"Ada 3 tingkatan dalam sholat:
  1. Sholat karena bersyukur
  2. Sholat karena kewajiban
  3. Sholat karena takut. "

  4. Lagi-lagi si Rojer memberikan petuahnya padaku. Memberikanku sebuah ilmu dan kesadaran baru. Siapa sih Rojer itu? Silakan simak catatan kecilku tentang Rojer: Hidup Versi Rojer, ibarat 3 burung yang terbang.

    Memang semua manusia, siapapun itu dan kapanpun itu, selalu saja mempunyai sesuatu yang menarik. Jika hanya kita mau memberikan, sedikit saja pun cukup, kelonggaran hati dan pikiran untuk melihat dan merasakannya. Dan bahkan ketika bisa berbicara seperti itupun aku masih belum bisa  melakukannya sesuai dengan ideal mau dalam diriku. Huh. Ironi.


    Kembali lagi ke Rojer. Siang itu aku berniat pergi ke perpustakaan, sekedar mencari inspirasi untuk mempelajari program riset yang ingin kulakukan. Cieh,.. Ceritanya aku adalah seorang peneliti nih. Perpustakaan masih menjadi tempat yang paling menyenangkan untuk mencari ide cemerlang dan menuliskannya dalam rangkaian kata berbau 'ilmiah'. Karena sesuatu hal akhirnya aku hanya bisa berada di teras perpustakaan, duduk-duduk di bangku sambil membaca-baca bekal buku yang kubawa dari kosan. Beberapa mahasiswa di samping kanan-kiriku sepertinya juga melakukan hal yang tak jauh berbeda, bermain-main dengan laptop atau hape, berbincang dengan sesama rekan, atau hanya sekedar menyantap jajanan gorengan. Tidak ada yang istimewa sepertinya.

    Setengah jam berlalu dan sudah hampir 10 halaman buku 'Pengelolaan Sumberdaya Air Terpadu' kubaca. Dalam konsentrasi yang tinggi, aku bisa menyerap banyak informasi. Dan saat itu aku sedang memusatkan pikiranku pada lembar-lembar buku itu. Tiba-tiba Rojer lewat, berteriak-teriak dengan menawarkan dagangannya.
    "Tisu-tisu, pulsa, ayo dong pulsa." teriaknya. Sekilas melihatku, sepertinya dia masih mengingatku. Kusapa dia dengan kata "Hai" saja. Rojer membalas dengan, "Hai juga, lama gak pernah ketemu. Gue duluan ya." Rojer pun berlalu hingga beberapa detik kemudian aku sadar kalau pulsaku habis. Ah, akan kubeli saja pulsa. Kupanggil Rojer kembali dan kupesan pulsa 10 ribu. Belum rejeki! Ternyata stok pulsa Rojer untuk provider kartuku kosong. Yasudahlah.
    Iseng saja kutanya kabar tentang kabar pengajian rutin yang biasa dia ikuti. Sempat dia heran dan bertanya darimana aku tahu? Yaelah, rupa-rupanya dia lupa obrolan panjang kami di kantin Fahutan waktu itu. Okelah, sedikit kuingatkan dia tentang 'kisah 3 burung'.
    Rupanya ceritaku memancing ceramahnya yang panjang. Hehehe. Berbakat jadi kyai sepertinya Rojer ini. Kudengarkan dia dan sekali-sekali aku bertanya. Mendengar itu kadang-kadang membuat kita lebih pintar. Setidaknya itulah yang kurasakan. Salah satu hal yang diceritakan Rojer adalah tentang tingkatan solat, seperti yang kutuliskan di pembuka tulisan ini. Dan tingkatan solat itulah kugaris bawahi dalam ingatanku.

    Bukan tentang solatnya kurasa, tapi lebih pada tindakan dan motifnya. Solat bagi muslim adalah ibadah wajib 5 kali sehari yang menurutku sulit dilakukan. Kenapa? Ya, karena aku sendiri sulit melakukannya. Ya, dan aku adalah muslim, tulisan di KTP ku muslim. Solat adalah ibadah wajib yang kupikir tidak semua orang melakukannya. Dan yang lebih gila lagi, pelakunya pun masih bisa dibeda-bedakan. Jika kata Rojer ini tentang niatnya. Dan tidak hanya solat, banyak kegiatan lain, aktivitas lain yang sama namun dengan motif yang berbeda.

  5. Tindakan karena cinta.
  6. Semua tindakan yang didasari rasa cinta itu selalu indah. Mungkin irrasional dan tidak masuk akal, tapi yang namanya cinta itu selalu di luar nalar. Motif cinta adalah yang tertinggi dari semuanya. Orang berkorban, berani sakit, berani mati demi cinta. Dan orang solatpun karena cinta. Bukankah itu indah sekali? Tapi yang masuk dalam tipe ini ada gak ya? Gak yakin banyak.

  7. Tindakan karena kewajiban.
  8. Kata populernya biar 'gugur kewajiban'. Ibaratnya orang kerja yang menting 'ngabsen', orang kondangan yang penting 'setor muka'. Tipe inilah yang paling banyak ditemui. Dan kebayang gak sih jika setiap tindakan hanya berdasarkan rasa 'gugur kewajiban'? Teringat waktu kuliah dulu, setiap masuk kelas hanya untuk 'ngabsen'. Itu rasanya garing dan membosankan. Jika aku punya kekasih yang menemaniku hanya karena kewajiban. Damn! I will hate him so much.  Itu bukan cinta.

  9. Tindakan karena takut.
  10. Ini adalah tingkatan terendah. Melakukan sesuatu karena ketakutan. Seperti seorang hamba yang tunduk patuh pada sang raja yang kejam, atau murid yang rajin karena takut pada guru killer. Takut ini takut itu. takut sial, takut masuk neraka, takut berdosa. Hahhhh! Kenapa hidup begitu suram jika diisi dengan ketakutan. Bagiku ini adalah tingkatan motif tindakan yang paling rendah. Apa sih yang ditakutin? Apakah dengan rasa takut itu tindakan yang dilakukan akan menjadi baik? Omong kosong. Semua yang didasari rasa takut itu adalah keterpaksaan, ketidak-ikhlasan, ketidak-tulusan. Itu semua adalah awal dari kemunafikan dan penyekutuan. Bisa saja kamu lakukan satu hal tapi di belakang kamu mengumpatnya. Sungguh mengerikan.

    Kira-kira seperti itulah penterjemahanku yang lebih luas pada teori tingkatan solat versi Rojer yang didapatnya dari Kyai Buya Yahya, yang katanya pengajiannya di wilayah Indra Prastha. Hoahh.. Bolehlah sekali-sekali aku datang ke pengajian lagi.

    Lumayanlah kuliah siangku hari ini.

Ini adalah catatan tentang seorang sahabat, seorang teman yang dalam hidupku yang cuma sekali ini telah ditakdirkan oleh Tuhan untuk kutemui. Ya, melalui catatan ini aku ingin mengungkapkan betapa mereka-mereka ini sangat berharga. Benar-benar berharga hingga aku bahkan kadang tak bisa mengungkapkannya dengan kata-kata. 


Angel 
Angel, cuma itu yang kuingat tentang namanya. Angel yang seperti malaikat kecil, memberikan kesejukan di hati, menawarkan keramahan tak tersembunyi. Gadis kecil yang membuka mataku akan dunia yang masih menyimpan orang-orang baik tanpa perlu syarat apapun. Terimakasih ya Angel. Meski hanya bicara denganmu tak lebih dari 15 menit, tapi sosok 'malaikat'mu itu telah menancapkan kesan mendalam di hatiku. 


Hari itu tanggal 15 Desember 2013, dalam perjalanan Sukadana - Pontianak melewati sungai . Dalam speed boatyang dipenuhi penumpang yang berdesakan itu, aku duduk di antara orang-orang yang sama sekali tak kukenal. Meskipun dalam suasana yang penuh sesak itu, aku merasa bagaikan seorang diri saja. Mau bagaimana lagi? Ingin mengobrol dengan orang pun rasanya sungkan. Malas juga SKSD (Sok Kenal Sok Dekat) di tempat ini. Aku juga merasa lebih baik aku melamun sendiri sambil memandang tepi sungai yang dipenuhi nipah dan bakau, atau melihat birunya langit di atasnya. Dentuman musik Rock dari headset yang menyumbat telingaku melengkapi terpisahnya aku dengan realita dengan para manusia. Dan percayalah, tidak hanya aku yang melakukannya. (Ah, aku jadi teringat tentang 'budaya keramahan di angkutan umum yang semakin hilang'- baca lagi lah.)

Selama kurang lebih 4 jam perjalanan yang dihabiskan untuk bisa sampai ke Pontianak.Pelabuhan tujuanku adalah yang terakhir sehingga aku turun belakangan. Satu per satu penumpang turun, begitu juga para penumpang di kanan kiriku. Saat itulah kemudian Angel muncul. Awalnya Angel duduk di depanku, nyelip di antara Mama dan Tantenya. Melihat ada bangku kosong, dia kuajak untuk duduk di sampingku. Dan dia pun dengan senang hati duduk di sampingku.

Angel yang baik. Tak perlu basa-basi, tak perlu ragu-ragu, kamu lalu menyapaku.
"Kakak darimana? Namanya siapa? Kalau aku namanya Angel dari Teluk Batang." katamu.
Kukenalkan diriku, sekadarnya. Ada sedikit lega di hatiku. Mungkin pada akhirnya aku bisa bicara dengan orang. Dan Angel-lah yang memulainya.

Kami pun mengobrol banyak. Angel tidak sungkan-sungkan bertanya ataupun bercerita tentang diri dan keluarganya. Dia bercerita bahwa dia akan pergi bersama Ibunya menemui saudara di daerah Singkawang. Dia senang karena sebentar lagi dia akan punya adik. Ya, saat itu Ibunya sedang hamil besar. Dia menanyakan apakah aku pernah pergi ke Jakarta, bagaimana rasanya naik pesawat, dan bagaimana suasana kota-kota di Jawa. Angel mendengarkan ceritaku dengan penuh antusias dan semangat. "Suatu saat, Angel akan pergi juga ke Jakarta dan juga berkuliah." katanya.

Satu pertanyaan dari Angel yang paling kuingat adalah, "Kalau kakak orang apa?". Aku jawab saja bahwa aku orang Jawa. Eh dia balik bertanya, "Bukan itu, kalau Angel kan orang katholik, kalau kakak apa gitu? Kristen apa Islam?". Oh, dia bertanya tentang agama rupanya. Memang di daerah ini, keragaman religiusnya cukup tinggi. Mayoritas orang keturunan Cina beragama nasrani atau kong hu chu. Kebetulan Angel ini beragama katholik. Kukatakan padanya bahwa aku orang Islam.

Aku pikir dia akan berubah cara bicaranya ketika tahu bahwa aku beda keyakinan dengannya. Tapi ternyata tidak. Baginya beda agama bukanlah suatu masalah. Dia punya banyak teman pula yang berbeda-beda keyakinannya. Dia katakan kalau kebanyakan orang Islam itu orang Melayu. Awalnya dia berpikir kalau aku orang nasrani juga karena mukaku yang sedikit berbau 'cina'. Hehehe, bisa saja Angel ini.

Percakapan kami yang singkat akhinrya harus diakhiri. 15 menit telah berlalu dan speed boat sudah sampai di pelabuhan terakhir. Ah, rasanya masih ingin berlanjut. Baru sebentar aku bicara dengan Angel. Masih banyak obrolan yang ingin aku lanjutkan. Keramahan Angel dan sudut pandang anak-anaknya yang polos dan penuh dengan harapan, seolah membawakan kembali 'semangat' ku yang pudar. Semangatku untuk selalu meyakini bahwa menjadi manusia itu adalah keajaiban yang sangatlah besar. Dan bahwa setiap manusia itu memiliki pesonanya yang tak terkira.

Aku hampir saja lupa. Sungguh! Rutinitas bernama 'kerja' terkadang menumpulkan pikiran dan perasaanku. Hampir saja aku menjadi bagian dari pasukan robot yang hidup hanya untuk sekedar hidup. Hahh, Angel. Dirimu adalah seorang angel  yang dikirim Tuhan untukku. Terimakasih ya sayang. Aku tidak tahu apakah kita akan bertemu lagi, atau bahkan jika kamu mengingatku, atau membaca sedikit coretanku di blog ini. Tapi aku yakin, pesan cinta itu akan selalu sampai ke tujuannya. Mungkin angin yang akan membawanya, atau arus laut yang memisahkan pulau kita, atau burung-burung di langit dan ikan-ikan di samudra. Aku yakin alam memiliki bahasa dan dia akan menyampaikan sayangku untuk Angel kecil yang tinggal jauh di sana, di Teluk Batang, Kayong Utara, Kalimantan Barat.

--
Ah, beruntung aku sempat mengambil foto kamu yang cantik, Angel.


Sebuah pepatah dari Jepang mengatakan:
"Memikirkan rasanya melahirkan itu lebih menakutkan daripada melahirkan itu sendiri." 

Bagiku itu adalah pepatah yang lucu namun sangat mengena. Betapa sesungguhnya manusia itu dikuasai oleh prasangka dan praduga. Bisa dibilang bahwa manusia terlalu berpikir lebay, merasa takut akan kemungkinan yang bahkan juga belum terjadi. Padahal menjalani sebuah kehidupan itu tak sesulit jika dibayangkan. Yah, meskipun tak seindah dalam impian angan.

Dan saat ini aku merasakan betul makna dari ketakutan akan prasangka itu. Fyuh...! itu akibat kurang persiapan sepertinya. Aku tahu bahwa aku akan berperang tapi aku tidak tahu lawannya dan aku tidak punya senjata untuk jaga-jaga. Jadinya galau dan gundah gulana. Ibaratnya saat ini aku sedang memikirkan betapa menakutkannya dan betapa menyakitkannya melahirkan. Hahaha..


Berarti aku juga harus ingat satu hal. Melahirkan itu tidak seseram jika dipikirkan kok. Jadi intinya adalah 'jalani saja sebaik mungkin'. Jangan pernah kau coba berlari lagi. Hadapilah pilihan takdirimu sendiri. Hadapilah masa depan yang kamu putuskan sendiri. Semua itu tidak akan menyesatkanmu selama kamu percaya pada kemampunmu. Toh segala lawan dan musuh yang ingin dihadang itu adalah kondisi otakmu sendiri. Pasti bisa, anggap saja besok itu waktunya melahirkan si buah hati. Rasa sakit dan takut akan hilang seiring munculnya jiwa baru yang lahir dari proses itu. 

Besok pun juga akan seperti. Rasanya tak sabar untuk menunggu waktu si buah hati lahir. Pasti momen bahagia itu akan sangat menyentuh hatiku terdalam. Meskipun bukan bayi sungguhan untuk besok. Hehehehe. 

Aku hanya ingin mengatakan pada diriku sendiri untuk semangat. Kamu sudah tahu tujuanmu. Dan sesakit apapun jalan untuk mencapai tujuan yang jelas itu adalah kebahagiaan. Yatta! berarti aku sudah bahagia saat ini. WOow sungguh berita yang baik ya. Karena sudah cukup lama rasanya bingung nyari satu saja tujuan untuk dicapai. 

Hidup tanpa ambisi memang membosankan. Makanya berambisilah. Meski ambisi dan keinginan akan melahirkan ketakutan akan kegagalan. Tapi minimal kita punya tujuan. Karena sesungguhnya orang yang paling galau dan merana adalah mereka yang tidak tahu apa yang dia cari. Luntang-lantung di atas bumi.

Meski sering kurasa bahwa mencari apa yang dicari juga adalah tujuan. Hahahaha..

Yooo...Siap-siap untuk esok hari yang cerah. 
Semangat.!!!

Apakah itu perasaan galau gundah gulana?
Apakah itu hasrat gelora membara?
Apakah itu memberi dan menerima?
atau 
Apakah itu ketergantungan pada jiwa lainnya?

Ah, banyak nian arti satu kata itu.

Setiap jiwa sepanjang masa punya definisinya sendiri.
Karena cinta adalah rasa, yang tidak bisa diukur tingkatnya.
Seperti bertanya lebih bagus mana antara merah dan jingga.

Aku juga punya
Satu definisi tentang cinta

CINTA ADALAH KETIKA NYAMAN BERSAMA NAMUN TAK TERENGGUT RUANG GERAKNYA. 

Saat eksistensi sebagai manusia pribadi dan ego tidak hilang hanya karena harus bersama. Itulah bagiku cinta. Kita bisa bersama namun kita masih manusia dan jiwa yang berbeda. 
Hanya yang bisa mengerti definisi cintaku yang akan bisa merebut hatiku.
Dan jika orang itu memang ada, aku tak akan pernah menyerah untuk mendapatkannya. 

Bukankah begitu ya..






Title      : Dokushin Kizoku / A Swinging Single
Genre    : Romantic Comedy
Episode : 11
Writer    : Shimako Sato
Broadcast year: October - December 2013



CAST
Kusanagi Tsuyoshi as Hoshino Mamoru
Kitagawa Keiko as Haruno Yuki
Ito Hideaki as Hoshino Susumu
Hiraiwa Kami as Genozono Reiko
etc


Dokushin Kizoku adalah drama romance komedi yang lumayan bagus. Lumayan untuk menghabiskan waktu luang di akhir pekan. Ada Yamapi di dorama ini. Hahaha. Itulah faktor terpenting daya tarik dorama ini bagiku, seorang fans berat Yamapi. Di dorama ini 3 pemain Buzzer Beat reunian: Keiko Kitagawa, Hideaki Ito, dan Yamapi. Meski begitu, jangan samakan dorama ini dengan Buzzer Beat. Menurutku Buzzer Beat lebih unggul.


Dokushin Kizoku bercerita tentang lika-liku cinta antara seorang Noble bachelor , Divorce warrior, dan Marriage Refugee. 

Hoshino Mamoru , seorang lajang berumur 39 tahun yang memilih untuk selalu hidup sendiri tanpa pendamping. Prinsip untuk menjadi single seumur hidup telah dipilihnya sejak dulu. Mamoru adalah seorang direktur di perusahaan perfilman, semacam Production House untuk film.  Dia adalah direktur yang handal dan bertangan dingin. Dia bekerja dibantu oleh adiknya, Hoshino Susumu yang sedang mengurus perceraian. Berbeda dari kakaknya, Susumu adalah seorang womanizer. Dua bersaudara itupun tinggal bersama dalam 1 rumah.

Mamoru tidak pernah percaya dengan apa yang namanya cinta. Baginya, jatuh cinta adalah suatu tindakan paling irrasional yang dilakukan hampir seluruh umat manusia. Jatuh cinta membuat orang menjadi bodoh. Semua keputusan yang didasari atas cinta bagaikan keputusan yang diambil ketika orang sedang mengalami demam 40 derajat. Hingga kemudian dia bertemu dengan Haruno Yuki, seorang penulis skenario amatir yang tanpa sengaja telah merubah hidupnya.

Susumu dan Mamoru
img source: here
Tanpa sadar, di antara Mamoru dan Yuki tumbuh perasaan cinta. Tapi kisah cinta mereka tidak berlangsung mulus begitu saja. Butuh waktu agak lama bagi kedua orang itu untuk sadar akan perasaannya satu sama lain. Terlebih lagi ada Susumu yang juga jatuh cinta pada Yuki. Susumu yang cepat bergaul dengan wanita, seorang womanizer sejati sempat meluluhkan hati Yuki. Bahkan Mamoru juga sempat bertunangan dengan Genozono Reiko demi memuluskan cita-cita Yuki. Namun, pada akhirnya cinta takkan lari kemana. Mamoru dan Yuki bersatu juga meski harus mampir ke orang lain dulu. :)

Eh, lalu Yamapi dimana perannya? Yah, Yamapi adalah guest star di sini. Karena latar cerita adalah sebuah PH maka Yamapi pasti jadi salah satu artis yang bekerja untuk salah satu filmnya. Dan memang Yamapi berperan sebagai dirinya sendiri. Tidak banyak kemunculan sih, tapi cukup untuk menghibur mataku yang sungguh sangat merindukannya. Hehehe

Menguliti Dorama

Overall dorama ini bagus. Tema yang diangkat juga cukup yaitu tentang kehidupan orang-orang yang memilih lajang meskipun sudah berusia di atas 30an. Hal ini bukan fenomena baru, dan lucu juga ketika ini dijadikan bahan drama komedi romantis. 'Sedikit tersindir' atau malah mendapat dukungan. Hahaha.

Dialog antara pemain terkadang sangat cerdas sehingga aku tidak bisa tidak setuju dengan apa yang dikatakan. Di adegan pertama ketika Yuki dilamar pacarnya untuk menikah. Menikah bagi pasangannya berarti seperti mendapatkan asisten rumah tangga gratis yang bisa mengurus rumah. Bagi Yuki itu adalah hal yang sangat mengerikan. Jika menikah berarti harus begitu, dia memilih untuk tidak menikah saja. YA, itu adalah keputusan yang sangat tepat. Ngapain nikah kalau cuman dijadikan pengurus rumah? Apa bedanya sama pembokat? Hehehe.

Lalu ada cerita tentang Mamoru yang punya hobi aneh, menciumi koleksi sepatunya, memasak makanan ala restoran, sampai menyusun barang-barang dengan urutan tertentu. Baginya kenikmatan dari hobinya itu bisa terancam jika harus punya pasangan yang pasti akan membatasi ruang geraknya. Hingga akhirnya dia bertemu Yuki yang dekat dengannya namun tidak mencuri ruang kebebasannya. Justru dia merasa bertemu dengan dirinya yang lain. Yatta! That's Love. Cinta itu adalah ketika seseorang ada di dekat kita tapi tidak mencuri ruang kebebasan kita. Setuju!

Alur/ plot dorama ini menarik di separuh episode awal. Jalan cerita yang tidak mudah diduga, intrik yang menarik menghiasi awal-awal episode. Tapi di separuh keduanya, mulai agak membosankan. Ketika para pemainnya mulai galau dan kisah-kisah cinta yang belum kesampaian. Kesan lucu dan cerdas berubah menjadi melankolis yang menurutku membosankan. Aku pribadi memang kurang suka cerita patah hati standar (kisah menye-menye gitu). Tapi untungnya nih ya, Yamapi mulai nongol di akhir-akhirnya. Meskipun sebentar, tapi cukup membuat deg-degan juga menunggu si ganteng ini muncul. Hihihi. I love you 山ーP.
Yamapi is so cute, as always. :-D
img source:here
Bagaimana aktingnya? Lumayan lah. Bagus kok. Suka. Eh, tapi ya bagus saja. Bukannya yang bagus banget. Aku suka pemeran utamanya di sini, Kusanagi Tsuyoshi. Dia tidak terlalu ganteng sih, pendek lagi. Tapi pesonanya tidak kalah dengan Hideaki Ito yang ehm..lebih tinggi dan lebih ganteng. Sebagai pemeran utama dia mendapatkan seluruh atensi. Memang sudah seharusnya begitu. Keiko Kitagawa ya begitulah, bagus. Justru Hiraiwa Kami yang memerankan Genozono Reiko yang bagus. Lucu sekaligus menggelikan. Pas banget dia memerankan perempuan bangsawan yang suka ngomong nyerocos gak karu-karuan. Pemeran pembantu lain ya, biasa saja juga. Hehehe.

Setting/ latar cerita menurutku bagus. Sedikit belajar betapa susahnya menulis script film, bagaimana repotnya membuat sebuah film. Untuk adegan beberapa menit saja ternyata prosesnya panjang sekali. Salut untuk para aktivis di dunia hiburan yang dengan sepenuh hati melakukan pekerjaannya.

Untuk lagu soundtracknya, Shareotsu oleh SMAP, tidak terlalu nyangkut di hatiku. Biasa saja.

Goodpart: The idea, 40 degree fever of love, Yamapi.
Badpart: Slow plot in half-end episodes, Boring sad love story.

7/10


"Semua keputusan yang diambil saat jatuh cinta sama dengan keputusan yang diambil saat terkena demam 40 derajat."
Ilmu manusia itu terbatas dan mustahil untuk menguasai semua pengetahuan. 
Justru itulah berita baiknya.
Sampai sekarang, belum ada seorang manusia pun yang mampu mencapai batasnya. 
Batas kemampuan manusia. 
Karena itulah mari berlomba-lomba menemukan batas itu.

Batas itu sudah pasti ada.
Garis finish itu sudah pasti ada.
Ibarat lomba lari kita tahu ada garis finish di depan sana.
Jadi semangat kan?

Ayolah semangat.
Berlari dan berlari.
Temukan batasmu sendiri.

Kali ini adalah kisah tentang jengkol. Makanan yang berbau khas, tajam dan menyengat. Dulu aku benar-benar membenci makanan ini. Disuruh sedikit mencoba pun hanya akan berakhir mual dan ingin muntah. Sungguh sangat mengganggu sekali. Tapi kini, jengkol malah masuk dalam daftar menu favoritku. Benar-benar jengkol telah merasukiku hingga aku tak tahan jika sudah melihat masakan berbahan jengkol di depan mata. Jengkol sama saja dengan makanan dewa. Dewa baik hati telah memberikan sedikit menunya bagi manusia. Terimakasih Dewa untuk Jengkolnya. Hehehe.

Awalnya dari Riau, tepatnya di Kampar Kiri, lebih persisnya lagi di Desa Batu Sanggan. Di desa yang terisolir dan hanya bisa dilalui oleh sungai ini adalah pertama kalinya aku berkenalan secara resmi dengan jengkol. Aku sempat menolak untuk berkenalan, tapi jengkol terus memaksa. Yah, jengkol bisa dikatakan sayur wajib bagi masyarakat di desa yang indah ini. Aku tak kuasa menolak tawaran dari seorang ibu yang berbaik hati memasakkan jengkol untukku. Dan bukan itu saja, semua menu memang berasal dari jengkol, sayur jengkol, lauk sambal ikan jengkol, dan jengkol-jengkol lainnya. Tak ada pilihan mungkin lebih tepatnya. Jika tak berdamai dengan jengkol, ya sudah makan nasi putih saja. Dan itu tidak enak kan?

Dan pada akhirnya, jengkol yang dimasak si ibu telah membuatku jatuh cinta. Memang aneh pada awalnya, tapi karena bumbu masak yang sempurna jadilah dia menu istimewa. Beberapa hari aku berada di desa itu, semakin kenal pulalah aku dengan si jengkol. Tak kupedulikan lagi bau menyengat di mulut, apalagi yang di toilet. Ah biarlah saja, yang penting enak. Dan sejak saat itu pulalah aku jadi penggila jengkol.

Masakan jengkol paling enak adalah jengkol iris yang digoreng kemudian disambal balado. Rasanya itu mirip perpaduan antara kacang dan 'sesuatu'. Aku yakin jika 'sesuatu' itu adalah ruhnya si jengkol. Zat X yang hanya dipunyai si jengkol. Entah apa namanya. Aku juga suka semur jengkol. Hehehehe.


img source: here

Pernah mendengar ini:

"Rasanya sedih jika melihat teman yang gagal tetapi lebih sedih melihat teman yang jauh lebih berhasil."

Entah siapa yang pertama kali mengungkapkan kalimat itu.  Kalimat yang kupikir cerdas. Apa yang disampaikannya tidak bisa untuk dipungkiri meskipun sungkan untuk disetujui. Kalimat itu menjadi penggelitik hati, merangsang pikiran untuk mengetahui lebih dalam dari sebuah hubungan antara manusia. Butuh beberapa waktu lamanya bagiku untuk mengulik apa sebenarnya maksud dari kalimat itu.

Kalimat majemuk di atas terdiri dari dua bagian, yaitu bagian pertama dan bagian kedua yang dipisahkan  oleh kata sambung 'tetapi' yang menunjukkan pertentangan. Itu berarti bahwa antara dua kalimat di atas ada ketidak cocokan, ada kontras. Yuk satu-satu dibahas.


'Rasanya sedih jika melihat ada teman yang gagal'. Maksud dari kalimat itu adalah bahwa kita (si subyek) akan  merasa sedih dengan syarat jika melihat ada teman yang gagal. Atau dengan kata lain seorang yang gagal akan menjadi sumber kesedihan bagi kawan-kawannya. Tetapi kawan yang manakah?

Lalu dijawab di frasa setelah kalimat induknya: "tetapi lebih sedih jika melihat teman yang jauh lebih berhasil". Maksudnya adalah bahwa kita (si subyek) akan merasa sedih dengan syarat melihat teman yang jauh lebih berhasil. Itu berarti bahwa seseorang yang berhasil juga menjadi sumber kesedihan bagi kawan-kawannya. Nah lho? Yang bener yang mana?


Yuk belajar sok-sokan berlogika matematika.
Misalkan
A= teman gagal
B= teman berhasil
C= sedih

Teman gagal = sedih  ----> A = C
Teman berhasil = sedih ----> B = C
 A = B = C
Teman gagal = Teman berhasil = Sedih

Kira-kira begitulah logikanya. Intinya adalah mau kawan kita gagal atau berhasil kita tetap saja sedih. Tapi kadar sedihnya mungkin berbeda. Jika sedih biasa adalah C dan misalkan sedih banget Cx, maka Cx > C. Misalkan nilai sedih banget 2 kali lipatnya sedih biasa maka Cx = 2C. Lanjut yuk sok-sokannya

Cx = 2C
Temen gagal = sedih  atau A = C
Temen berhasil = lebih sedih atau B = Cx = 2C

Jika A=C dan B=2C, maka

B = 2C = 2A
B = 2A

Artinya : Teman berhasil = 2 kali teman yang gagal.
Nilai teman yang berhasil ternyata dua kali lipatnya teman yang gagal. Itu artinya orang berhasil lebih banyak menjadi sumber kesedihan bagi teman-temannya dibandingkan orang gagal. Kenapa begitu?

  1. Pada dasarnya konsep 'bersyukur' itu agak aneh (menurutku ya). Kita bersyukur dan berbahagia karena ada orang yang lebih tidak beruntung dari kita, lebih lemah dari kita. Karena berada di tingkat yang lebih tinggi maka kita merasakan suatu 'kebahagiaan' dengan apa yang kita miliki.  Sistem perbandingan dengan melihat ke bawah, bagiku seperti tak ada bedanya dengan bersyukur di atas penderitaan orang lain. Sama saja kondisinya jika ada teman yang gagal. Tentu saja orang lain yang berada di atas akan merasakan lebih bahagia, dan sedih yang dirasanya itu adalah wujud empati saja. Tetap saja sesedih apapun, tentunya mereka tidak mau ditukar nasibnya. Mungkin begitu.

  1. Lalu bagaimana dengan teman yang jauh lebih berhasil? Sekarang kondisinya dibalik. Kita berada di bawah dan melihat seseorang di atas. Kurasa semua orang pasti punya sifat dasar 'iri', hanya saja mungkin tidak semua orang memelihara sifat itu. Wajar saja sih, melihat orang lebih tinggi itu pasti menimbulkan keinginan lebih untuk ikut ke atas. Ketidakpuasan atas apa yang sudah dimiliki. Kurasa bohong jika orang bisa bersyukur jika melihat ke atas, tentu saja akan balik lagi ke poin 1. Mereka akan menemukan syukur itu kembali ketika melihat ke bawah. Jadi kalau mau bahagia sering-seringlah lihat ke bawah.Hahaha.. Suatu pandangan yang sinis ya.

Dengan uraian di atas tentu jelaslah kenapa nilai penyebab kesedihan orang berhasil lebih tinggi dari orang gagal. Meskipun apa yang kuutarakan di sini cenderung sinis dan nyinyir, tapi bukan itu yang ingin kusoroti. Seperti judulnya di atas, "Sesungguhnya kita saling peduli". Ya itulah poin pentingnya. Bagaimanapun kondisinya, kita tetaplah makhluk sosial yang butuh orang lain. Apapun keadaan kita, kondisi kita, akan selalu ada orang-orang yang memperdulikan kita. Berhasil ataupun tidaknya kita, akan menjadi sumber kebahagiaan ataupun kesedihan bagi teman-teman kita.

Jika saat ini kita berhasil, meskipun ada teman kita yang mungkin sedih, tapi sedih itu akan menyemangati mereka untuk bergerak lebih tinggi lagi. Tidak apa-apa. Dan jikapun jika saat ini kita di bawah, dalam kondisi gagal. Tenanglah, karena sesungguhnya teman kita yang jauh lebih berhasilpun merasakan sedih akan kondisi ini. Kita tidak pernah sendiri, karena sesungguhnya kita saling peduli.


Itulah yang terpenting.

Jadi kangen Lawalata nih.. L-girls 2011

Malam hari selalu menjadi waktu yang paling tepat untuk mencari inspirasi. Mungkin dalam gelapnya dunia, justru di situlah cahaya menampakkan cantik sosoknya.

Bukannya tak sadar bahwa segala yang indah selalu mengandung resikonya. Keindahan inspirasi malampun juga membawa bibit resiko yang tak bisa disepelekan.

Belenggu jasmani sungguh membatasi diri dalam definisi sebagai seorang makhluk, sebuah ciptaan. Tentu tak bisa lepas dari alamnya, kodratnya sebagai ciptaan. Dan kita ini adalah ciptaan yang berkehendak. Kehendak ciptaan bagian dari kehendak penciptanya. 

Ahh,.... kenapa ini begitu rumit ya. Berpikir dan berpikir untuk tidak berpikir sama-sama membuatku kepikiran. Jadi pusing. Pertarungan di kepala itu rasanya benar-benar sesuatu, jika boleh kupinjam istilah Syahrini. 'Sesuatu' itu adalah ungkapan untuk satu hal yang tidak jelas alias absurd, tak terdefinisi. Ya itulah di kepalaku saat ini. 

Terkadang sempat heran kenapa pikiran dan hati itu dipisahkan. 'Hati' yang tentu saja bukan liver atau jantung yang sering ditunjuk di dada jika orang mengacu pada 'hati'. Wong hati dan pikiran itu sama-sama kerjaan otak, katanya. Jadi harusnya nunjuk kepala kalau ngomongin hati, bukannya dada. 

Dalam gelapnya malam ini, ingin mencoba merasakan sedikit cahaya, mencari dimana letak hati berada. Ya ya ya. Dan jawabannya hati itu ada di pikiran kita. 

Tidak berpikir sama saja tidak punya pikiran, tidak berpikir sama saja tidak punya hati. Mangkanya berpikir. 

Lebih baik berpikir tanpa bertindak atau bertindak tanpa dipikir? Haduhhh.... Pe Er lagi nih..

Selamat malam.





Bagi kami, anak sekolah SD di kota kecil Boyolali, PORSENI adalah acara yang istimewa. Pekan Olah Raga dan Seni atau Porseni adalah acara tahunan yang diselerenggarakan antar SD di seluruh Kecamatan Boyolali. Tak terkecuali bagi SD ku, SD Boyolali VIII yang menjadi bagian dari masa kecilku yang indah. Dalam acara Porseni hanya anak anak kelas 4,5 dan 6 yang biasanya berpartisipasi. Selain sebagai atlit atau peserta lomba, kami juga bertugas untuk menjadi penari di acara pembukaan. Tari massal lebih tepatnya. Dan aku sudah dua kali mengikuti tari massal ini, saat kelas 4 dan 5.

Terlibat dalam acara yang besar ini sungguh menjadi kebanggaan tersendiri. Rasanya keren dan gagah sekali bisa ikut dalam acara se-kecamatan. Meskipun tidak ada seleksi khusus untuk menjadi penari massal dan semua anak di kelasku juga ikut dalam tarian ini, tapi tetap saja rasanya senang. Ketika aku kelas 4, kostum tari massal kami adalah seragam olah raga. Sedangkan di tahun berikutnya, kostumnya menjadi lebih kreatif  yaitu celana, baju dengan diikat selembar kain jarik/samping/batik sebagai aksesori, tak lupa kami juga membuat pom-pom dari tali rafia. Saking semangatnya, aku sampai minta dibelikan jarik baru, jarik dengan motif lereng. Aku ingin berbangga pada ibuku bahwa aku bisa ikut di acara sepenting ini.

Dan waktu itu mungkin sekitar tahun '97 atau '98 aku lupa-lupa ingat, aku masih kelas 6 SD. Saatnya Porseni berlangsung. Pembukaan acara yang meriah telah berlalu dan dimulailah hari-hari pertandingan.  Selama satu minggu lebih kawan-kawan atlit dari SD kami berjuang untuk nama baik almamater. (Hehehe).  SD ku cukup tangguh dalam cabang sepak bola. Tentu saja karena kami memiliki tim sepak bola yang kuat, dan pemain yang handal. Sebut saja namanya Topik, Teguh, Andri, Hijrah, dan lain-lainnya. Mereka adalah teman-teman sekelasku yang badannya besar-besar dan tinggi. Kebanyakan memang pernah tinggal kelas sih.Hee. Ehm,... Apa kabar mereka sekarang ya? Tiba-tiba jadi kangen.

Sebagai teman yang baik, aku dan beberapa teman sekelasku menjadi suporter. Tim sepak bola pun juga tidak hanya terdiri dari teman-teman SD ku saja, tapi gabungan dari sekolah lain juga. Aku lupa bagaimana mekanisme pertandingannya, tapi kurasa itu bukan inti dari cerita ini. Hehehe. Menjadi suporter itu mungkin lebih seru daripada ikut langsung bertanding. Semangat yang menggelora, emosi yang membara, itulah yang kurasakan ketika menyaksikan tim jagoanku bertanding. Pernah pula air mata mengalir hangat di pipiku lantaran tim ku kalah di satu pertandingan. Beberapa kali aku menjadi suporter, berpindah-pindah dari lapangan satu ke lapangan lain, mengikuti kemana pertandingan berlangsung.


Kemudian tibalah sore itu, suatu sore yang cerah yang masih berbekas di memoriku. Pertandingan hari itu dilangsungkan di Lapangan Sunggingan, sebuah lapangan bola di seberang jalan depan SD ku, sekitar 100 meter dari rumahku. Aku bersama teman-teman sekelasku, geng paling top di kelasku. Hahaha. Kalau bisa dibilang begitu ya. Sore itu ada aku, Nika, Tia, Trisna, Mbak Prihatin, dan mungkin ada beberapa kawan yang lain.

Kami berkumpul di sisi selatan lapangan, sisi yang paling dekat sekolah. Lapangan Sunggingan dibatasi oleh tembok batu setinggi kurang lebih 3 meter yang mengelilingi empat sisinya. Di pinggir-pinggir lapangan bagian dalam terdapat gundukan tanah miring setinggi 2 meteran. Di gundukan-gundukan tanah inilah biasanya para penonton pertandingan menikmati duduknya sepanjang pertandingan. Dari gundukan tanah ini pulalah kami bisa melongok jauh ke bawah, melewati batas tembok batu dan memandang ke sekolah kami di seberang jalan. Sungguh sensasinya berbeda sekali melihat sekolah kami dari ketinggian itu. Melihat jalan dari atas dan halaman sekolah kami. Seringkali kami berteriak-teriak dari atas gundukan tanah di dalam lapangan untuk bicara dengan kawan yang berada di sekitar sekolah, di bawah sana. Hemm,... Nostalgic sekali perasaan itu.

Dan sore itu, kami juga sedang memandang ke sekolah kami dari atas. Dari jalan di bawah kami kemudian lewat sekelompok anak laki-laki dari SD lain dan mungkin juga teman sekelas kami tapi hanya 1-2 orang saja. Meski tidak kenal tapi kami tahu jika mereka adalah tim sepak bola yang selalu kami suporteri. Tiba-tiba kami menjadi mengobrol. Kami dari balik tingginya tembok batu 3 meter dan mereka di jalan di bawah kami. Di antara teman-temanku yang asyik mengobrol aku hanya terdiam. Karena aku memang agak pendiam saat itu. Lalu salah satu temanku, Tia berkata pada salah seorang dari mereka, minta tolong untuk sesuatu hal yang aku lupa dan tak bisa kuingat lagi.

"Eh tulung kuwi ...bla bla bla", kata Tia. ("Eh, tolong itu... Bla bla bla".)
Lalu anak laki-laki itu menjawab, "Iyo, tapi kenalan dhisik karo sing paling pinggir kae".  ("iya, tapi kenalan dulu sama yang paling pinggir itu".)
Dia berkata seperti itu dengan senyum-senyum aneh sambil menunjuk orang paling pinggir. Itu adalah aku. Shock, kaget, malu, deg-degan, dan perasaanku tidak jelas bercampur-aduk. Aku yakin mukaku merah padam seperti kepiting rebus, panas di mukaku masih kuingat. Ditambah lagi teman-temanku ikut meledek. "Wahh, mbak Is.....", serempak sepertinya mereka menggodaku.

Tanpa ada pertimbangan apapun tiba-tiba aku menjauh, berjalan cepat nyaris berlari. Aku menuju pintu timur lapangan dan keluar ke jalan yang berlainan. Aku hanya ingin pergi menjauh sejauh mungkin. Malu setengah mati rasanya, mukaku panas seperti terbakar rasanya. Hahahaha. Lebay mode on.

Kupikir teman-teman yang kutinggalkan akan terbengong-bengong dan bingung melihat tingkahku. Atau mungkin malah mentertawakanku. Aku bahkan tidak berani berpikir bagaimana perasaan si anak laki-laki yang bahkan wajah dan namanya tak bisa lagi kuingat. Benar-benar telah terhapus dirinya dari memori otakku yang terbatas. Hanya kenangan akan kejadian itu yang abadi di hatiku. Dia adalah anak laki-laki pertama yang mengatakan aku cantik, anak laki-laki pertama yang membuatku salah tingkah dan membuatku bingung tak karuan. Yah, dia adalah penggemar pertamaku. Si anak laki-laki yang wajah dan namanya tak bisa kuingat.

Mungkinkah kita bisa bertemu lagi ya?


 ---------


I don't know why but I love them very much. My happiest time is everytime I near them, the children. They remind me of a time when I was a little girl, dreaming about the world and the limitless future.

Ini adalah catatan tentang seorang sahabat, seorang teman yang dalam hidupku yang cuma sekali ini telah ditakdirkan oleh Tuhan untuk kutemui. Ya, melalui catatan ini aku ingin mengungkapkan betapa mereka-mereka ini sangat berharga. Benar-benar berharga hingga aku bahkan kadang tak bisa mengungkapkannya dengan kata-kata. 

Suatu siang di pondok (Yusni, K Irawan, aku) '08
Cerita kali ini adalah tentang Yusni. Yusni Atmawijaya nama lengkapnya. Seorang kawan yang entah sengaja atau tidak kutemui di kota Pempek-Palembang. Meski aku yakin tidak ada yang namanya kebetulan, tapi pertemuanku dengan Yusni mungkin bisa dibilang telah didesain sebelumnya. Desainer bernama Tuhan tentunya. Ini juga berlaku bagi semua pertemuan-pertemuanku dengan kawan-kawanku yang lainnya. Halah,... Kumat lagi lebay-nya. Ya begitulah Yus, aku masih menjadi orang yang lebay dan masih sok-sokan puitis. Tentu kamu masih ingat kan tragedi sms nyasar itu. Hahaha.. Yes, I am still the same person as you know.

Pertama kali ketemu Yusni ketika aku sedang bermain ke Palembang, menghabiskan sisa waktu setelah kelar PKL di Krui, Lampung. Waktu itu aku punya waktu sisa 1 bulang yang sangat sayang jika tidak dipakai untuk jalan-jalan. Aku putuskan untuk bermain ke Palembang, karena di sana ada Uyung, seorang kawan pecinta alam dari Unsri yang sebelumnya telah kukenal di Bogor. Jadi Yusni adalah kawan dari seorang kawan. Ketertarikan terhadap alamlah yang akhirnya mempertemukan kita. Jurusanmu biologi kan? Masih sangat jelas di ingatanku ketika kita pernah berbeda pendapat saat diskusi tentang konservasi. Ya ya, beda pendapat itu selalu menyenangkan, lebih seru, lebih asik. Ya kan?

Waktu itu, satu minggu yang sangat berharga bersama Legua, kelompok caving bentukan kawan-kawan penggiat caving di Sumatera Selatan. Legua waktu itu akan mengadakan penelusuran gua di Kecamatan Kikim, di daerah Lahat. Untungnya waktu itu itu Uyung mengajakku ikut serta dan mengenalkanku pada kawan-kawan di Legua. Ah masih ingat aku dengan Maman, Deven, Bertha, Yusni, dan perempuan satu-satunya Mike. Kebetulan juga waktu itu ada Algi, kawan dari Jakarta yang sedang ada tugas dari organisasinya. Lengkaplah tim penelusuran gua. Yah, kalau bisa dibilang aku hanyalah tambahan saja di tim itu. Pemeriah, tim hore, pelengkap saja. Tapi aku sungguh sangat senang. Serius. Meskipun caving bukanlah sesuatu yang kudalami, namun berteman dengan teman baru di tempat baru bagiku adalah hal yang paling menyenangkan.

Bedanya caving di Jawa dan Sumatera benar-benar kurasakan saat itu. Caving di Sumatera bisa dikatakan adalah gabungan antara gunung-hutan dan caving. Butuh seharian waktu untuk sampai di lokasi goa. Sumpah, itu cukup jauh dan menguras tenaga. Panas matahari siang sangat menyengat terlebih ketika kita harus melewati kebun-kebun yang terbuka. Berapa kali kita harus menyeberangi sungai-sungai yang cukup lebar. Aku ingat waktu itu Yusni memakai tas carrier yang cukup besar. Dan aku yakin itu pasti sangat melelahkan. Tapi seru ya...

Selama peneluran goa itu adalah awal mula saat kita mulai saling kenal. Setelah kita kembali ke Palembang dan aku harus meneruskan jalan-jalanku ke Jambi sampai kemudian aku balik ke Bogor lagi, kita tidak pernah berhenti berkomunikasi. Satu hal yang paling kusuka dari Yusni adalah bahwa kamu tidak segan-segan mengirim sms meski hanya sekedar bertanya kabar. Kamu tahu? Itu adalah salah satu hal sederhana yang semakin kesini kurasa semakin sulit. Dan hal itulah yang kurasa membuat seseorang kehilangan perkawanannya. Bahkan sampai sekarangpun kita masih saling berkomunikasi kan ya. Hehehe.

Satu hal yang paling kusesalkan tentang kamu adalah ketika kamu datang ke Bogor, mungkin di saat yang tidak terlalu baik. Waktu itu aku sedang sakit gigi. Gigi bungsuku sedang mendesak keluar dari gusiku, menabrak-nabrak sarafku, dan itu rasanya sakit sekali. Sakit yang membuatku uring-uringan setiap hari, pada siapa saja. Dan kamu datang saat itu. Maaf ya Yus, jika mungkin waktu itu aku sempat bersikap kurang mengenakkan. Sungguh aku tak pernah punya maksud apapun. Justru aku senang kamu main ke tempatku, berkenalan dengan teman-temanku. Pasti ingat 'Emping' kan? Sama-sama makhluk biologi kalian ini.

Sudah berlalu 6 tahun sejak kita bertemu dulu itu. Sudah lama tidak jumpa dirimu. Tapi aku yakin sekali, bahwa kamu akan selalu baik-baik saja. Semangatmu yang menggelora pada ilmu pengetahuan alam kuharap akan selalu kamu bawa. Apapun yang kamu geluti sekarang, kudoakan selalu sukses. Eh, aku tidak tahu aktivitasmu apa? Hehehe. Aku belum update info terbaru darimu. Tapi tidak apalah, aku yakin kamu tetap menjadi Yusni yang baik, yang pintar, dan kritis. Semangat ya kawan.


Semoga suatu saat kita bisa bertemu lagi, mungkin caving bareng lagi, atau hanya sekedar ngopi di kedai  sambil bercerita sudah sampai sejauh mana hidup telah membawa kawanku pergi. 

Eh, mungkin kamu ingin tahu kenapa kutulis Yusni, seorang kawan ilmuwan. hehehe. Karena kamu memang ilmuwan Yus. Cocok kamu jadi peneliti. Itu pikirku ya.. Hehe
----------
Tim Penelusur Goa (-Algi)
Tidak tahu ya
Hanya ingin lari
Itu saja

Tidak pasti juga 
kemana
sampai kapan

Hanya ingin lari
hingga tersengal
berburu nafas 

Tidak yakin juga
jika itu benar
atau salah?

Ah Entah
Tidak tahu, tidak yakin, tidak pasti

Hanya butuh merenung
dalam diam dan sunyi
dalam bisu dan tuli
sendiri


(Kisah masa kecil yang menyenangkan untuk dikenang)

Saat itu aku masih kelas 2 SD. Di sekitar rumahku masih sedikit tempat untuk mengaji, untuk belajar membaca Al Qur'an dan untuk belajar agama Islam. Namun begitu, Ibuku ingin anaknya mendapatkan ilmu agama sedini mungkin. Aku pun didaftarkan di sebuah TPA  (Taman Pendidikan Al Qur'an) yang berada di desa tetangga yaitu Desa Banaran di kota kecil kelahiranku Boyolali. Tentunya aku juga tidak sendiri, beberapa temanku ikut mendaftar mengaji juga termasuk teman baikku, Purwanti.

Kesan pertama ketika aku memasuki TPA itu adalah terkagum-kagum. Aku masih sangat ingat bahwa TPA di Banaran ini benar-benar besar. Terdapat beberapa kelas-kelas yang membagi santri berdasarkan tingkatan belajarnya. Entahlah ada berapa kelas, mungkin 4 atau 5 atau mungkin lebih.  Aku tidak terlalu ingat. Kelas-kelas yang memanjang itu berujung pada sebuah pelataran yang cukup luas. Di depan pelataran itu ada masjid besar. Ada beberapa orang berjualan makanan ringan anak-anak. Salah satu penjual yang paling berkesan bagiku adalah seorang nenek tua yang menjual bubur kanji campur kelapa dan juga kripik singkong manis (kering). Nenek itu juga yang berjualan di depan SD ku. Rasa bubur dan keringnya enak dan aku masih ingat betul bagaimana manisnya di lidah kecilku. Mungkin saat kutulis catatan ini nenek penjual itu sudah meninggal. Dulu saja dia sudah sangat tua, mungkin sekitar 70 tahunan.

Selama berhari-hari di TPA, ibuku selalu mengantar, menunggu, dan menemaniku sampai pulang. Ibuku tidak sendiri, beberapa ibu-ibu lain tetanggaku banyak juga yang mengantar dan menunggui anak-anaknya. Lumayan juga jarak TPA dari tempat tinggalku. Setelah aku didaftarkan mengaji di TPA, beberapa anak tetangga juga ikut didaftarkan di TPA yang sama. Aku masih ingat Mbak Benny dan Mbak Evin, 2 orang tetanggaku yang menyusul.

Hari-hari di TPA kulalui dengan gembira. Aku senang bisa belajar di tempat yang baru, teman baru, ilmu baru, dan tentu saja jajanan baru. Bahkan ustadku pernah memuji jika tulisan arabku bagu. Senang sekali rasanya. Hehehe. Hingga pada suatu hari yang samar-samar tersimpan dalam ingatanku. Sesuatu hal yang sangat kusesalkan terjadi. Satu hal yang membuatku kapok untuk mengaji di tempat itu lagi. Dan hal itu pulalah yang akhirnya mengakhiri masa belajarku di TPA Banaran.

Sore itu ustad pengajarku, aku lupa namanya dan yang kuingat hanyalah seorang bapak berperawakan besar, mengajar di kelasku. Kelas Jilid 1, kelas pertama dalam tingkatan TPA. Aku masih ingat dia berkata pada santri-santrinya, "Ayo yang paling duluan ngaji, nanti pulangnya cepat". Kupikir itu berarti bahwa jika aku duluan mengaji maka aku bisa pulang lebih awal. Karena aku bersemangat untuk segera pulang akhirnya aku benar-benar mengaji duluan dan setelah selesai aku keluar kelas. Ya kupikir sudah boleh pulang karena tugasku sudah selesai. Aku keluar dan menemui ibuku, kukatakan bahwa sudah selesai dan boleh pulang. Rasanya sedikit bangga karena bisa lebih dulu selesai dibanding yang lainnya. Dan suasana TPA di luar ruangan ketika pelajaran masih berlangsung itu sungguh sesuatu yang baru bagiku.

Aku jajan dan memakan jajananku di bawah pohon rindang, di tempat duduk yang ditempati oleh sejumlah ibu-ibu, termasuk ibuku. Tidak terlalu lama, mungkin hanya sekitar 10-15 menit aku duduk-duduk, tiba-tiba seorang teman sekelasku muncul memanggilku. Aku disuruh balik ke kelas. Lho kok? Aku bingung setengah mati. Tadi sudah boleh pulang kok ini malah disuruh balik ke kelas lagi? Aku merasa tidak bersalah, tapi aku malu setengah mati. Sepertinya ada kesalahpahaman antara aku dan ustadku. Aku menolak masuk. Malu ku tidak mengijinkanku untuk masuk lagi ke kelas itu. Temanku kembali ke kelas dan kembali lagi keluar untuk mengajakku masuk. Aku masih menolak. Aku malu. Gengsi. Pada akhirnya dia berkata jika Ustad akan keluar dan menghampiriku. Oh tidak! Aku takut bertemu ustad. Aku malu bertemu teman-temanku nanti jika mereka sudah keluar kelas. Aku benar-benar malu, takut, dan gengsi bercampur aduk jadi satu. Aku memilih untuk kabur.

Aku berlari dan terus berlari. Kutinggalkan ibuku, kutinggalkan teman-temanku, ustadku dan TPAku. Ketakutanku membuatku tak kuasa untuk sejenak berhenti dan menengok kembali ke belakang. Seakan-akan aku hanya ingin cepat pulang, menjauh dari TPA secepat mungkin. Jarak yang jauh tak kupedulikan. Sampai sekarang pun aku masih bingung bagaimana bisa aku menghafal jalan yang cukup jauh berbelok-belok dan aku tidak tersesat.Waktu itu rasanya seperti sedang dikejar-kejar.  Aku sampai di rumah dalam waktu yang singkat. Ibuku baru sampai beberapa waktu kemudian.

Besoknya, aku disuruh berangkat mengaji. Aku menolak dan bersikeras tidak mau mengaji. Aku terlalu malu dan takut untuk bertemu kembali ustad dan teman-temanku. Aku benar-benar tidak ingin berada di TPA itu lagi tidak hanya sekali, tapi seterusnya. TPA Banaran bagiku sudah bukan tempat menyenangkan lagi. Acara kabur dari TPA adalah awal aku mogok mengaji, hingga akhirnya aku pindah ke TPA Annas, di Masjid Asrikanto yang meskipun di desa tetangga namun jaraknya cukup dekat dengan rumah.

(Mendidik anak kecil itu harus dengan sabar, penuh trik, dan tanpa kekerasan. Aku masih ingat betul bahwa ketakutanku waktu itu, rasa maluku, benar-benar bisa mengalahkan niatku untuk belajar. Jika boleh menyalahkan, aku akan menyalahkan ustadku yang memberi informasi yang tidak jelas itu. Eh, atau memang aku yang salah ya. Hahaha... )



----
Bermain pasir 

Title : Mahoro Ekimae Bangaichi
img source: here

Genre : Comedy, Slice of Life
Episode : 12
Broadcast year: Jan-March 2013

Cast:
Eita as Tada Keisuke
Matsuda Ryuhei as Gyoten Haruhiko


About 

Aku tidak pernah melihat dua orang laki-laki se-cute ini bersama. YA.. They're so cute together and I love them so much.

Itulah hal yang paling terpaku dalam diriku ketika menonton dorama ini. Betapa hubungan sesama pria bisa sangat mempesona seperti ini. Lagi-lagi Eita menyihirku dengan aktingnya yang sempurna, bersanding dengan Matsuda Ryuhei yang cool namun kocak. Aku benar-benar jatuh cinta dengan mereka di 'Mahoro Ekimae Bangaichi'. Dorama ini adalah lanjutan dari movie Tada's Do It All House di tahun 2010. Namun tenang saja, tidak melihat movienya tidak akan menjadi masalah untuk menonton dorama ini. Semua bisa dipahami dengan sangat mudah. Karena aku sendiri juga belum menonton movienya.


Dorama yang bersetting di kota fiktif bernama 'Mahoro' ini berasal dari kisah novel karya Miura Shion dengan judul yang sama. Bercerita tentang Tada Keisuke (Eita) yang menjalankan bisnis jasa kerja apa saja , pekerja panggilan, kerja macam-macam yang sering disebut Benri-ya. Tada bisa bekerja sebagai tukang sapu, tukang sampah, sampai dengan pekerjaan macam-macam lain seperti jadi pemain gulat, dan detektif amatiran. Tada tinggal bersama dengan Gyoten Haruhiko (Matsuda Ryuhei), seorang tunawisma yang agak aneh, pemalas, dan selalu tertawa. Sebenarnya Gyoten sendiri adalah teman satu SMP-nya Tada.  Dengan moto kerjanya ' kami melakukan kerja sebanyak yang kami bisa',  Tada dan Gyoten melakukan satu demi satu pekerjaan yang tidak biasa, di kota kecil bernama Mahoro.

Menguliti Dorama

Kisah dari dorama ini bagus, lucu, ringan, meski sebenarnya banyak pesan-pesan yang tersirat. Menonton dorama ini sungguh terasa sangat cepat, waktu seakan lari, dan tiba-tiba satu episode selesai. Yah, ciri-ciri jika menonton dorama bagus. Alur/ plot yang bagus membuatnya mudah dipahami dan dialognya menarik untuk didengarkan. Latar cerita juga lumayan. Dijamin tidak rugi nonton dorama ini. 
Lanjut lagi dibawah
Pada episode awal, cerita lebih ringan, satu episode satu pekerjaan, dan tentu saja bukan pekerjaan sembarangan. Pekerjaan unik yang hanya bisa dilakukan oleh seorang Benri-ya. Di episode pertama Tada dan Gyoten menjelma jadi Benri-brothers, pegulat professional  yang menantang pegulat tua di pertandingan terakhirnya, di episode kedua mereka menjadi layaknya detektif amatir yang mencari-cari orang, selanjutnya mereka bertugas memusnahkan patung lilin manusia, dan tugas-tugas lain yang aneh-aneh. Mulai episode 9, kerja mulai berat dan kompleks sehingga untuk satu permasalahan dibahas dalam 2 episode. Ya, sampai episode terakhir di klimaksnya ketika Tada dan Gyoten harus bekerja melindungi seseorang dari pembunuhan. Woo... Sungguh pekerjaan yang berat kan.

Dari seluruh pekerjaan Benri-ya, aku paling suka di episode 8 ketika ada seorang perempuan (Kuroki Haru) meminta mereka untuk mengambilkan cincin dari tunangan mantan pacarnya. Sumpah ceritanya lucu sekali dan sangat menghibur. Terlebih ketika adegan terakhir, ketika si perempuan memberikan hadiah bagi mantan kekasih dan tunangan barunya. Sungguh hadiah yang sangat 'menjijikkan'. Aku terpingkal-pingkal di episode ini.

Sedangkan episode paling 'mengerikan' adalah episode 11 dan 12. Banyak adegan kekerasan di sini yang aku sungguh tidak suka. Orang dipukul dengan pipa besi sampai muntah-muntah dan mandi darah. Sungguh tak ada lucu-lucunya. Apalagi ketika adegan Tada menghajar musuhnya bertubi-tubi meskipun lawannya sudah berdarah-darah. Ngeri banget melihat Eita (Tada) seperti itu, seperti pembunuh. (Terpikir olehku jika orang bisa lepas kendali jika sudah terkena darah).Tapi untungnya Gyoten menetralkan suasana dengan menembak pantat penjahat lainnya. I love Gyoten, sungguh. Sosok Gyoten adalah pencair suasana yang sangat baik.

Aku suka akting kedua tokoh utamanya, Eita dan Matsuda Ryuhei. Jika Eita aku sudah sering melihatnya, namun aku baru kali ini melihat Matsuda Ryuhei. Eita sudah tidak diragukan lagilah kualitas aktingnya. Bagus. Namun, Matsuda Ryuhei juga sangat bagus menjadi Gyoten. Aku suka bagaimana karakter Gyoten di dorama ini. Rasanya pas banget semuanya, gayanya, ekspresinya, stylenya, rambutnya, jalannya, tertawanya, sampai 'tengil'nya pun aku suka. Benar-benar membuat jatuh cinta dia. Apalagi ketika kedua tokoh utama bersama. Oh God, I love them. They're just soooo cute...

Dibagian akhir episode jangan dilewatkan lagu penutup dan cuplikan episodenya. Di lagu penutup terdapat adegan keseharian dari Tada dan Gyoten yang cute banget. Dan setelah cuplikan selalu ada dialog antara Tada dan Gyoten yang membahas hal-hal berbeda tiap episodenya. Bukan hal penting sih, tapi sangat sayang dilewatkan. Sekali lagi, karena mereka sangat cute.

Aku suka lagu pembuka dan penutupnya, yaitu Beautiful Dreamer oleh  Flower Companyz dan Don't know what's normal oleh Sakamoto Shintaro. Cocok dengan cerita di dorama ini. Selain itu lagunya juga easy listening dengan lirik yang dalam.

Sebelumnya kusebutkan bahwa drama ini meski ringan tapi banyak tersirat pesannya. Beberapa catatan tentang hal-hal mengena di hatiku pada tiap-tiap ceritanya.

Ep 01. Saat kita menyerah pada satu mimpi yang selalu kita kejar, saat itulah kita tidak punya apa-apa lagi.
Ep 02. Kadang berbohong itu perlu untuk menjaga mimpi indah seseorang tetap utuh. (Aku tidak begitu bisa setuju dengan kesimpulanku ini)
Ep 03. Jangan menyerah menyebar usaha, karena metode tebar jaring selalu berhasil menangkap ikan, meski hanya 1.
Ep 04. Tidak semua kenangan itu harus dikenang, beberapa hal perlu dilupakan begitu saja.
 Ep 05.Mengetahui bahwa semua orang yang kita sayangi baik-baik saja itu sungguh membahagiakan.
Ep 06. Terkadang terasa ada sesuatu yang salah meskipun semua orang mendapatkan apa yang diinginkannya.
Ep 07. Mencoba hal yang berbahaya itu menakutkan pada awalnya, tapi hati-hati karena kadang membuat 'terbiasa'.
Ep 08. Ketika merelakan apa yang telah hilang dari kita, kita akan menjadi orang yang jauh lebih kuat dan lebih baik.
Ep 09-10 Sahabat itu indah, dan dengan persahabatan semua akan menjadi lebih mudah. Bantulah orang asing, dan kamu akan temukan sahabatmu.
Ep 11-12. Bagaimanapun buruknya keluargamu, tetap saja kita tidak bisa tidak menyayanginya.
Terkadang kita bisa hilang karena kebencian dan di saat itulah sahabat yang akan menyelamatkan.

Goodpart: Eita n Matsuda Ryuhei and their chemistry, Gyoten's style and laugh, nice story, episode 8, closing dialogue, grey story ending.
Badpart: Blood and x in last 2 episodes very disgusting, Eita's punches in ep 12,


------------------------
"Pada akhirnya semua orang mendapatkan apa yang diinginkan, tapi kenapa tetap saja ada sesuatu yang salah?"