Wahai para pecinta kucing atau yang mengaku 'cat lover', pasti kalian sudah gak asing lagi dengan (mungkin) satu-satunya kafe kucing di dunia: Nekorobi Cat Cafe di Tokyo, Jepang. Meskipun dengan harga yang tidak murah (bahkan untuk ukuran orang Jepang), cafe unik ini tetap eksis bahkan menjadi salah satu 'hal yang wajib dilakukan' di Tokyo. Saat aku browsing dengan keywords 'must to do things in Tokyo', nama Nekorobi Cat Cafe menjadi salah satu top tennya. Dan akhirnya aku ke sana juga.

Nekorobi terletak di lantai 3 sebuah gedung. Dengan papan nama yang tidak terlalu mencolok dan agak susah dilihat di keramaian Ikebukuro. Nekorobi menempati satu ruangan yang tidak terlalu besar, mungkin kurang dari 10x10 m. Di dalam ruangan bercat  krem itu, aku langsung disambut seketika aku membuka pintu ruangan. Gadis muda yang kawaii alias imut langsung menyapaku dan menjelaskan sekilas peraturan serta tarif di sana. (Aku yakin gadis muda inilah yang pernah kulihat di tivi, di program "Sabtu...Minggu...Setengan Satu...." yang dibawakan Asri Welas. Waktu itu kebetulan sedang ada liputan tentang kafe kucing di Tokyo. Pasti ini! Hehehe).

Aku sempat mengunjungi kafe ini minggu kemarin (Desember 2014) di suatu malam yang cukup menggigilkan badan, saat musim dingin di negeri Sakura telah menjelang. Terletak di daerah Ikebukuro yang ramai, cafe ini bisa ditempuh dengan berjalan kaki selama 10 menit-an dari Stasiun Ikebukuro. Bagi pelancong baru, sangat aku sarankan untuk selalu mengaktifkan aplikasi googlemap selama di Tokyo dan sekitarnya. Terakhir kali aku di Ikebukuro, aku berputar-putar tidak karuan di jalan-jalan malam yang super ramai dan berkerlap-kerlip hampir semuanya terlihat mirip. Selama hampir satu jam aku tidak bisa menemukan letak Nekorobi yang memang agak 'nyelip' di antara keramaian Ikebukuro. Beruntung aku bertemu seorang baik yang membantuku. 

Di ruangan hangat Nekorobi, ada 14 kucing manis yang menyambut para pengunjung. Semuanya bersih dan wangi. Wajar sih, mahal banget pasti perawatannya. Ada beberapa tempat tidur kucing yang sedang dipakai oleh penghuninya. Beberapa tamu yang datang sedang bermain dengan kucing, sekedar mengambil foto-foto dan ada beberapa tamu yang menikmati minuman hangat dari vending machine yang ada di ruangan itu. Aku? Tentunya hunting foto-foto unyu dari para neko itu! 

The Cats

Dari semua kucing di sana, paling kece adalah Haruki. Dengan badan besar dan bulu yang panjang serta tatapan tajam, Haruki menjadi kucing paling ganteng di sini. Cool!

Sebelum masuk dan setelah keluar ruangan, para tamu harus mencuci tangan dulu. Tas, barang bawaan dan jaket harus dilepas diletakkan di loker yang telah disediakan. Setiap tamu akan diberi name tag yang bertuliskan jam kita masuk kafe. Nanti pas selesai, jam masuk itu akan jadi patokan berapa biaya yang harus kita bayarkan. Untuk satu jam berkunjung ke Nekorobi, kita perlu membayar 1100 Yen atau sekitar 110 ribu rupiah. Fasilitas yang bisa didapatkan adalah bermain dengan kucing dan menikmati minuman dari vending machine. Awalnya kupikir di kafe ini, pengunjung bisa memesan makan dan minum layaknya kafe biasa. Tapi ternyata enggak! Yang ada hanya kucing. Ha ha ha... Namanya juga Kafe Kucing ya! 

Meski mahal tapi aku senang bisa ke sana. Soalnya jarang-jarang kan bisa ke sana. Bisa pamer foto juga dengan para Cat Lover lain yang pasti ngiri banget meluk-meluk kucing yang mungkin saja paling mahal di Ikebukuro. 

Ada yang mau ke sini dan selfie bareng Haruki, Kinako, Kiyomori, dkk? Datang ke Nekorobi Cat Cafe di Ikebukuro - Tokyo!

Nekorobi Cat Cafe juga punya website yang bisa kamu kunjungi. Cek ini http://www.nekorobi.jp

Haruki and I





Di suatu pesta atau mungkin hajatan atau bisa jadi festival, dalam sebuah ruang gedung yang cukup besar yang mungkin berisi sekitar ratusan orang, aku di sana. Ada sebuah panggung di hadapan barisan kursi-kursi undangan dan seseorang berdiri di atasnya, memegang mikrofon berkabel tanpa tiang dan menyanyi: karaoke! Satu persatu orang menyanyi, menyumbangkan lagu untuk acara itu. Suara tak selalu merdu bahkan nyaris sumbang meski tak kuingat jelas bagaimana suara mereka. Lalu kulihat kakak laki-lakiku di sana, Mas Eko. 

Mas Eko beberapa kali menyanyikan lagu di panggung depan, bolak-balik mungkin sampai 4-5 kali. Para hadirin di acara itu nampaknya sangat antusias untuk menyumbangkan satu lagu. Aku belum ada keinginan untuk itu. Sungkan rasanya. Tidak semua orang duduk di tempat duduknya. Mereka menyebar tak beraturan di dalam ruangan besar itu, bisa kukatakan mirip dengan acara bebas setelah acara seremoni selesai. Dan orang-orang bergantian menyanyi, meski tak semua orang memperhatikannya. Kulihat para 'penyanyi' itu bahagia, bisa eksis kurasa. 

Aku berdiri di dekat meja sajian makanan prasmanan yang terletak di belakang kursi-kursi hadirin. Ada sebuah lorong pendek tak lebih panjang dari 5 meter di bagian itu dan aku bersandar di temboknya bersama seseorang hadirin yang kukenal. Kami berbincang santai seperti orang-orang lain juga yang membentuk grup-grup kecil. Lalu kulihat kakakku kembali naik ke atas panggung untuk menyanyi. Ah, baru aku tahu ternyata kakakku yang kupikir malu-malu, sekarang mendadak eksis di depan banyak orang. 

Kawanku bertanya, "Kenapa aku tidak ikut menyumbang lagu, menyanyi di atas panggung juga?". Apakah dia mengetahui gelisah di hatiku yang mungkin saja rasa grogi dan sungkan tampil di depan umum? Ah, aku tidak boleh terlihat lemah dan aku juga tidak ingin kalah dari kakakku. Aku beralasan, "Aku tak ingin bernyanyi tapi tak didengarkan. Aku tak ingin heboh sendiri tanpa ada yang memperhatikan." Sombong nian! Itulah aku.

Tak ingin termakan omongan sendiri, akupun memutuskan maju ke panggung. Kuambil mikrofon dan kupanggil para hadirin agar semua perhatian tertuju padaku. Kusampaikan bahwa aku akan menyanyikan sebuah lagu yang sangat bersejarah, sangat penting bagi semuanya. Sambil bicara aku juga berpikir, "Lagu apa yang cocok untuk ini? Aku bahkan tidak tahu!". Di tengah mata-mata yang tertuju padaku, aku tidak boleh gagal. Aku tahu mereka menunggu sesuatu yang besar dan mengguncang. Lalu aku tiba-tiba menyanyikan sebuah lagu yang entah darimana tiba-tiba terbersit di otakku. Lagu yang kupikir semua orang tahu. 

"From this moment, life has begun
From this moment, you are the one..."
                       (Shania Twain - From This Moment)

Lagu yang biasa dinyanyikan saat pesta pernikahan itu tiba-tiba mengalun dari mulutku, mencoba mengajak semua orang untuk ikut larut dalam pesan manis cinta di bait-bait syair lagu indah itu. 

Meski tak semua menyanyi, aku melihat sebagian besar orang bersama-sama membentuk paduan suara yang meski tak merdu tapi menyentuh kesadaranku. Setidaknya aku berhasil di sini.

Dan akupun bangun, di pagi terakhir di Cedar Mill - Portland, di atas kasur hangat dan empuk yang telah menemaniku selama 6 bulan ini. Ah,... Kuciumi bantal dan selimut kucel ini. Kuakhiri mimpi pagi.

Portland, 02 Desember 2014