritas penduduk adalah sebagai petani damar pemilik lahan ataupun petani bukan pemilik lahan. Sedangkan mata pencaharian lain yaitu: pedagang (pembeli) damar baik tingkat penghadang maupun tingkat pengumpul di desa, petani sawah, buruh, pedagang warung, ternak, ojek, pegawai negeri/swasta.


               Pendidikan rata-rata warga adalah SMP, banyak warga yang sudah bisa baca-tulis. Seluruh penduduk beragama islam. Fasilitas tempat ibadah yang cukup yaitu 2 buah masjid dan 2 buah musholla mendukung kegiatan keagamaan yang memang banyak dilakukan oleh masyarakat.

               Masyarakat Pesisir Tengah termasuk juga masyarakat Pahmungan adalah masyarakat dari keturunan asli Lampung. Hanya beberapa orang saja yang merupakan warga pendatang. Penduduk pendatang mayoriats berasal dari Jawa dan hampir semuanya sudah cukup lama menetap dan bekerja di pahmungan. Hubungan antara warga pendatang dan asli cukup dekat. Waktu yang lama dan interaksi yang cukup telah menjadikan hubungan antar warga cukup dekat. Bahasa yang dipakai sehari-hari oleh masyarakat adalah bahasa Lampung dan sebagian besar warga telah lancar menggunakan bahasa Indonesia juga.

               Transportasi utama sebagian besar masyarakat beberapa tahun terakhir adalah dengan kendaraan bermotor. Motor telah menempati peran penting dalam transportasi di Pahmungan. Sebagian besar masyarakat telah memiliki motor  sebagai alat transportasi utama. Akses jalan dari Pahmungan keluar pun juga cukup baik dan telah diaspal. Jarak Pekon Pahmungan ke ibu kota Kecamatan Pesisir Tengah Krui sekitar 5 km, dengan jarak tempuh selama 10 menit menggunakan kendaraan bermotor. Jarak Pekon Pahmungan ke ibu kota Kabupaten Lampung Barat sekitar 32 km atau sekitar 1,5 jam perjalanan, sedangkan jarak dari Bandar Lampung sekitar 287 km atau sekitar 8 jam perjalanan.

Jalan motor di lahan repong damar
               Bukan hanya tranportasi di jalan-jalan desa saja yang menggunakan motor, ternyata motor telah menyentuh pula sistem transportasi di dalam lahan repong damar. Motor digunakan sebagai alat angkut kayu gergajian dari dalam hutan untuk dikeluarkan dan untuk mengangkut hasil hutan lainnya. Penggunaan motor dalam hutan ini telah berlangsung sejak beberapa tahun lalu setelah dibuatnya jalan kayu yang cukup lebar dari luar hutan sampai di dalam hutan.

               Akses komunikasi masyarakat dengan luarpun sudah baik. Hampir setiap warga sudah memiliki televisi maupun radio. Penggunaan handphone juga sudah menjadi hal yang wajar, dan hamper setiap penduduk dewasa mempunyai handphone sebagai sarana komunikasi. Selain itu, terdapat pula sebuah radio komunitas yang cukup efektif sebagai sarana menyampaikan informasi yaitu Radio Komunitas Suara Petani (RKSP). Pendirian dan pengelolaan radio tersebut didampingi oleh LSM Lembaga Alam Tropika Indonesia (LATIN) pada tahun 2005. Pengurus radio komunitas tersebut adalah penduduk pekon, terutama para pemudanya. Para tetua terlibat sebagai pengawas (Ekowati, 2005). Namun karena terbentur berbagai kendala, pengelolaan radio menjadi menurun.

               Keberadaan repong damar di Pesisir Krui khususnya Pahmungan tidak terlepas dari budaya masyarakatnya. Masyarakat menganggap repong/kebun damar sebagai hasil karya mereka sejak awak pembentukannya sampai saat ini. Repong damar mempunyai posisi penting pada seluruh lapisan masyarakat. Hal ini terlihat pada banyaknya aktifitas masyarakat dari semua kelas umur yang berkaitan langsung dengan adanya repong damar.

Pustaka:
Ekowati, Dian. 2005. ”Pemberdayaan Masyarakat Dalam Pengembangan Ekowisata. Kasus: Pekon   Pahmungan, Kecamatan Pesisir Tengah Krui, Kabupaten Lampung Barat, Provinsi Lampung” [Skripsi]. Bogor : Program Studi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, IPB

(Catatan ini merupakan sebagian dari hasil saya melakukan PKL semasa kuliah tepatnya tahun 2008, sehingga yang tertulis dan dokumentasi juga merupakan gambaran kondisi saat itu)
(Sudiyah Istichomah)

Dalam perdagangan damar, melibatkan banyak pihak dan berbagai aktifitas di dalamnya. Damar yang dipanen dan belum diberi perlakuan disebut dengan damar asal atau asalan. Petani biasanya langsung menjual damar asalan hasil panen mereka pada pembeli di kebun atau lebih dikenal dengan sebutan penghadang. Namun ada juga petani yang mengumpulkan dahulu hasil panennya dan menjualnya pada pembeli di desa / pengumpul.

               Penghadang melakukan sortasi awal damar berdasarkan ukuran dan warna damar.
Jika sudah terkumpul cukup banyak, damar dijual kepada pengumpul di desa. Pengumpul damar di desa membeli damar dari petani maupun penghadang. Damar yang diperjualbelikan dapat berupa damar asalan maupun damar yang sudah disortasi. Pengumpul melakukan sortasi kembali. Damar dibagi-bagi menjadi kelas-kelas. Kelas-kelas tersebut seringkali berbeda pada tiap-tiap pengumpul. Setelah damar terkumpul baru dijual ke pedagang besar di Pasar Krui atau langsung pada konsumen di luar daerah (biasanya dari Jakarta). Dari pedagang besar kemudian damar djual lagi ke konsumen di luar daerah untuk kemudian diekspor maupun untuk konsumsi dalam negeri. Di bawah ini adalah bagan alir perdagangan damar (Bourgeouis, 1984 dalam Foresta et.al, 2000).
                             
                                     Organisasi Rantai Perdagangan Damar 


               Proses pengolahan damar dilakukan di luar Krui atau dengan kata lain perlakuan yang terjadi di Krui hanyalah sortasi saja. Rantai perdagangan di Krui pun relatif stabil dan sederhana. Masyarakat Pahmungan dan umumnya Krui menyebut proses sortasi dengan pengolahan, jadi pengolahan menurut masyarakat adalah pemilahan/ sortasi damar.

Aktifitas pada tingkat-tingkat perdagangan damar sampai dengan Pasar Krui yaitu :
Petani :    - pemanenan damar
              - sortasi awal (namun umumnya petani menjual damar asalan)

Penghadang :    - Pengumpulan damar dari petani langsung dari kebun
                 - Sortasi ke dalam kelas-kelas
                      - penjualan ke pengumpul di desa

Pengumpul :    - Pembelian damar dari petani dan penghadang
             - sortasi damar ke dalam kelas-kelas berdasarkan ukuran dan warna yaitu :
1.      Kelas A (kelas ekspor) = ukuran 2-4 cm
2.      Kelas B = ukuran 1-2 cm
3.      Kelas C = ukuran 0,5 - 1 cm
4.      Kelas DE = ukuran < 0,5 cm
5.      Kelas debu = ukuran debu/serbuk
6.      Kelas KK = damar dengan warna kehitaman

Berbagai ukuran damar

Pedagang besar :    -  pembelian damar dari pengumpul di desa, pembelian dilakukan tiap hari         dan bisa mencapai 5 ton perharinya.
-         Sortasi lanjutan
-         Pengumpulan damar dilakukan dalam gudang cukup luas
-     Penjualan damar ke pedagang di luar daerah (biasanya Jakarta dan Bandar Lampung)

Gudang penyimpanan damar pedagang besar.


                     Untuk pengumpul, pengumpulan damar dilakukan di gudang (lantai dasar rumah atau ruang depan yang cukup luas). Jika sudah terkumpul kemudian dipak dalam karung-karung. Dalam waktu 3 hari seorang pengumpul dapat mengumpulkan 3-5 ton damar. Penjualan damar ke pasar Krui ataupun dijual langsung kepada konsumen di luar daerah. Penjualan yang terakhir sangat tergantung pada permintaan sehingga tidak menentu, bisa sampai tiga bulan sekali.

Pustaka: 
Foresta, H de, Kusworo, A, Michon, G, Djatmiko, WA. 2000. Ketika Kebun Berupa Hutan: Agroforest Khas Indonesia-Sebuah Sumbangan Masyarakat. International Centre for Research in Agroforestry, Bogor : Indonesia


(Catatan ini merupakan sebagian dari hasil saya melakukan PKL semasa kuliah tepatnya tahun 2008, sehingga yang tertulis dan dokumentasi juga merupakan gambaran kondisi saat itu)


Judul     : Dewi Kawi
Penulis   : Arswendo Atmowiloto
Bahasa   : Indonesia
Tebal     : 19 bab, 131 halaman
Penerbit : Gramedia
Skor      : ***


Sinopsis:
Eling adalah seseorang yang pada masa mudanya penuh dengan kepahitan hidup. Namun semasa mudanya adalah masa yang paling membuat terkesan karena ia bertemu dengan seorang perempuan bernama Kawi yang telah banyak memberikan perubahan pada hidupnya. Kawi adalah seorang penghuni di kompleks pelacuran. Mereka berdua, Eling dan Kawi menjalin cinta masa mudanya yang saat ini, ketika Eling telah menjadi seorang Juragan kaya, hal itu seperti mimpi saja.

Saaat ini Eling telah menjelma menjadi Juragan Eling, seorang pengusaha sukses yang disegani dan dijuluki sebagai seorang ‘Kapitalis Kejawen’. Eling tidak akan pernah melupakan saat-saat ia bersama Kawi meskipun Kawi telah pergi dan hilang sejak lama. Eling ingin mencari jejak Kawi dan mencari kembali jejak masa lalunya. Eling ingin memastikan bahwa kenangan yang selama ini ia yakini bukanlah angan-angan dan khayalan yang ia buat sendiri. Eling ingin memastikan bahwa Kawi yang ia sebut sebagai Dewi Kawi, seseorang yang berharga di masa lalunya, bukanlah sosok khayalan. Dengan bermodalkan kenangan, Eling dengan bantuan adiknya, Podo, mencoba mencari keberadaan Dewi Kawi.


Namun semakin pencarian itu dilakukan dan tidak membuahkan hasil, Eling menjadi takut untuk menerima kenyataan baru yang mungkin akan berbeda dengan kenyataan yang selama ini ia yakini. Pertemuan yang ia harapkan mungkin saja akan membuat kenangan-kenangan yang selama ini ia rekonstruksi menjadi hancur berantakan. Kenyataan kemarin bukanlah kenyataan hari ini dan kenyataan hari ini bukanlah kenyataan esok hari. Setiap bergulirnya waktu, manusia selalu membuat kenyataan baru, kenyataan yang terus terekonstruksi, terus berubah sesuai dengan apa yang diinginkan yang bahkan akan sangat berbeda dengan kenyataan masa lalu.

Penilaian saya:
Membaca buku ini seperti belajar tentang kehidupan. Sudut pandang dan pemikiran tokoh Eling seperti menggambarkan pemikiran dari sang penulis sendiri. Pembaca pun seperti tidak bisa mengelak dari pendapat itu, karena memang seperti itulah adanya. Salah satu hal yang paling membuat saya sebagai pembaca terkesan adalah bahwa ‘kenyataan atau kebenaran itu adalah hasil rekonstruksi pikiran’.

Dalam cerita ini, pemikiran-pemikiran tokoh Eling lebih mendominasi dibandingkan alur ceritanya sendiri. Pada awal membaca cerita ini, saya penasaran dengan jalan cerita dan bagaimana akhir kisahnya. Apakah pertemuan dengan Kawi terjadi? Ataukah ada hal lain yang terjadi? Namun hal ini tidak dapat saya temukan karena semakin lanjut membaca, kisah akan semakin dalam membahas tentang pemikiran-pemikiran tokoh Eling, sehingga alur cerita yang diceritakan sebelumnya pun terkadang terlupakan dan seperti tidak berhubungan. Ketika cerita semakin dalam membahas pemikiran Eling itulah saya mulai merasa bosan. Bosan karena hal itu selalu ditulis berulang-berulang, bahkan sampai di akhir cerita. Mungkin memang hal itu lah yang ingin ditekankan oleh penulis.

Saya merekomendasikan jika anda membaca buku ini, bacalah dalam beberapa kali waktu. Meskipun buku ini tipis, namun pemikiran-pemikiran penulis sangat banyak tertuang dalam kisah ini. Membaca dalam sekali waktu bisa saja menghilangkan makna yang sangat dalam yang ingin disampaikan oleh penulis. Mungkin hal ini hanya terjadi pada saya. Bagaimana dengan anda?




Judul    : East Wind West Wind (Angin Timur Angin Barat)
Penulis : Pearl S Buck
Bahasa : Indonesia (penterjemah: Lanny Murtihardjana)
Halaman  : 21 bab, 240 halaman
Penerbit  : Gramedia
Skor    : ***

Sinopsis:
Kwei Lan adalah seorang perempuan Cina yang tumbuh dan dididik menurut adat-istiadat Cina Kuno. Adat-adat istiadat kuno yang mengharuskan seorang perempuan menjadi bunga dan menyingkirkan diri diam-diam di hadapan lelaki, yang melarang perempuan mengungkapkan perasaannya secara langsung dan terang-terangan, dan yang mengharuskan seorang perempuan mengalami penderitaan yang menyakitkan karena harus membebat kaki agar senantiasa kecil dan cantik. Masa itu adalah masa dimana kaki yang kecil adalah yang dianggap cantik, dan setiap kecantikan memerlukan pengorbanan.

Masalah muncul ketika Kwei Lan menikah dengan seseorang yang modern. Meskipun suaminya adalah seorang Cina, namun dia pernah pergi ke luar negeri dan menerima pendidikan barat. Berbagai perbedaan sudut pandang dan pertentangan budaya pun banyak terjadi mewarnai hari-hari selama perkawinan mereka, bahkan menjadi masalah di keluarga besar kedua belah pihak. Masalah semakin besar ketika kakak Kwei Lan pulang dan membawa istri berkebangsaan asing.  


Kwei Lan semakin menderita karena merasa pengorbanan yang selama ini dilakukannya sia-sia sedangkan suaminya menuntutnya untuk berkorban lebih, terlebih ketika suaminya meminta bebat kakinya dibuka. Sedangkan bagi suaminya, membuka bebat kaki berarti adalah membebaskan istrinya dari penderitaan. Apa yang Kwei Lan pikirkan sering tidak sesuai dengan maksud dari sang suami.
Kisah ini, dituturkan dengan sudut pandang Kwei Lan. Bagaimana dia mengalami pendidikan Cina kuno ketika kecil, hari-hari awal pernikahannya, menghadapi budaya baru yang sama sekali asing baginya, dan bagaimana dia harus menyesuaikan diri dengan budaya baru tersebut. Kisah dimana Angin Timur dan Angin Barat bertemu.

Pendapat saya:
Cerita ini dituliskan oleh Pearl S Buck melalui penuturan Kwei Lan. Membaca kisah ini, seperti mendengar sendiri Kwei Lan bercerita dan mencurahkan isi hatinya. Cerita ini sangat mengalir sehingga tidak membutuhkan waktu lama untuk menghabiskan kisahnya. Saya membaca buku ini selama 3 hari.

Membaca kisah ini, memberikan pengetahuan tentang budaya-budaya Cina Kuno dan bagaimana proses budaya barat yang mulai masuk dan diadaptasi oleh masyarakat lokal. Bagaimana cara masyarakat Cina harus menyesuaikan diri dengan budaya baru yang bahkan bertentangan dengan budaya lama dan bagaimana nasib mereka yang tidak mau menyesuaikan diri? Jawabannya akan ditemukan dalam kisah ini melalui sudut pandang Kwei Lan.

Namun demikian, dalam cerita ini saya melihat bahwa budaya Cina yang ditampilkan terkesan seperti budaya yang terkalahkan, sedangkan budaya barat yang ditampilkan seolah-olah lebih unggul. Konflik-konflik yang tercipta juga terkesan sedikit ‘mengunggulkan’ budaya barat, meskipun saya yakin masih banyak budaya Cina Kuno yang baik.

Saya memberikan rating/ nilai *** (bintang tiga) untuk karya Pearl S Buck yang pertama ini. Jika anda memiliki waktu luang di akhir pekan, anda dapat membaca buku ini pada Jum’at malam dan pada hari Minggu-nya anda akan mendapatkan pengetahuan baru tentang budaya Cina kuno.




(Sudiyah Istichomah)

Desa adalah sekumpulan orang-orang yang tinggal dalam suatu wilayah tertentu dalam waktu tertentu yang saling  berinteraksi secara langsung dengan lingkungan alam sekitarnya membentuk satu kesatuan ekosistem. Sering kali desa diartikan secara umum sebagai suatu daerah yang terdiri dari masyarakat yang tertinggal dan jauh dari pusat perkembangan. Padahal jika ditelusuri lebih lanjut, Indonesia adalah negara yang tersusun dari berbagai masyarakat yang multikultural yang terbagi-bagi dalam kumpulan-kumpulan masayarakat yang tinggal menyebar di seluruh wilayah Indonesia dari Sabang sampai Merauke dan dari Pulau Mianggas sampai Pulau Rote yang sebagian besar berbentuk “desa”. Sebutan Desa sendiri berasal dari Pulau Jawa dan bisa berlainan di lain lain daerah seperti penyebutan desa dengan nama “Pekon” bagi masyarakat Lampung, “Gampong” untuk masyarakat Aceh dan “Nagari” untuk masyarakat Sumatera Barat. Namun pada dasarnya konsep desa sendiri tidak begitu berbeda antara satu daerah dengan daerah yang lain
            Setiap desa di seluruh nusantara memiliki ciri khas masing-masing dalam hal budaya dan adat istiadatnya. Budaya tersebut terbentuk merupakan hasil dari interaksi masyarakat dengan sesamanya dan dengan alam lingkungannya. Kekayaan alam Indonesia yang beraneka ragam memungkinkan terwujudnya bermacam-macam budaya yang ada pada masing-masing daerah. Budaya yang terbentuk meliputi seluruh aktifitas masyarakatnya, mulai dari bidang sosial seperti budaya gotong-royong, adat pergaulan, religius, sampai bidang fisik seperti budaya pertanian, arsitektur bangunan, tata ruang dan hal-hal lain.
            Sebagai hasil dari interaksi yang terus menerus dan adaptasi jangka panjang terhadap lingkungan alam, desa telah berkembang menjadi tempat hunian/permukiman yang sesuai dengan kondisi alam lingkungan setempat. Banyak nilai-nilai yang tersimpan dalam sistem desa baik nilai sosial ataupun fisik yang perlu dipertahankan.
            Perkembangan jaman dewasa ini telah banyak memberikan pengaruhnya pada tata kehidupan manusia di segala penjuru dunia tak terkecuali Indonesia. Dengan adanya globalisasi dan segala macam isu-isu di dalamnya telah merubah tatanan yang telah terbentuk pada tata kehidupan masyarakat Indonesia. Banyak daerah-daerah yang tergerus arus globalisasi yang pada akhirnya kehilangan ciri khasnya dan hanyut dalam arus tersebut, bahkan arus tersebut telah merubah sekian banyak “wajah” desa-desa di Indonesia yang begitu kaya akan budaya. Pengaruh modernisasi akan jauh lebih terasa di perkotaan. Perkembangan kota-kota di Indonesia saat ini bisa dikatakan cukup memprihatinkan. Hal ini terlihat dari banyaknya masalah-masalah di hampir seluruh kota-kota di Indonesia , mulai dari masalah sosial sampai masalah lingkungan hidup yang menjadi berita hampir setiap hari. Sebenarnya apa yang terjadi?
            Dengan melihat nilai-nilai fisik desa yang sangat sesuai dengan konsep keberlanjutan, maka tidak ada salahnya nilai-nilai tersebut diterapkan di perkotaan sebagai upaya untuk mengatasi masalah-masalah sosial lingkungan hidup yang kerap terjadi di kota-kota di seluruh Indonesia.

Nilai-Nilai Fisik yang Tersimpan Dalam Desa
            Nilai-nilai fisik yang tersimpan dalam desa merupakan implikasi langsung dari budaya dalam desa tersebut. Nilai-nilai tersebut dapat dilihat dari kondisi fisik atau penampakan fisik desa.
Nilai-nilai yang dimaksud yaitu sebagai berikut : 1) desa sebagai satu kesatuan ekosistem, 2) tidak adanya limbah dalam desa (zero waste), 3) Nilai estetika dan religi, 4) efisiensi energi dan optimalisasi energi, 5) Keanekaragaman hayati yang cukup tinggi, dan 6) Multifungsi. Nilai-nilai tersebut akan coba diterapkan dalam perkotaan dalam bentuknya yang disesuaikan dengan kondisi kota yang bersangkutan.

Kota Sebagai Satu Kesatuan Ekosistem
            Kota sebagai satu kesatuan ekosistem berarti kota dengan kesatuan antara setiap unsur-unsur pembentuknya baik lingkungan biotik (hidup) maupun lingkungan fisiknya. Pembanguan kota harus mempertimbangkan kesatuan antara masyarakat kota, sarana prasarana, dan lingkungan alamnya. Kesemua hal tersebut tidak boleh dipisah-pisahkan, karena pelalaian satu hal saja akan menjadi masalah cepat atau lambat.

Kota Dengan Sistem Zero Waste
           Kota dengan sistem zero waste berarti kota yang bebas limbah (sampah). Limbah berasal dari sisa-sia produksi maupun konsumsi yang merupakan bahan-bahan/zat-zat yang sudah tidak dipakai. Saat ini limbah merupakan masalah yang cukup serius di beberapa kota di Indonesia. Limbah tersebut dapat berupa limbah yang berasal dari rumah tangga maupun limbah industri. Penanganan limbah perkotaan saat ini masih menggunakan sistem TPA (Tempat Pembuangan Akhir) yaitu dengan mengumpulkan dan mengkonsentrasikan limbah-limbah pada satu tempat, tanpa perlakuan selanjutnya.
        Dalam rantai kehidupan sisa-sisa organisme diuraikan oleh dekomposer yang berfungsi merombak sisa-sisa organisme yang kemudian akan dikembalikan lagi ke dalam siklus rantai makanan melalui penyerapan tumbuhan. Dalam sistem kota saat ini nampaknya kurang memperhatikan siklus ini.
     Secara sederhana siklus kehidupan terdiri produksi, konsumsi, dekomposisi, kembali lagi pada produksi seperti terjelaskan pada pola rantai makanan dan energi.

Kota adalah konsumen, dalam artian kota tidak memproduksi sendiri bahan-bahan baku kehidupannya, misalnya bahan-bahan pangan masyarakatnya atau bahan baku industri hampir semuanya didatangkan dari luar kota (desa). Dari konsumsi tersebut dihasilkan limbah. Desa dalam hal ini berperan sebagai produsen. Masalah yang kemudian timbul adalah siapa yang berperan sebagai dekomposer?
Tentu sangatlah tidak bijak jika sampah perkotaan dipinggirkan di pinggiran kota tanpa pengelolaan yang memadai sehingga menjadi gangguan bagi warga pingiran kota yang tidak ikut serta dalam konsumsi tersebut.
Untuk mewujudkan sistem zerowaste dapat dimulai dari mengubah pola hidup masyarakat perkotaan. Pola hidup yang konsumtif harus dihilangkan dan dirubah menjadi pola hidup produktif.  Perngurangan konsumsi berarti pula pengurangan limbah, terlebih lagi limbah-limbah yang sering kali menjadi masalah seperti limbah plastik dan limbah kaleng selain limbah industri-industri skala besar maupun kecil. Pengalihan penggunaan bahan yang tidak ramah lingkungan juga harus segera dilakukan. Penggunaan plastik ataupun kaleng sebagai bahan kemasan ataupun penggunaan lain sebisa mungkin diganti dengan bahan lain yang lebih mudah diurai seperti kertas.
Sudah saatnya sistem pengelolaan limbah harus dibenahi. Sistem TPA sudah tidak cocok diterapkan, karena terbukti sistem ini hanya melahirkan masalah-masalah baru baik masalah sosial maupun masalah lingkungan hidup.

Kota yang Estetik dan Religius
            Pembangunan kota umumnya memperhatikan nilai estetika mulai tata ruangnya sampai pada detail bangunan sarana prasarana kota. Untuk menambah nilai estetika / keindahan kota sebaiknya kota dibangun dengan desain-desain yang bermutu. Selain nilai estetika, nilai religius sebaiknya juga dimasukkan dalam pembanguan kota. Hal inilah yang saat ini banyak terlupakan. Desain bangunan-bangunan kota sebaiknya menggunakan model arsitektur modern yang disesuaikan dengan budaya Indonesia, seperti misalnya penambahan ornamen etnik pada setiap bangunan.
            Dengan memperhatikan nilai-nilai estetika dan religius, diharapkan masyarakat perkotaan tetap akan memiliki rasa cinta terhadap budaya sendiri dan tidak kehilangan jatidiri sehingga tidak mudah larut dalam arus modernisasi yang seringkali tidak sesuai dengan budaya bangsa.

Efisiensi dan Optimalisasi Energi di Kota
            Konsumsi energi sangatlah besar, dapat dilihat mulai dari konsumsi bahan bakar untuk industri, lalu lintas, rumah tangga, sampai pada berbagai sarana prasarana kota. Untuk menjamin keberlangsungan penggunaan energi haruslah dilakukan efisiensi dan optimalisasi energi dalam artian penggunaan energi yang hemat, teapat danntidak boros.
            Hal itu dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti pengaturan jumlah kendaraan bermotor di perkotaan untuk mengurangi kemacetan lalulintas. Kemacetan merupakan salah satu bentuk pemborosan energi yang hampir setiap hari terjadi di hampir setiap kota besar di Indonesia. Selain itu pembatasan penggunaan energi untuk hal-hal yang tidak perlu juga perlu digalakkan.
            Untuk memenuhi kebutuhan energi kota, ada baiknya kota dapat memproduksi sendiri energi yang dibutuhkannya. Saat ini energi fosil masih menjadi sumber energi utama berbagai aktifitas di kota.Pengembangan energi alternatif merupakan gagasan yang cukup baik, seperti penggunaan energi surya/matahari sebagai sumber energi yanmg ditangkap melalui panel surya. Jika diumpamakan setiap gedung-gedung di kota memilki panel surya dan menghasilkan energi untuk minimal memenuhi kebutuhan nya sendiri maka dapat dibayangkakn berapa banyak penghematan energi fosil yang dilakukan.

Kota Dengan Keanekaragaman Hayati
            Untuk mewujudkan kota dengan keanekaragaman hayati tinggi diperlukan adanya penyusunan tata ruang yang optimal yang mendukung hal ini. Keanekaragaman berarti banyaknya jenis-jenis hidupan dalam suatu tempat dalam hal ini kota. Pusat-pusat kehati tersebut dapat diwujudkan dengan adanya RTH(Ruang Terbuka Hijau) di perkotaan dalam bentuk yang bermacam-macam misalnya taman kota dan hutan kota. Dengan adanya RTH ini akan memeberikan peluang untuk hidupnya jenis-jenis hidupan lain selain manusia di perkotaan.
            Pengembangan sarana prasarana kota dengan mengkombinasikan bangunan dan tumbuhan juga merupakan salah satu hal yang menarik. Misalnya gedung-gedung perkotaan diwajibkan membangun taman di dalamnya. Bukan suatu hal baru lagi pembangunan taman dalam gedung/atap gedung. Selain menambah keanekaragaman hayati kota, juga dapat menambah nilai estetika kota itu sendiri dan masih banyak manfaat positif lainnya.

Kota Multifungsi
Dengan terpenuhinya nilai-nilai sebelumnya, maka secara otomatis suatu kota akan mempunyai fungsi yang beraneka ragam, mulai dari tempat hunian, pusat industri, pusat budaya dan pusat modernisasi tanpa harus kehilangan fungsinya lingkungan hidupnya yang terjaga dengan baik.

Penutup
            Seperti telah dikemukakan sebelumnya, desa memiliki nilai-nilainya yang harus dipertahankan, bahkan diadaptasi pada sistem perkotaan. Pembangunan kota-kota di Indonesia saat ini banyak melalaikan kesatuan kehidupan manusia dengan lingkungan pendukungnya yang dibuktikan banyaknya masalah-masalah sosial dan lingkungan hidup di perkotaan. Sesuai dengan prinsip pembangunan berkelanjutan, tidak ada salahnya adaptasi nilai-nilai desa ke dalam kota dilakukan, tanpa meninggalkan identitas kota sendiri. 

(note : catatan masa kuliah)


Judul       : Saving Fish From Drowning (Penyelamatan yang Sia-Sia)
Penulis    : Amy Tan
Bahasa    : Indonesian (penterjemah: Inggrid Dwijani Nimpoeno)
Physic    : 18 bab, 549 halaman
Penerbit  : Gramedia

Synopsis :

Latar utama dari cerita ini adalah di Burma/ Myanmar dengan situasi politik terakhir. Ada 13 orang tokoh di cerita yang menjadi sentral cerita, dengan 1 tokoh diantaranya adalah ‘orang mati’.
Orang mati tersebut berperan sebagai penutur kisah, sehingga jalan cerita kisah ini juga merupakan sudut pandang dari si orang mati tersebut.
‘Bagaimana mungkin orang mati bisa berkisah?’
‘Kesadaran yang muncul setelah raga menghilang?’
Di dalam kisah ini, Bibi Chen sebagai penutur menceritakan bagaimana ia meninggal dalam suatu kejadian yang sangat tragis yang bahkan ia sendiripun tidak ingat bagaimana itu terjadi. Kemudian muncullah orang-orang yang merupakan sahabat Bibi Chen semasa hidup, yang merupakan tokoh-tokoh utama dalam cerita ini.

Keduabelas tokoh tersebut merupakan rombongan turis Amerika yang akan melakukan perjalanan wisata dari kaki pegunungan Himalaya di Cina menuju hutan rimba di Burma (Myanmar) yang pada awalnya menunjuk Bibi Chen sebagai pemimpin rombongan. Rute dan rencana perjalanan yang sudah dipersiapkan oleh Bibi Chen akhirnya tidak terlaksana dengan baik karena kematian yang tidak terduga tersebut. Perjalanan pun akhirnya dilaksanakan dan berbagai peristiwa muncul silih berganti selama dalam perjalanan wisata tersebut. Kedua belas tokoh tersebut diceritakan oleh Bibi Chen dengan porsi yang sama. Semua tokoh mendapat bagian dalam cerita ini, dari kehidupan mereka sebelum melakukan wisata sampai dengan kejadian yang dialami selama melakukan wisata.


Puncak peristiwa terjadi ketika pada keduabelas rombongan turis tersebut menghilang tanpa jejak di Danau berkabut, Burma. Ketika hilang itulah terjadi berbagai kejadian yang membuat cerita semakin kompleks. Bagaimana rasa kemanusiaan kita tersentuh oleh kejadian-kejadian di mata kita? Bagaimana kita mempercayai suatu cerita dengan beragam versi yang terasa maya, namun berada di depan mata kita? Bagaimana kita bertindak dalam kondisi yang tidak memungkinkan kita melakukan apa-apa? Bagaimana cara melakukan upaya yang terasa seperti sia-sia?
Berbagai keajaiban pun terjadi yang membuat kita percaya bahwa hal itu benar-benar ada.

Pendapat saya :
Buku ini merupakan karya Amy Tan ke-3 yang saya baca. Untuk membaca ini saya membutuhkan waktu selama hampir 3 bulan. Judul yang digunakan dalam edisi Bahasa Indonesia adalah ‘PENYELAMATAN YANG SIA-SIA’. Entah kenapa judulnya begitu dan bukannya arti dari judul aslinya saja. Menurut saya ‘MENYELAMATKAN IKAN TENGGELAM’ lebih keren. Cocok dengan tulisan di pembukaan buku ini yang mungkin saja memberi inspirasi penulisnya tentang judul buku ini:

“Seorang laki-laki yang saleh menjelaskan kepada para pengikutnya, “Mengambil kehidupan itu jahat, dan menyelamatkannya adalah tindakan yang mulia. Setiap hari aku berjanji akan menyelamatkan ratusan kehidupan. Kutebar jalaku di danau dan ratusan ikan pun terjaring. Kutaruh ikan-ikan itu di tepi danau, dan di sana mereka melompat-lompat dan menggeliat. “Jangan takut,” kataku pada ikan-ikan itu. “Aku menyelamatkan kalian supaya tidak tenggelam.” Tak lama kemudian ikan-ikan itu tenang dan berbaring diam. Tapi sayang, aku selalu terlambat. Ikan-ikan itu mati. Dan karena tidak baik untuk membuang apapun, aku membawa ikan-ikan mati itu ke pasar dan kujual dengan harga bagus. Dengan uang itu aku membeli lebih banyak jala supaya bisa menjala lebih banyak ikan. – ANONIMUS –“

Dibandingkan dengan buku karya Amy Tan sebelumnya seperti One Hundred Secret Senses, buku ini terasa lebih membingungkan. Tokoh yang terlalu banyak dan cerita-cerita dari tokoh tersebut membuat imajinasi pembaca (aku) menjadi buyar. Namun tentu saja hal ini bisa diatasi dengan tidak terlalu banyak membaca halaman-halaman buku ini dalam sekali waktu. Berbagai peristiwa yang diceritakan pun terkadang terasa tidak berhubungan satu sama lain.

Namun begitu, bahasa yang digunakan oleh Amy Tan untuk mengungkapkan sesuatu peristiwa merupakan salah satu hal yang membuat tulisan-tulisan-nya, termasuk juga Buku ini menjadi menjadi mempesona. Terlebih lagi dengan penterjemahan yang sangat baik ke dalam bahasa Indonesia, semakin mendukung kekuatan bahasa yang digunakan.

Kekurangan utama dalam fisik buku edisi Indonesia adalah kertas cetak yang digunakan terlalu buram dan kurang terang, sehingga membuat mata cepat lelah.

Lepas dari segala kurang dan lebihnya, buku ini merupakan daftar wajib buku yang seharusnya anda baca. Mungkin anda tidak akan tertarik pada awalnya, namun jangan menyerah dan teruslah membaca sampai anda tidak dapat lagi berpaling darinya. Itulah Amy Tan.


Note : anda bisa membaca cuplikan buku ini di Google Books dengan link di bawah ini :