Mulai lagi episode
ngobrol dengan diri sendiri. Sudah lama aku tidak mengajak 'dia' berbincang
dari hati ke hati lewat tulisan berarti. Sudah lama aku tak mendengarkannya
bicara lewat kata yang tersuratkan di jemari. Biasanya kalau lama-lama dicueki,
tak digubris, dia akan marah. Marah yang diwujudkannya dalam gelisah dan
debaran hati tak menyenangkan. Seakan berbisik, "Kamu salah langkah
nak.".
Lho kenapa 'Nak'?
Aku merasa 'aku'
lebih tua dari aku yang ini. Dia adalah sosok yang selalu memberiku petuah
bijak kehidupan dan semangat meniti jalan panjang. Dia juga yang telah banyak
menunjukkan padaku apa yang musti kupilih saat di simpang jalan. Ada kalanya
aku benar, ada kalanya aku salah. Kadang aku tak mendengarkannya. Kadang aku
terlalu takut dunia luar hingga tak menghiraukan suaraku sendiri. Aku bagai
orang yang kehilangan kebijaksaan petuah orang tua, jika aku tak mendengarnya.
Aku yang lebih tua
ini biasanya selalu benar, meski semua orang
bilang bahwa kebenaran itu sangat relatif. ' Benarku belum tentu benarmu, begitu juga
sebaliknya. Benarku adalah hal yang paling membahagiakanku, melegakan hatiku,
dan membuatku mengangguk seraya bergumam, "ya, inilah!". Tak ada
sesal dan tak ada gulana. Tapi, hampir semua yang ingin kudefinisikan benar itu
tak selamanya mutlak. Selalu ada ruang yang menyisakan sesak karena selalu ada
yang terkalahkan. Tak ada kebenaran mutlak. Memang demikian sepertinya. Aku
sedikit mengerti artinya.
Berdiskusi dengan
diri sendiri adalah satu caraku untuk mengerti. Aku bisa saja bertanya dengan
orang, aku bisa membaca puluhan buku filsafat pengetahuan, tapi percuma, jika
aku tak mengajak sisi 'orang tua' di dalam diriku sendiri. Apa yang kupahami
hanya akan sekedar permukaan. Dan kesadaran dalam jiwaku hanya sekedar
khayalan.
Jadi, mari bicara
dan diskusi. Buat kamu yang selalu ragu ataupun beryakin palsu, tanpa pernah
mendengar kata, dari nurani yang berbicara. Sempatkanlah waktumu, untuk dirimu.
-----
0 komentar:
Posting Komentar