Judul    : Ayu Manda
Penulis : I Made Iwan Darmawan
Bahasa  : Indonesia
Tebal    :  330 halaman
Penerbit : Grasindo 2010
Skor      : 4/5

Sinopsis:

Gusti Mirah Ayu Mandasari, seorang penari kenamaan Bali,  terlahir dalam sebuah keluarga kaya, Tuan tanah yang menguasai sejumlah lahan desa di wilayah Munduk Sungkal, di Bali. Dalam lingkupan sistem kasta yang ketat, Ayu Manda berada di puncak. Dia terbiasa dilayani, dimanjakan, dinomor satukan oleh orang-orang di sekitarnya, terlebih dari orang-orang Sudra, kasta terendah. Kecuali oleh Wimba, perempuan seusianya yang berani menunjukkan ketidak-sukaannya pada Ayu Manda, bahkan sejak pertama kali bertemu dalam persaingannya sebagai penari terbaik.

Tari Legong, sebuah tarian agung dari Bali telah membawa seka (sanggar) tari milik Gusti Ngurah Amba, ayah Manda berada di puncak kejayaannya. Seka tari ini diundang untuk melakukan pertunjukan di negara-negara Eropa. Ketika di Eropa, Ayu Manda yang masih remaja mengalami untuk pertama kalinya dunia tanpa sistem kasta, dunia yang bebas dan tak ada pengkotak-kotakkan kelompok manusia, dunia yang menyimpan sejumlah rahasia. 

Pergulatan pemikiran Ayu Manda semakin menjadi-jadi setelah kematian Ibundanya, istri pertama dari 4 istri ayahnya. Ayu Manda menenggalamkan dirinya dalam seni tari. Melalui latihan bersama Ibu tirinya yang juga seorang penari, Ayu Manda telah berhasil membawa tari Joged, tari yang dianggap tari murahan menjadi tari yang berkelas. Seka tari yang didirikan oleh Ayu Manda telah menjadi  seka yang paling terkenal di Bali, dan Ayu Manda menjadi penari yang paling dicari. 

Dalam suasana hiruk-pikuk politik  di awal tahun 60'an, Ayu Manda terjebak di dalamnya. Kisah cintanya bersama Raka Sidan yang aktif di suatu Partai Politik semakin membuat pelik hidup Ayu Manda. Perselisihan Ayu Manda dan Wimba pun mencapai puncaknya di sini. Akhir cerita yang tak terduga pun menanti Ayu Manda, sang penari dari Bali.

Pendapat saya:

"Mirip 'Ronggeng Dukuh Paruk' sepertinya". Hal itulah yang terbersit di pikiran saya ketika mulai membaca novel 'Ayu Manda'. Ayu Manda dan Srinthil sama-sama penari yang terjebak di kekalutan politik tahun 60-an, kecintaan mereka terhadap seni tari sama-sama telah dimanfaatkan pihak tertentu sebagai alat meraih suara rakyat, dan akhir yang tragis pula bagi keduanya. Tapi, tunggu dulu. Ada hal besar yang membedakan Ayu Manda dan Srinthil. Jika Srinthil terlahir di keluarga miskin, Ayu Manda adalah seorang putri bangsawan. Latar belakang sistem kasta yang melatari pergulatan hidup Ayu Manda menjadi daya tarik utama novel ini.

Karakter utama, Ayu Manda digambarkan secara apik oleh penulis. Ayu Manda kecil sampai dengan remaja hingga dewasa terasa mengalir wajar seakan saya menyaksikan sendiri seorang gadis kecil yang tumbuh dewasa. Semua karakter pendukung juga dengan sangat jeli dijalin dan ditautkan oleh penulis sehingga masing-masing menjadi sangat hidup dan penting dalam membentuk cerita. Alur cerita sangat mudah diikuti dan mengalir. Latar juga cukup baik diceritakan: gambaran Bali dan orang-orangnya di awal kemerdekaan dan gonjang-ganjing politik tahun 60'an. Bahkan khusus untuk seni Tari Legong dan Tari Joged, dua tarian yang digeluti Ayu Manda dijelaskan sangat detail oleh penulis, mulai dari teknik tarian, gamelan, kostum, sampai para personelnya. Terasa oleh saya jika penulis sungguh ingin mengenalkan tarian Bali ini kepada pembacanya.

Membaca buku yang sampulnya seperti sobek ini cukup bisa membuat saya melupakan waktu. Dalam waktu liburan 2 hari saya telah berhasil menyelesaikan kisah Ayu Manda. Ketika selesai membaca paragraf terakhir saya tertegun. Ciri-ciri saya saat selesai membaca novel bagus. Jadi saya juga sarankan anda untuk membaca novel ini dan lihatlah Bali dan orang-orangnya lebih dari 50 tahun lalu. Bali yang membuat dunia meliriknya bahkan sampai saat ini.

JIka ingin berjalan-jalan di blognya bisa di alamat http://novel-ayumanda.blogspot.com/ , meskipun sayangnya sudah tidak update lagi. Atau review lainnya di sini dan sini.


---
"Bila Manda hamil dan aku juga hamil oleh Raka Sidan, mungkin nasib anak-anak kita akan sama dengan kita".  -kalimat yang tertulis di sampul buku-

Anda akan mengerti kalimat ini setelah selesai membaca novelnya.