12 Mei 2013

Tentena, Hari II 


Danau Poso yang diselimuti mendung
Hari ini kumulai jam 8.00 pagi. Tidak terasa sudah cukup ramai di luar kamar yang kutempati bersama Weni. Kudengar beberapa orang berbincang, dan kudengar pula bahwa Pak Rizal dan Bu Rukmini sudah datang sekitar jam 5 pagi tadi, bersama keluarganya, anak-anaknya. Setelah mandi dan membersihkan badan , aku ingin berkenalan dan menyapa rombongan yang baru datang, namun pas aku dekatin, semua orang sedang terkapar kelelahan. Wajar saja, mereka sepertinya sangat kelelahan.

Tidak berapa lama kemudian, jam 9 aku berkenalan dengan Bu Rukmini dan juga Pak Rizal kusampaikan maksud dan tujuanku, tentang project buku yang harus kuselesaikan bulan Mei ini dan juga rencana draft yang seharusnya ada untuk soft launch di tanggal 15. Pak Rizal menyampaikan bahwa rencana kedatangan dan tujuanku sudah diketahuinya dari Kipli. Bahwa aku adalah penerus pekerjaan Mbak Rina pun dia juga sudah tahu. ia juga sudah menyurati pengurus AMAN di Tampo Bada untuk membantu mengurus segala keperluanku. Yap, intinya semua tinggal berangkat.

Kutanyakan pula apakah ada dokumen-dokumen tentang Tampo Bada yang dimiliki Pak Rizal, namun sepertinya dia tidak membawa dokumen2 yang sudah ada. Kemungkinan masih bercecer di beberapa orang dan belum terkumpul jadi satu kesatuan.  Pergantian orang yang menangani suatu hal juga kurang diimbangi dengan transfer informasi sehingga terkadang informasi di orang lama tidak tersalurkan di orang baru. Kurang tahu juga. Tentu saja hal ini cukup mengkhawatirkanku mengingat aku harus membuat draft untuk soft launch dengan deadline yang seharusnya sebelum aku berangkat ke Palu, namun karena minimnya data yang kupegang, akhirnya deadline mundur juga. Pak Rizal mengatakan sebisa mungkin akan mencarikan transportasi untuk ke Bada hari ini. Kemungkinan siang, karena pagi hari orang-orang bersembahyang di gereja.


Tidak terlalu lama kami berbincang, kemudian Ibu Rukmini yang setelah berkenalan tadi keluar ruangan, masuk kembali dan mengajak kami makan pagi. Sarapan pagi dengan menu nasi goreng dan ikan pindang asin. J . Enak. Mengganjal perut yang memang sedari bangun tidur sudah keroncongan minta diisi. Semangkok sambal merah benar-benar menguji imanku. Tapi untungnya, aku masih kuat menahan godaan si merah ini. Ngeri juga dengan tragedi Pare.

Setelah makan pagi Pak Rizal dengan keluarganya pergi menuju Penginapan Dolido. Rupanya hari ini ada training yang diadakan oleh PW AMAN Sulteng yaitu training untuk kadernya (disebutnya training CO).  –Pantas saja Pak Rizal menyuruhku untuk ke Tentena Sabtu. Jika tidak, tentu saja aku harus berangkat sendiri ke Tentena karena semua pengurus AMAN di Palu pergi ke acara ini—Aku menyusul ke Dolido juga, sambil menunggu siang yang akan membawa si mobil yang akan membawaku ke Bada—heeh. Sekitar jam 9.30 aku bersama Weni, Hendra, Pak Bata (PW Aman tanah Luwu, Pak Ian (PW Sulsel), dan Pak Rizal yang kembali lagi menjemput kami.

Danau Poso dan Losmen Dolidi

Penginapan Dolidi terletak tepat di tepi Danau Poso. Dan aku baru ngeh, baru sadar jika di rumah Bu Tanti juga di tepi danau ini. Wajar sih, kemarin datang malam dan tidak terlihat apapun. Dari jalan raya, penginapan ini kurang terlihat. Hanya ada papan nama berukuran sedang yang menunjukkan namanya “LOSMEN dan MOTEL DOLIDI”. Jalan kecil, seperti gang sepanjang 15 meter menghubungkan jalan dengan losmen ini. Losmen Dolidi terdiri dari bangunan untuk kamar-kamar dan sebuah aula pertemuan. Semuanya dari kayu, kecuali lantai teras depan yang diporselen. Ada 10 kamar berukuran kecil kurasa, dengan dua tempat tidur. Aku dengar peserta training  berjumlah 20 orang. Jadi dipilihkan tempat ini sebagai lokasi training sekaligus penginapan peserta. Pemandangan danau Poso (aku yakin sebenarnya ini sungai, karena si Bapak Awusi yang kemudian aku kenal mengatakan, danau ini bermuara di laut. Iya kan, sungai) sangatlah indah. Apa ya? Yang danau-danau begini memang bagiku selalu indah. Danau Poso yang airnya berwarna kehijauan bening. Dasarnya pun nampak. 

Hanya saja aku tidak melihat ikan-ikan yang berenang bebas. Ada juga ikan di keramba milik penduduk yang tinggal di sepanjang tepi danau ini. Meskipun begitu, tepi danau di seberang tidak kujumpai adanya rumah atau pondok. Yang ada adalah persawahan yang ditanami padi dan juga di beberapa tempat jagung. Setelah kuperhatikan dengan seksama, wajar saja demikian. Seberang danau tidak menyisakan tanah datar yang cukup untuk pemukiman. Hanya sedikit dataran dan setelah itu tebing-tebing yang lumayan tinggi. Jika ingin membuat rumah di lokasi ini pasti repot sekali.


Tepian Danau Poso yang ramai dengan rumah-rumah


Training CO AMAN Sulteng


Sekitar jam 10.30 acara training pun dimulai. Aku ikut saja duduk di aula itu, sebagai pengamat. J . Sempat juga Pak Rizal mengenalkanku sebagai seorang peneliti yang akan menulis tentang hutan adat di komunitas adat Bada. Ehm, terharu juga mendengarnya. Aku peneliti lhoh. Hehehe.. Kadang aku merasa masih seperti ketika mengerjakan skripsi saja. Memang sama sih apa yang dikerjakan: “meneliti sesuatu”. Namun rasanya disebut begitu, masih agak asing.

Acara training tersebutpun dimulai, perkenalan singkat antar peserta, dan kesepakatan awal tentang tata tertib selama training. DI training ini hanya ada seorang anggota perempuan yaitu Ibu Asma. Dia cukup vokal juga. Gaya-gaya Sulawesi lah, cukup mencolok di antara peserta laki-laki. Aku sempat berkenalan dengan beberapa peserta training yang berasal dari komunitas adat di Sulteng ini, namun tidak semuanya aku ingat namanya. Yang aku ingat jelas adalah Pak Marten xx (nama marganya lupa. Marga menjadi penting ketika ingin mencari seseorang, karena satu nama bisa dimiliki oleh beberapa orang). Pak Marten ini adalah perwakilan dari PD Bada. Dia datang bersama dengan seorang lagi temannya. Desa Pak Marten adalah Desa Pada, di Kecamatan Lore Selatan. Sempat aku mengobrol beberapa menit ketika istirahat training jam 1-an.  Tidak banyak hal yang kami obrolkan, hanya sekedar mengenal komunitas adat Bada.

Sebenarnya adanya Pak Marten ini sempat kujadikan sebagai plan B ku ketika aku terpaksa tidak bisa secepatnya datang ke Bada (Baru saja Pak Rizal mengatakan bahwa aku tidak bisa berangkat ke Bada hari Minggu karena tidak ada mobil yang naik. Orang-orang pergi  ke gereja). Sambil mengerjakan draft, aku bisa menggali informasi mengenai hutan adat Bada dari Pak Marten ini.  Namun setelah melihat jadwal training yang belum lama disepakati, hal ini menjadi sulit. Training dilakukan penuh dari pagi sampai malam jam 10. Otomatis aku tidak memiliki cukup waktu untuk berdiskusi di waktu istirahat yang itupun sangat terbatas. Langsung aku meminta Pak Rizal untuk bisa berangkat secepatnya ke Bada. Ibu Tanti pun membantuku untuk mencarikan mobil. Tidak berapa lama dia menelepon, dan dapatlah aku mobil untuk ke atas. Katanya mobil akan menjemputku jam 10 pagi.

Sekitar jam 3 aku sempatkan berbelanja beberapa keperluan di lapangan seperti P3k dan buku2 tulis. Kebanyakan toko-toko tutup karena Minggu, namun ada satu swalayan cukup besar yang buka. Berjarak sekitar 50 meter dari penginapan. Aku ditemani oleh Raka, anak laki-laki Bu Tanti yang masih kelas 1 SD. Anak yang ramah dan cepat akrab. Sampai akhirnya kembali ke Dolido, aku masih ditemani dan sekarang menemani Raka yang ditinggal Bu Tanti entah kemana untuk suatu keperluan. Lumayan lama, sejam.

Training berakhir sekitar jam 5 sore. Kulihat beberapa orang berfoto di tepi danau, aku pun ikutan. Saatnya narsis. Tapi selalu saja momen2 seperti ini jarang memberiku hasil foto yang bagus. Heuhh, Salah kamera atau salah muka ini? Heee... Ingin secepatnya kembali ke tempat ku menginap di rumah Bu Tanti. Namun tidak mungkin juga, hujan deras sedangkan mobil yang mengantar kami tidak ada. Jadilah aku menunggu hujan, bersama juga teman2 lain yang menginap di rumah Bu Tanti. Baru jam 7 aku, Weni, Hendra bisa kembali. Sampai di kamar, sudah kulihat Ibu Salma. Aku sudah berkenalan sore hari dengan Ibu Salma. Dia adalah trainer untuk keuangan. Memang ada dua training di sini, yaitu training CO dan training keuangan. Tempat yang dipakai untuk training keuangan yaitu di rumah Ibu Tanti yang memang cukup luas. Malam ini, kami bertiga di kamar: aku, Weni, Ibu Salma. Ibu Salma ini pernah bekerja di sebuah yayasan yang mengurus tentang perempuan dan anak-anak korban bencana dan kekerasan. Malam ini kami banyak bercerita tentang hal itu. Pak Rizal dkk masih di Dolido melanjutkan training sesi malam. Sungguh, sangat rajin sekali. Hehehe..

Kantuk pun datang dan aku tertidur dengan pulas. Jam 9.30.

Sesaat aku lupa dengan Yamapi.... Tunggu di akhir bulan yakk..

hehehehe.... 

Catatan ini berisi tentang hari-hariku sejak hari pertama berangkat dari Bogor menuju Tampo Bada’ sampai pulang lagi ke Bogor. Corat-coret dari apa yang kulihat, kurasakan, kudengar dan memberikan kesan di hatiku. Mungkin saja banyak curhatan atau mungkin lanturan ngalor-ngidul,  tapi itu semua adalah bagian dari perjalanan ini. Terimakasih untuk AMAN yang telah memberi kesempatan dan kepercayaan ini. Terimakasih juga buat Mbak Itok J, Kipli, Mbak Mina,dll. Juga semuanya teman-teman di Sulteng yang baru kutemui di sini: Pak Rizal dkk, Ibu Femmy dkk, dst. Banyak cerita kalian di sini. Hehehe,... Mungkin saja kalian membacanya.

11 Mei 2013

Awal perjalanan

Pesawat pagi membuatku harus berangkat dari kosan jam 1 pagi untuk mengejar bus DAMRI pertama di jam 2. Beruntung aku memiliki seorang teman yang paling bisa diandalkan untuk hal-hal seperti ini, mengantarkanku di pagi buta. Thanks Bucok. J Meskipun hari masih sangat pagi namun bandara sudah penuh dengan orang-orang yang entah pada mau kemana. Antrian check-in jam setengah 4 pagi ini pun mengular. Aku memilih untuk mengambil antrian tanpa bagasi, lagipula barang-barangku sedikit saja. 

Rencana tidur di pesawat selama 2,5 jam penerbangan gagal sudah. Tepat di sampingku duduk ibu-ibu yang membawa anak bayinya yang baru berumur 1 tahun yang rewelnya minta ampun. Hampir sepanjang perjalanan menangis teriak-teriak. Ehmm,.. yasudahlah. Akhirnya tetap saja terjaga sampai akhirnya mendarat di Bandara Mutiara, Palu jam 8.40 WITA (ketika itu aku belum sadar ada beda waktu 1 jam dengan WIB, jamku masih jam 7.40).

Aku janjian dengan Pak Rizal jam set.9 sehingga aku santai saja turun dari pesawat dan menuju bandara. Ketika masuk bandara kudengar suara perempuna memanggil “Nonett”. Eeehhh, siapa ya? Kupikir aku salah dengar, tapi ternyata ketika kulihat arah suara terdengar. “Wee, Mbak Imas dan Ifa”. Entah kenapa tapi rasanya aku senang sekali, rasanya seperti ada yang menantikan aku di sini.hehehe.. Mbak Imas, teman sekosan dulu dan anaknya yang masih 4 tahun si Ifa, sudah lama sejak Mbak Imas lulus S2 nya di IPB hampir setahun lalu. Senang sekali. Akhirnya aku memutuskan untuk istirahat sementara, membayar utang tidur 2-3 jam di rumah Mbak Imas saja, karena lebih santai, lagipula suami Mbak Imas juga lagi di Jawa, jadi hanya ada Mbak Imas dan anak-anaknya saja di rumah. Kuhubungi Pak Rizal dan dia bilang “OK”. Kupikir ini juga lebih meringankan dia di jadwal AMAN PW Sulteng yang kuketahui belakangan sedang super sibuk.

Awalnya kupikir akan berangkat ke Bada besok pagi dalam sekali trip. Namun siang harinya, selepas aku beristirahat, Pak Rizal menelpon dan menyarankan aku untuk berangkat ke Tentena, Ibu Kota Kabupaten Poso hari ini juga, jam 2 siang, bersama dengan teman-teman AMAN PW Sulteng yang akan mempersiapkan Muswil-nya. Okelah, mari kita berangkat. Karena waktu yang mepet, aku minta dijemput saja di rumah Mbak Imas dan ketika itu juga sedang hujan cukup deras. (Palu memang beberapa hari terakhir sedang hujan. Jika siang minta ampun panasnya, meskipun katanya ini belum, selesai hujan barulah panas berkurang. Dari jadwal jam 2, ternyata aku baru dijemput jam 4 sore. Ehm, molor 2 jam euy.

Di dalam mobil travel yang berukuran sedang dengan jumlah seat 9 plus ruang belakang untuk menaruh barang akhirnya kami berangkat. Hanya ada 4 orang penumpang: Aku, Weni, Hendra, Pak Dede. Mobil travel itu terasa sangat longgar dan nyaman. :) . Perjalanan menuju Tentena memakan waktu sekitar 8 jam, sehingga perkiraan akan sampai di lokasi jam 12 malam. Dan perkiraan ini tepat sekali, kami sampai di rumah Ibu Tanti dia pengurus AMAN di daerah sini.

Jangan tanyakan apa saja di perjalanan karena hampir sebagian besar waktu adalah malam yang gelap gulita. Yang kuingat hanyalah jalan yang berliku-liku, tebing-tebing curam, jurang terjal, batuan gamping, pohon-pohon kelapa dan hutan kering. Tidak banyak rumah-rumah penduduk di sepanjang jalan, asumsiku karena sebagian besar kulalui jalan dalam gelap, tak ada lampu atau penerangan rumah yang terlihat. Ada beberapa kali melewati pusat pemukiman namun juga tidak terlalu ramai. Kami makan siang di sebuah warung yang sepi, mungkin memang warung khusus penumpang travel. Lauk Ikan goreng yang enak banget karena aku sudah lapar dan sayur – sayur yang semuanya pedas. Sepertinya butuh lebih banyak usaha untuk menghindari cabe di sini.

Tentena, Hari I


Ketika tiba di rumah Bu Tanti, sudah berkumpul beberapa bapak-bapak yang kuketahui setelahnya adalah anggota AMAN. Aku tidak sempat berkenalan karena ketika membereskan barang, mereka sudah siap-siap akan pergi entah kemana. Pak Dede juga ikut bersama mereka. Aku, Weni, Hendra dan Bu Tanti meminum teh hangat buatan Bu Tanti yang cukup memberikan kehangatan di malam yang dingin ini. Kami berbincang-bincang bebas, berkenalan, namun selebihnya teman-teman baruku ini mengobrolkan perihal Muswilnya, pemilihan PW, dan hal-hal lain yang tidak jauh dari Muswil. Aku lebih banyak mendengarkan saja karena mereka serius sekali membicarakannya. Ehmm, Muswil di AMAN heboh juga ya.. hehehehe..

Karena sudah jam setengah 2, kami pamit istirahat. Meskipun sepanjang perjalanan aku tidak melakukan apa-apa, tapi rasanya capek juga. Kubuat catatan ini meskipun kurasa hari ini aku belum mendapatkan data-data untuk buku CBFM. Pemanasan dulu hari ini.

Besok rencana berangkat ke Bada. Kemana dengan siapa, belum ada rencana. Tunggu besok.


(Rencana mau ketemu Cungur barang sebentar gagal dilaksanakan. Padahal sudah kangen banget dengan doi. Yoilah, nanti saja kalau sudah di Bogor)