(Catatan: Riska, Bang Asun, Pak Ntis, Habibah, dan nama-nama yang kucatut, mohon ijinnya ya.. Hehehe)
Siapa yang suka
bangun pagi di akhir pekan?! Adakah?
Apakah aku? Akupun ragu. Dan ini adalah cerita tentang Sabtu pagi-ku di
pertengahan Desember. Cerita yang berlatarkan Ciliwung dan ke-tiba-tiba-an
(mungkin kalau istilah Inggrisnya Ke-suddenly-an kali ya) niatku yang ujug-ujug muncul. Simak ya.
Jumat malam itu aku
buka-buka dan kubaca SMS masuk. Satu SMS yang selalu hadir tiap Jumat itu
berbunyi: "KPC Bogor Sabtu 12/12/15 mulung
sampah bebersih Ciliwung. Kumpul pkl 08.00 wib di depan mesin pencacah plastik
KPC Sempur. CP Joko 021xxxx.". Aih, beberapa kawan-kawanku di Bogor
pastilah sudah sangat akrab dengan SMS itu. Kamu juga sering dapat ya? Hehehe..
Seingatku dulu, ada ratusan nomer HP yang mendapatkan SMS rutin itu tiap Jumat.
Dan ini sudah tahun ke-7, KPC Bogor bergelut dengan Ciliwung, mengajak
puluhan-ratusan-bahkan ribuan orang untuk menengok kembali sungai yang pernah
jadi wajah sejarah Pajajaran ini. (Kenapa sejarah? Aku teringat cerita jalur
tamu dan jalur bangsawan, cerita dari Mas Hari Kikuk tentang sungai ini di
jaman dulu.). Kubaca sekilas SMS itu, dan ujug-ujug
aku merasa berkepentingan untuk ke Sempur. Okelah, fix! Besok pagi aku
ikut mulung. Kuajak Habibah, kawan kosanku yang masih muda belia, dan tak
banyak cingcong dia langsung jawab "Oke mbak!".
Tidak jauh, meskipun
tak bisa dibilang dekat juga. Kami sampai di Sempur, turun dari angkot 03 yang
sesak, jam 8 kurang sepuluh menit. Di tempat berkumpul kulihat seorang ibu
paruh baya sedang asik menikmati sebatang rokok. Alamak, jadi pengen juga. Ups,
tahan dulu. Kusapa si ibu dan kutanya apa dia datang untuk KPC. Eh, ternyata
dia hanya sedang menikmati pagi rupanya. Ah, yasudahlah. Tak berapa lama, Pak
Joko sang CP (Contact Person) muncul. Dia mengatakan akan datang juga kawan
dari IPB, tepatnya dari Fakultas Ekologi Manusia yang ingin gabung mulung Sabtu
pagi ini. Ah, baguslah. Semakin rame biar semakin seru. Dan datanglah mereka, 5
cewek berkerudung dengan kaos hijau pastel kembar. Salah seorang membawa tripod
dan lainnya membawa kamera DSLR. Tarohan, pasti tugas kuliah. Hehehe.. Dan
memang benar dugaanku. Mereka pun
membuat entahlah, semacam film mungkin, dengan mewawancarai Pak Joko. Aku dan
Habibah, melihat-lihat saja sambil sesekali selfie di pinggir sungai. Waktu
berselang dan Pak Ntis datang membawa senjata kami: KARUNG!!!
Laskar Karung KPC - Sabtu pagi itu
(Photo by: Sutisna Rey)
|
Penggunaan popok
bayi sekali pakai sepertinya memang menjadi hal yang perlu diperhatikan. Karena
sepertinya, para ibu-ibu (atau bapak-bapak?) penggunanya masih bingung
bagaimana cara mengelolanya. "Make'nya sih gampang. Sekali bayi brott
langsung buang gak perlu dicuci." Iya sih. Tapi, buangnya gak harus di
kali juga. Lalu dimana? Di tempat sampah? Bau kali, jorok, dll. Lah, dikira
dibuang di kali gak jorok? Sebenarnya aku pun gak tahu gimana caranya buang
popok bayi bekas yang benar. Maklum belum pernah ber-bayi. Apakah di kuning
harus dibuang dulu di WC, atau langsung aja buang bareng sama popok-popoknya.
Entahlah. Tapi yang jelas, yang make harusnya tahu. Yang jual harusnya juga
ngasih tahu. Btw, dikasih tahu gak sih? Jadi ingat sama Jeng Riska, sang dewi
Ikan dari Surabaya yang pernah getol mengangkat fenomena popok bayi ini juga.
Jeng, gimana sekarang kondisi Kali Surabaya? Apakah popok masih banyak dijumpa?
Bang Asun sempat mengajak ber-ide,"Gimana ya caranya biar orang gak buang popok
di kali? Apa perlu kita bikin mitos? Orang kita kalau ke mitos lebih cepat
percayanya!". Ah, bener juga kataku. Bikin aja rumor,"Buang popok di
kali bisa bikin ruam pantat bayi.". Kali-kali aja itu manjur. Sudahlah,
popok bayi mah. Lanjut lagi,..
Oops, ada popok bayi pasti di sana! (Photo: Sutisna Rey) |
Kawan-kawan dari IPB
pun ikut nyemplung bersama, jadi ada 5 tambah 2 tambah 2, ahh. 9 orang totalnya
yang mulung hari ini. Lumayanlah. Kami bersemangat mengangkut sampah-sampah
itu. Aku, paling senang, mengais-ngais sampah yang nyangkut di celah batu. Sampah
kayak gitu, kelihatannya dikit, tapi wooo...aslinya banyak. Lebih seru lagi
kalau nemu 'Anaconda Ciliwung'. Dijamin keringat mengucur deras. Satu demi satu
sampah kami masukkan karung, hingga kemudian tercium baru menyengat yang hampir
membuatku muntah. Di dunia ini, hanya satu bau yang bisa membuat mataku
langsung merah berair dan perutku seakan mau keluar. Bau bangkai. Dan di Sabtu
pagi inipun, bau ini hampir berhasil membuatku mual. Aku tidak sanggup lagi dan
tak berapa kami penuhi karung, kami berhenti. Kebetulan karung juga sudah
habis, meskipun sampah masih berserakan. Cukup hari ini. Kamipun berpisah dan
kembali ke aktivitas masing-masing. Hampir jam 10 pagi waktu itu.
Sambil berjalan di
tepi sungai, Habibah mengatakan, "Enak juga ya melakukan begini di akhir
pekan?". Aku pun sedikit terhenyak dengan pernyataan itu. Enak? Apanya
yang enak? Kalau enak kan pasti banyak orang yang akan turun. Aku berpikir, apa
yang bisa dilakukan untuk menjadikan orang juga merasa 'enak' seperti yang
Habibah rasakan, seperti juga yang aku rasakan. Rasa enak yang absurd inilah
yang mahal. Rasa 'enak' inilah yang bisa menjadi fondasi dasar semua kegiatan
yang berdasarkan ke-suka-rela-an atau voluntarisme. Tak ada orang yang dibayar
di sini, tak ada fasilitas apapun di sini. Bahkan, yang akan ditemui adalah
gundukan sampah yang bahkan menggunung, berbau busuk dan menjijikkan. Tapi, ada
yang bilang itu semua 'Enak'.
Aku teringat dulu,
setahun lalu aku sempat menanyakan hal yang sama pada beberapa orang di Oregon
sana, "What makes you do that voluntary works? Why do you want to do
it?". Kenapa orang mau-maunya bersihin rumput di taman kota, kenapa mereka
mau nyumbang duit banyak untuk restorasi ikan? Buat apa mereka merelakan waktu
untuk ini dan untuk itu? Dan jawabannya hanya sederhana, "I feel good with
it.". Sesederhana itu saja. Orang merasa baik, orang merasa enak. Mungkin
seperti Habibah bilang 'enak' tadi.
"Apa kamu punya
ide untuk KPC Bogor Net?", tanya Bang Asun dan Pak Ntis siangnya, di
kantor FWI yang sudah jadi rumah singgah wajib sehabis mulung, selain tentunya
kantor INFIS. Pertanyaan ini agak-agak berat gimana gitu ya. Jujur, aku terlalu
sibuk dengan diriku sendiri dan kerja yang sebenarnya sibuk gak sibuk. Setelah
beberapa waktu aku tidak datang di Sabtu pagi, aku merasa tidak layak menjawab
pertanyaan itu. Tunggu, tunggu! "Come on
Net, this is not very you! ", kudengar aku memarahi diriku sendiri.
Hahaha... Oke, oke. Aku coba jawab pertanyaan itu.
Jadi, sama seperti
yang kuceritakan tentang Habibah dan rasa 'enak'nya yang absurd itu. Intinya
adalah bagaimana membuat orang merasakan 'enak' itu, 'feel good' itu. Bagaimana membuat Ciliwung mempesona bagi
mereka? Bagaimana membuat sungai ini menjadi ajang orang-orang berekpresi.
Orang yang mau ibadah, bisa bersyukur dan beramal di Ciliwung. Orang yang agak
narsis (saya misalnya) bisa selfie-selfie sambil mulung sampah Ciliwung biar
kelihatan jadi orang baik. Hahaha.. Yang doyan bermedsos, bisa update status
entah di Fesbuk, Twitter, Path, instagram atau apapun lah dengan hashtag
Ciliwung. Orang yang doyan nulis pasti akan banyak bahan tulisan. Orang yang
suka riset bisa juga cari bahan riset. Atau orang yang memang doyan nyemplung
kali ya tinggal nyemplung aja. Hehehe..
Sepertinya sederhana kan. Memang pada dasarnya, niat ber-voluntary, umumnya
sederhana.
Bagaimana cara? Yok cari
bareng-bareng. Yang jelas nyata bagiku adalah, kalau tujuannya kampanye ya
harus dilihat banyak orang, didengar banyak orang. Biarkan orang tahu dan
melihat. Kalau mereka lihat kita 'enak' toh mereka pasti akan ikutan. Kalau
'enak' sendiri mah apa bedanya sama 'itu'. Hahaha... Maaf, saya nulis ini sudah
agak malam sih, jadi sedikit
nyrempet-nyrempet. Sepertinya sudah ngantuk saya, jadi sudahan dulu ya. Yang jelas, 'enak absurd' itu yang perlu dicari dan mari temukan itu bersama-sama.
Bukankah begitu kawan?
Salam cinta dan
rinduku pada sungai, gunung, hutan, alam semesta dan manusia yang sangat indah.
Muachh..
Dan terutama untuk Ciliwung yang berhasil membuatku bangun pagi di Sabtu pagi! Good job C!
Minggu, 13 Desember
2015 (23:49)
Kaos Ijo kawan-kawan FEMA IPB, aku dan Habibah. C... (photo by: Sutisna Rey) |
Giliran teman-teman FEMA IPB, Pak Joko, Pak Ntis, dan Habibah (Fotonya pastinya aku yang njepret :) ) ----- |
jadi pengen nge blog juga mbak, asyik share lewat cerita gitu. :) makasih mbak udah ngenalin banyak dunia baru selama aku di bogor. seneng banget deh :)
BalasHapusAsyik.. Ayo dong nge-blog. Seru lho bermain kata sambil berekspresi. Masih banyak hal yang bisa kamu dapatkan di Bogor. Pokoknya, jangan lewatkan weekend-mu secara sia-sia. Jalan,jalan,dan terusjalan. Kenali banyak orang dan coba banyak hal. Kalau kata Sheila, itu salah satu caranya 'celebrating life' - merayakan hidup, bersyukur untuk hidup yang indah ini. :)
Hapusoke mbak. aku nggak bakal nyia-nyian weekend aku. pokoknya semua apa yang aku dapat di Bogor, salah satunya berkat mbak nonet. aku berterimakasih banget sama mbak nonet. Dari yang ngenalin sama anggota LAWALATA IPB (sampai akhhirnya dapat kenalan banyak) sampai ngajak ke Ciliwung (hal yang baru pertama aku lakukan, bersih sungai :)). Dan pasti Aku akan melakukan "Celebrating life" ala Amal Khabibah :)
HapusWah, jadi terharu dan bersemangat. Pokoknya, selagi muda, lakukan apapun dengan gembira ya. Sukses selalu! Banyak cara mensyukuri hidup, temukan cara yang kamu banget!:D
HapusKeren mba semoga lebih banyak lagi para pecinta lingkungan hidup seperti mba ... kerja nyata untuk masa depan anak bangsa
BalasHapusTerimakasih. Semua orang pasti bisa melakukan sesuatu, kita bisa mulai dari yang paling sederhana. Niat yang tulus pasti akan dirassakan juga oleh jiwa yang lain. So, mari bersama-sama, selalu berpikir positif, dan melakukan sesuatu yang kita mampu untuk bumi ini dan untuk hidup kita sendiri. :)
Hapus