Tampilkan postingan dengan label History. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label History. Tampilkan semua postingan

Judul      : Jaka Tingkir
Penulis    : Dhamar Sasangka
Bahasa    : Indonesia
Halaman  : 55 hlm
Tahun     : 2010
Format    : e-book (free Download)
Skor        : ***


Sinopsis:

Setelah Majapahit runtuh oleh serangan pasukan Islam di bawah pimpinan Raden Patah, daerah di sekitar Jawa Tengah dikuasai oleh Kesultanan Demak Bintara dan Raden Patah menjadi raja kesultanan baru tersebut. Raden Patah kemudian digantikan oleh menantunya yaitu Raden Yunus yang lebih dikenal dengan sebutan Pangeran Sabrang Lor yang menerapkan politik Islam garis keras. Pemerintahan kedua ini hanya bertahan tiga tahun karena kemudian Raden Yunus terbunuh oleh pemberontak Majapahit yang masih ada. Pengganti Raden Yunus adalah Sultan Trenggana, anak dari Raden Patah.

Ketika itu keturunan pewaris tahta resmi Majapahit yang masih tersisa, yaitu putra dari Ki Ageng Pengging yang diasuh oleh Nyi Ageng Tingkir telah tumbuh dewasa. Dia adalah Mas Karebet yang kemudian lebih dikenal sebagai Jaka Tingkir. Sejak kecil Mas Karebet gemar bepergian dan masuk ke dalam hutan belantara. Selain bermain dengan binatang-binatang liar, Mas Karebet juga  banyak belajar dari para pertapa Shiva Buddha yang sering berada di dalam hutan. Mas Karebet tumbuh menjadi pemuda yang kuat dan sakti mandraguna. Suatu ketika Mas Karebet bertemu dengan Sunan Kalijaga dan dia diperintahkan untuk masuk ke Kesultanan Demak.

Tidak berapa lama setelah memasuki istana Demak, Mas Karebet atau Jaka Tingkir (Pemuda dari Tingkir) berhasil menarik perhatian Sultan Trenggana yang akhirnya mengangkat Jaka Tingkir menjadi Lurah (pemimpin) Pasukan Pengawal Sultan Demak. Kehadiran Jaka Tingkir yang tidak beragama Islam melainkan Shiva Buddha telah menimbulkan pro-kontra dalam istana, namun Sultan Trenggana sudah terlanjur menyukai Jaka Tingkir dan merasa aman jika dikawal oleh pemuda keturunan raja Majapahit itu. Jaka Tingkir juga disegani oleh pendukung Majapahit yang masih banyak melakukan gerilya dan pemberontakan.

Suatu ketika, Jaka Tingkir melakukan perbuatan yang kurang berkenan bagi Sultan Trenggana sehingga jabatan Jaka Tingkir diturunkan dan harus pergi dari istana. Selama di luar istana Jaka Tingkir berguru pada Ki Ageng Banyu Biru, seorang guru spiritual Shiva Buddha yang terkenal.

Untuk bisa kembali masuk di Istana Demak, Jaka Tingkir harus mendapatkan kepercayaan dari Sultan Trenggana. Untuk itu, Jaka Tingkir dibantu oleh teman-temannya dan juga dari pasukan gerilya Majapahit merencanakan penyerangan kepada pasukan sultan Demak dan kemudian Jaka Tingkir akan tampil sebagai penyelamat. Suatu malam sebelum penyerangan, Jaka Tingkir mendapatkan wahyu keprabon yaitu semacam tanda yang hanya akan datang pada mereka yang kelak akan menjadi raja atau penguasa tanah Jawa. Meski agak meleset dari rencana penyerangan, namun akhirnya Jaka Tingkir berhasil mendapatkan kembali kepercayaan Sultan Trenggana dan kembali ke Demak. Jaka Tingkir diangkat menjadi Adipati di daerah Pajang dan pada kemudian hari akan mendirikan Kerajaan Pajang setelah Demak Runtuh.

Pendapat saya:

Jaka Tingkir merupakan sosok yang melegenda di kalangan masyarakat Jawa. Banyak kisah-kisahnya yang diceritakan baik secara lisan maupun tulisan oleh orang-orang Jawa. Bahkan kisahnya pernah diangkat dalam film maupun serial berseri. Membaca kisah yang dituliskan Damar tentang Jaka Tingkir merupakan suatu keasyikan sendiri.

Kisah ini merupakan lanjutan dari e-book ‘Runtuhnya Majapahit’ yang ditulis juga oleh Damar. Tidak jauh berbeda dengan buku sebelumnya, dalam buku ini Damar cukup berhasil meramu kisah-kisah sejarah dengan memukau sehingga berbagai peristiwa dapat terjalin dengan cukup baik. Penuturan alur kisahnya juga cukup runut dengan tokoh-tokoh yang lengkap beserta keterkaitan di-antaranya yang dijelaskan secara gamblang. Dalam beberapa bagian juga terdapat penjelasan dari penulis yang menunjukkan penulis cukup banyak melakukan riset untuk bahan tulisannya.

Tidak berbeda jauh juga dengan buku Runtuhnya Majapahit, dalam Jaka Tingkir ini saya masih menemukan beberapa salah ketikan yang seharusnya tidak terjadi. Penampilan dari e-book ini juga sangat minimalis. Namun hal ini saya kira sangat wajar mengingat buku ini tidak ditujukan untuk tujuan komersil. Siapapun dapat mengakses secara gratis buku ini, hanya dengan mengunjungi situs blog Damar di http://damar-shashangka.blogspot.com/.

Meski buku ini cukup tipis, saya menyarankan anda membaca buku ini. Bagi yang menyukai sejarah atau yang menyukai cerita-cerita keprajuritan, kepahlawanan, dan bahkan cerita perang buku ini akan cukup menghibur. Selain itu, bagi mereka yang saat ini sedang mempelajari sejarah nusantara maka membaca buku ini dapat sebagai salah satu referensi, sebagai suatu pilihan.



Judul      : Runtuhnya Majapahit
Penulis    : Dhamar Sasangka
Bahasa    : Indonesia
Halaman  : 44 hlm
Tahun     : 2010
Format    : e-book (free Download)
Skor       : ***


Sinopsis:
Majapahit adalah sebuah kerajaan besar bercorak Hindu Shiva dan Buddha yang pernah ada di bumi Nusantara.  Kala itu, Majapahit menjadi salah satu dari dua kerajaan terbesar di wilayah Asia, selain Kekaisaran Tiongkok (China). Puncak keemasan Majapahit yaitu ketika pemerintahan Prabu Hayam Wuruk dengan Mahapatih Gajah Mada yang sangat terkenal. Setelah itu, kondisi Majapahit semakin menurun akibat dari adanya perang saudara dan pemberontakan.

Ketika masa pemerintahan Prabu Brawijaya (Bhre Wijaya), Islamisasi telah mulai
merambah di beberapa wilayah di nusantara dimulai dari Malaka menuju pusat kerajaaan di Pulau Jawa. Ketika Prabu Brawijaya naik tahta, kekaisaran Tiongkok mengirimkan seorang putri bernama Putri Tan Eng Kian untuk dinikahi raja. Ketika Putri Cina tersebut hamil tua, Kerajaan Champa mengirimkan upeti termasuk seorang putri Champa yang sangat cantik yaitu Dewi Anarawati. Champa adalah kerajaan yang lebih awal berubah menjadi bercorak Islam. Prabu Brawijaya tergila-gila dengan putri Champa itu dan berpaling, serta menceraikan Putri Tan Eng Kian untuk diserahkan kepada Adipati Palembang bernama Arya Damar yang merupakan keturuan Cina Muslim. Anak Putri Tan Eng Kian dengan Prabu Brawijaya kelak adalah Raden Patah, raja pertama kerajaan Demak Bintoro.

Prabu Brawijaya yang seperti tersihir kecantikan Dewi Anarawati, selalu saja menuruti kehendak istrinya itu, seperti pemberian fasilitas untuk mendukung masyarakat Islam dan daerah khusus untuk perkembangan Islam. Berbagai nasehat dari para abdi dan pejabat kerajaan hampir tidak diacuhkan. Suatu ketika Adipati Wengker (saat ini Ponorogo) mengkritik dan menyindir raja yang terlalu menuruti istrinya itu dengan mempersembahkan tarian baru yang terkenal hingga saat ini yaitu ‘Reog Ponorogo’.

Kondisi kerajaan semakin memburuk dengan adanya pemberontakan dan juga Islamisasi garis keras yang menginginkan bentuk kekhalifahan Islam. Islam waktu itupun terbagi menjadi dua kubu yaitu islam putih yang menginginkan bentuk kekhalifahan dipimpin oleh Sunan Giri dan Islam abangan yang lebih nyaman di bawah naungan Majapahit dipimpin oleh Sunan Kalijaga. Ketika ke Jawa, Raden Patah diperlakukan dengan sangat baik oleh Prabu Brawijaya dan diperkenankan untuk belajar kepada Sunan Giri. Namun pemikiran radikal Sunan Giri telah masuk ke pemikiran Raden Patah sehingga mereka bersepakat untuk membentuk kekhalifahan Islam dengan jalan harus menyerang Majapahit.

Prabu Brawijaya tidak pernah menyangka bahwa anaknya yang telah diperlakukan dengan sangat baik  akan tega melakukan pemberontakan. Ketika pemberontakan berkobar, pasukan Majapahit telah terpecah-belah dan tidak mampu menahan serangan yang tiba-tiba itu. Pada akhirnya Majapahit kalah dan seluruh bekas kerajaan tersebut dimusnahkan oleh pasukan Islam. Dengan ditengahi oleh Sunan Kalijaga Prabu Brawijaya akhirnya menyerah kepada anaknya dan merelakan tahtanya. Kehancuran Majapahit ini dikenang oleh masyarakat Jawa melalui sengkalan (kalimat sandhi berupa angka tahun kejadian) yaitu “Sirna (0) Ilang (0) Kertaning (4) Bhumi (1)” atau tahun 1400 Saka (1478 M).

Raden Patah akhirnya membentuk kerajaan baru yang berpusat di Demak, yaitu Kerajaan Demak Bintoro yang bercorak Islam. Kerajaan Demak tidak bisa mewarisi kejayaan Majapahit karena wilayah-wilayah kekuasaan Majapahit di Nusantara banyak melepaskan diri dan pemberontakan terus terjadi. Wilayah yang luas tersebut hampir terkikis habis dan hanya menyisakan wilayah kecil di Jawa Tengah.

Penilaian saya:
Sejarah Nusantara memang sudah menjadi kewajiban kita untuk mempelajarinya. Dari sejarah kita dapat berkaca, introspeksi dan mengambil hikmah dari setiap peristiwa. Belajar sejarah juga menjadi salah satu jalan untuk mengetahui jati diri kita.

Kisah tentang Majapahit yang merupakan kerajaan besar di Nusantara menjadi bahasan wajib ketika kita bersekolah dari SD sampai SMA. Banyak buku pelajaran yang menceritakan betapa besarnya kerajaan ini. Namun versi resmi sejarah dalam buku-buku pelajaran kadang kala terlalu membosankan dan monoton, saya juga mengalami hal yang sama. Membaca kisah keruntuhan Majapahit yang ditulis oleh Damar Shashangka sungguh menarik. Saya mendapatkan beberapa versi lain dibanding sejarah resminya.

Damar Shashangka berhasil membuat cerita yang disampaikannya menjadi lebih mudah dipahami, seperti sedang membaca novel. Banyak peristiwa sejarah terkenal yang saya baru tahu makna dibaliknya, dan beberapa hal yang mengejutkan saya. Damar juga cukup banyak tahu tentang sejarah-sejarah dan tokoh-tokoh yang ditulisnya, berbagai tokoh dan suatu peristiwa diceritakan secara runut dan cukup jelas.

Menurut saya, buku ini secara langsung menunjukkan keberpihakan penulis atau ketidak-setujuannya terhadap suatu tokoh, sehingga terkesan muncul tokoh antagonis (Dewi Anarawati dan Sunan Giri) atau tokoh protagonis (Sunan Kalijaga, Adipati Wengker, dll). Penulis juga banyak mengkritisi tentang proses Islamisasi di Indonesia yang tidak hanya melalui jalan damai namun juga lewat pertumpahan darah, yang selama ini tidak pernah disebutkan dalam sejarah resmi.

Yang menjadi kurang dari buku ini adalah masih ada beberapa salah ketikan. Format yang hanya tersedia dalam bentuk e-book mungkin kurang nyaman bagi beberapa pembaca, terlebih yang tidak terbiasa dengan e-book. Di luar itu, buku ini sangat luar biasa, Damar berhasil menggugah rasa nasionalisme pembaca, dalam hal ini adalah saya sendiri. Sepertinya Damar juga sangat ingin membagi sebanyak-banyaknya pengetahuan yang dimilikinya untuk semua orang, khususnya masyarakat Nusantara agar tidak menutup mata terhadap sejarah. Hal ini terlihat dari  keleluasaan yang diberikan oleh Damar kepada siapa saja yang ingin membagi-bagikan buku ini secara free. Siapapun dapat mengakses e-book ini melalui website Damar Shasangka di blog http://damar-shashangka.blogspot.com/ atau click sini.

Semoga saja buku dapat turun ke versi cetak, sehingga dapat menjangkau lebih banyak pembaca. Buku tulisan Damar yang telah terbit versi cetaknya yaitu buku ‘Sabdo Palon’ dan buku ‘Dharma Gandhul’.