Di suatu pesta atau mungkin hajatan atau bisa jadi festival, dalam sebuah ruang gedung yang cukup besar yang mungkin berisi sekitar ratusan orang, aku di sana. Ada sebuah panggung di hadapan barisan kursi-kursi undangan dan seseorang berdiri di atasnya, memegang mikrofon berkabel tanpa tiang dan menyanyi: karaoke! Satu persatu orang menyanyi, menyumbangkan lagu untuk acara itu. Suara tak selalu merdu bahkan nyaris sumbang meski tak kuingat jelas bagaimana suara mereka. Lalu kulihat kakak laki-lakiku di sana, Mas Eko.
Mas Eko beberapa kali menyanyikan lagu di panggung depan, bolak-balik mungkin sampai 4-5 kali. Para hadirin di acara itu nampaknya sangat antusias untuk menyumbangkan satu lagu. Aku belum ada keinginan untuk itu. Sungkan rasanya. Tidak semua orang duduk di tempat duduknya. Mereka menyebar tak beraturan di dalam ruangan besar itu, bisa kukatakan mirip dengan acara bebas setelah acara seremoni selesai. Dan orang-orang bergantian menyanyi, meski tak semua orang memperhatikannya. Kulihat para 'penyanyi' itu bahagia, bisa eksis kurasa.
Aku berdiri di dekat meja sajian makanan prasmanan yang terletak di belakang kursi-kursi hadirin. Ada sebuah lorong pendek tak lebih panjang dari 5 meter di bagian itu dan aku bersandar di temboknya bersama seseorang hadirin yang kukenal. Kami berbincang santai seperti orang-orang lain juga yang membentuk grup-grup kecil. Lalu kulihat kakakku kembali naik ke atas panggung untuk menyanyi. Ah, baru aku tahu ternyata kakakku yang kupikir malu-malu, sekarang mendadak eksis di depan banyak orang.
Kawanku bertanya, "Kenapa aku tidak ikut menyumbang lagu, menyanyi di atas panggung juga?". Apakah dia mengetahui gelisah di hatiku yang mungkin saja rasa grogi dan sungkan tampil di depan umum? Ah, aku tidak boleh terlihat lemah dan aku juga tidak ingin kalah dari kakakku. Aku beralasan, "Aku tak ingin bernyanyi tapi tak didengarkan. Aku tak ingin heboh sendiri tanpa ada yang memperhatikan." Sombong nian! Itulah aku.
Tak ingin termakan omongan sendiri, akupun memutuskan maju ke panggung. Kuambil mikrofon dan kupanggil para hadirin agar semua perhatian tertuju padaku. Kusampaikan bahwa aku akan menyanyikan sebuah lagu yang sangat bersejarah, sangat penting bagi semuanya. Sambil bicara aku juga berpikir, "Lagu apa yang cocok untuk ini? Aku bahkan tidak tahu!". Di tengah mata-mata yang tertuju padaku, aku tidak boleh gagal. Aku tahu mereka menunggu sesuatu yang besar dan mengguncang. Lalu aku tiba-tiba menyanyikan sebuah lagu yang entah darimana tiba-tiba terbersit di otakku. Lagu yang kupikir semua orang tahu.
"From this moment, life has begun
From this moment, you are the one..."
(Shania Twain - From This Moment)
Lagu yang biasa dinyanyikan saat pesta pernikahan itu tiba-tiba mengalun dari mulutku, mencoba mengajak semua orang untuk ikut larut dalam pesan manis cinta di bait-bait syair lagu indah itu.
Meski tak semua menyanyi, aku melihat sebagian besar orang bersama-sama membentuk paduan suara yang meski tak merdu tapi menyentuh kesadaranku. Setidaknya aku berhasil di sini.
Dan akupun bangun, di pagi terakhir di Cedar Mill - Portland, di atas kasur hangat dan empuk yang telah menemaniku selama 6 bulan ini. Ah,... Kuciumi bantal dan selimut kucel ini. Kuakhiri mimpi pagi.
Portland, 02 Desember 2014
0 komentar:
Posting Komentar