Ketika pertama kali melihat daftar harga sewa tempat tinggal di Portland-Oregon, aku langsung ternganga. "What? Apaa?!!" (dengan gaya lebay seperti di sinetron remaja ababil di S*TV yang lagu pembukanya berjudul "Diam-diam Suka" itu lho). Sumpah! Mahal bingit! Dalam satu bulan sewa kamar paling murah adalah US$ 500! Itu sama saja dengan nyaris 6 juta rupiah yang kalau buat bayar sewa kosan Maharlika-ku di Bogor bisa untuk tiga tahun! 

Sudah rahasia umum jika mata uang rupiah sangatlah lemah terhadap dollar Amerika. Biaya hidup di negara ini pun juga sangat jauh lebih tinggi dibanding di tanah air tercinta. Tapi tetap saja untuk harga sewa tempat tinggal di salah satu kota di Pasifik Barat Laut ini sangatlah mahal. Bahkan orang asli sinipun juga mengatakan ini mahal. Lalu bagaimana kisahku menemukan tempat tinggal di sini? 

Tempat tinggalku di Portland dan Nell si tuan rumah :)
Untuk menyewa tempat tinggal ada sejumlah macamnya. Kita bisa untuk menyewa apartemen pribadi ataupun berbagi, sewa rumah, ataupun sewa kamar di satu keluarga (homestay). Bagaimana orang-orang Portland mencari dan mengiklankan tempat tinggalnya? Mereka pasang iklan di sini. Banyak pilihan dan kategori yang semuanya bagiku membingungkan. Ada-ada saja pokoknya dari yang syarat piaraan binatang, pasangan gay only, drama free, gender tertentu only sampai syarat lain yang membuatku mumet. Maklum belum familiar dengan sikon (situasi kondisi). 

Lanjut lagi tentang 3 jenis sewa tempat tinggal. Yuk simak pengalaman Nonet yang pusing nyari kos-kosan di Amrik.

Cukup banyak apartemen di Kota Portland, mulai dari pusat kota (yang sering disebut down town) sampai ke pinggiran yang masuk sub-urban. Harga sewa satu apartemen bervariasi tergantung fasilitas dan lokasi. Semakin dekat down town semakin mahal. Dua orang temanku sama-sama sewa apartemen, yang satu di down town dengan biaya sewa US$1000/bulan, satu lagi di Beaverton yang masuk pinggiran dengan biaya US$750/bulan. Harga itu belum termasuk biaya lain-lain seperti air, listrik, sampah, internet, dan seterusnya yang rata-rata perbulan US$100. Gilak!!! Tak sanggup awak. 

Bagaimana dengan house share atau berbagi rumah? Maksudnya adalah rumah yang disewa bersama-sama sejumlah orang dan berbagi biayanya. Misal ada rumah dengan 4 kamar dihuni oleh 4 orang. Jika biaya sewa dan fasilitas pendukung adalah US$2000 per bulan maka biayanya dibagi 4. Biasanya jika salah satu yang akan keluar/pindah, para penghuni akan memasang iklan untuk mencari penghuni baru. Ini adalah opsi yang menarik namun nyatanya sulit menemukan house share yang pas dengan banyak alasan yang malas kusebutkan. :)  

Pilihan terakhir adalah homestay yaitu tinggal di rumah sebuah keluarga yang kebetulan memiliki kamar lebih. Dengan homestay, kita menjadi seperti bagian dari keluarga itu, berbagi dapur, berbagi ruang tamu, dll sehingga penyewa tidak perlu lagi membeli perabotan ataupun perlengkapan lain seperti perlengkapan masak. Biaya sewa homestay rata-rata berkisar mulai dari US$ 500 ke atas. Jikapun ada yang menyewakan di bawah itu biasanya belum termasuk biaya lain-lain. 


Selama di Portland, aku memilih tinggal di rumah sebuah keluarga Amerika alias homestay. Rumah ini awalnya dipilihkan oleh supervisorku yang sangat baik, Chandalin. Kenapa aku suka di sini? Nah, pertanyaan ini akan menimbulkan banyak jawaban yang pada dasarnya mengarah pada alasan ekonomi dan berujung pada alasan romantis. Hehehe....


Kelebihan Homestay menurutku: 

1. Biaya lebih murah. Aku mendapat sewa rumah per-bulan US$ 550 sudah bersih (plus ada WIFI yang kalau nge-Yutub tidak perlu buffering dulu. Lumayan buat streaming Hunter X Hunter! )

2. Tidak repot. Tidak perlu berbelanja peralatan dan perabotan, tidak perlu mengurus tagihan-tagihan, tidak perlu bersih-bersih di luar kamar, dll.

3. Merasakan secara langsung bagaimana kehidupan sehari-hari di sebuah keluarga di Amerika. Alasan inilah yang kurasa sangat menarik. Banyak hal yang kupelajari dari cara-cara orang hidup di sini. Apalagi tuan rumahku memiliki dua anak kecil (9 dan 5 tahun) yang unyu-unyu meskipun kadang riweh

Kalau libur main sama Nell (5) yang bawelnya minta ampun :)

Sudah hampir 3 minggu aku di Portland, tinggal bersama sebuah keluarga yang manis dan bahagia. Akupun ikut bahagia. Apalagi kutahu ternyata tuan rumahku adalah guru bahasa Inggris yang juga bisa berbahasa Jepang. Hahahaha... Jodoh memang tak akan kemana. Aku percaya itu! Yatta! 

Eh mungkin ada yang belum tahu ya kalau aku juga sedang belajar Bahasa Jepang? Hehehe...



NB: Yamapi! wait for me!
img source:here



(Sudiyah Istichomah)


Img: Tillamook State Forest, Oregon (2014)
"Jika berbicara tentang 'Kehutanan' di Amerika Serikat (AS), jangan anggap itu sebagai satu negara, tapi anggap 50 negara yang berbeda dalam satu kesatuan." Lho kenapa? "Karena masing-masing negara bagian (state) mempunyai pemerintahan, kebijakan dan undang-undang sendiri yang berbeda satu sama lain." Artinya adalah 50 state sama dengan 50 sistem pengelolaan hutan yang berbeda. AS tidak mengenal Undang-Undang Kehutanan Nasional seperti halnya Indonesia dengan UU no.41/1999-nya. Jangankan UU Kehutanan, wong KTP nasional (National ID card) saja tidak ada, UN (Ujian Nasional) tidak ada, Bank Nasional juga tidak ada. Bisa dibilang 'Bhineka Tunggal Ika' berlaku juga ya di AS. 

Public Forest (Hutan Negara) VS Private Forest (Hutan Milik)

Bagaimanakah kepemilikan lahan hutan di AS? Pada dasarnya ada dua, yaitu: hutan milik negara dan hutan milik masyarakat. Istilah Public Forest sebenarnya mengarah pada hutan negara, sedangkan Federal Forest adalah hutan nasional dan State Forest mengacu pada hutan negara bagian. 
Selanjutnya yang unik di AS adalah bahwa kepemilikan hutan oleh negara jauh lebih sedikit daripada hutan yang dimiliki warga negaranya. Produksi hasil hutan kayu pun juga paling banyak dihasilkan di hutan milik. Hutan negara hanya sedikit sekali menyumbang untuk produksi kayu. Hal ini terkait dengan gerakan konservasi yang 'menjamur' 20-30 tahun silam di AS dan menyebabkan pengurangan/ pemberhentian aktivitas penebangan di hutan negara. Namun hal ini berbeda dengan hutan milik. "Milikku, suka-suka dong mau diapain!", itulah prinsip dasarnya. Hingga pada saat ini porsi hutan milik sebagai produsen kayu sangat besar. Lihat diagram di bawah ini. 

Source: WFI, 2013

Keterangan Gambar: 

National Forest: Hutan Negara
Other Public : Hutan milik kota, perkantoran, dll.
Forest Industry: Hutan milik perusahaan skala besar.
Other Private: Hutan milik skala kecil (keluarga, tree farm, dll).


Beda Pemilik Beda Pengelolaan 

Bagaimana suatu hutan dikelola sangat tergantung dari status yang disandangnya. Pemilik hutan adalah pengambil keputusan (landowner is the decision maker). 

Sebelumnya perlu dijelaskan lagi bahwa peraturan yang ada harus dipatuhi. Ada peraturan federal (nasional), state, dan peraturan lokal lainnya. Jadi gampangnya begini:

1. Hutan Nasional/federal tunduk pada peraturan nasional
2. Hutan State tunduk pada peraturan nasional dan state
3. Hutan Milik tunduk pada peraturan nasional, state, dan peraturan lokal lainnya (misalnya peraturan county (gabungan beberapa kota), kota, atau desa).

Meskipun peraturan nasional levelnya paling tinggi, namun tidak memuat sistem yang rigid dan komplit, hanya bagian umum saja sehingga peraturan state jauh lebih berpengaruh terhadap sistem pengelolaan hutan di masing-masing state. 

Lalu siapa saja Para Pemilik itu?

Pemilik hutan negara (Public Forest) dapat dibagi menjadi 3 yaitu: Pemerintah Federal, State, dan Kota. Sedangkan hutan milik (Private Forest) bisa dimiliki oleh individu, perusahaan, maupun organisasi). Berikut penjelasan ringkasnya. 

Agensi/ Departemen Pemerintahan Federal yang terkait dalam kehutanan ada 2, yaitu USDA (US Department of Agriculture) yang membawahi USFS (US Forest Service); dan USDI (US Department of Interior) yang membawahi 4 agensi lain (BLM/ Bureau Land Management, BIA/Bureau Indian Affairs, USFWS/US Fish and Wildlife Service, NPS (National Park Service). Terlalu banyak singkatan dan istilah ya. (:-D) Sedangkan di masing-masing state ada lagi agensinya untuk mengurus hutan State. Di Oregon adalah ODF (Oregon Dept Forestry). Lalu di kota biasanya ada pengelola khusus untuk Taman/ Rekreasi dan ini jumlahnya banyak sekali. 

Img Source: WFI, 2013

Dan semuanya itu menyebabkan hal-hal menyangkut pengelolaan menjadi rumit dan berbelit. 
Misalnya saja pengelolaan di satu wilayah Daerah Aliran Sungai (watershed), maka paling tidak dipastikan ada 20 agensi yang akan ambil bagian di dalamnya. Coba cek. (ingat akhiran 's' berarti jamak: districs, councils, departments berarti mereka lebih dari 1).

Federal
US Army Corps of Engineers
US Fish and Wildlife Service
US Forest Service
Bonneville Power Administration --(Ini tentang listrik di Pacific North West, di daerah lain belum tahu)
Department of Environmental Quality
National Marine Fisheries Science
Bureau of Land Management
State
Soil and Water Conservation districts
Water Resources Department
Northwest Power Planning Council
Local
Local watershed councils
Parks and Recreation departments
Irrigation Districts
Health Departments

Hal ini tentunya perlu dipahami dengan baik jika ingin serius menekuni dunia kehutanan ataupun terkait kehutanan di Negeri Paman Sam ini. Apakah ini membingungkan? Tenang saja, wong Forester di sini juga bilang ini bikin mumet. 

Lalu apa sebenarnya tugas dan fungsi masing-masing agensi? Aku akan simpan untuk postingan berikutnya ya karena pasti akan tambah banyak. Kurasa sekarang cukup berkenalan dulu. 



(Sudiyah Istichomah)
Yamada kun and Shiraishi


Title : Yamada-kun to Nana Nin no Majo
  

            (Yamada and 7 Witches)
Genre : Mystery, Comedy
Episode : 8
Broadcast year : August - October 2013

Cast:
Yamamoto Yusuke as Yamada Ryu
Nishiuchi Mariya as Shiraishi Urara
Triendl Reina as Ito Miyabi
Ide Takuya as Miyamura Toranosuke 
etc,..





A lot of kissess!!! 

Itulah yang membuat dorama ini sangat menarik. Diadaptasi dari manga karya Miki Yoshikawa dengan judul sama,  dorama ini bercerita seorang Yamada, murid paling bodoh di sebuah SMA yang ternyata juga murid paling beruntung. Kenapa? Karena dia bisa dan berkesempatan mencium gadis-gadis cantik di sekolahnya. Dorama fantasi berlatar sekolahan ini wajib ditonton bagi kamu-kamu pencinta dorama yang ingin mencari hiburan ringan, cerita sekolahan, cewek-cewek moe nan kawaii, dan sejumlah aktor2 lumayan ganteng.

Yamada Ryu adalah siswa yang terkenal bodoh dan urakan di sekolahnya. Suatu hari tanpa sengaja dia terjatuh dari tangga sekolah bersama Shiraishi Urara, siswa paling pintar. Keajaiban-pun terjadi. Shiraishi dan Yamada bertukar tempat, maksudnya berganti tubuh. Wah, ada apa ini? Bersama dengan Miyamura Toranosuke (anggota student council yang ngebet ingin jadi presiden siswa) dan Ito Miyabi (gadis penggila misteri yang freak dan aneh), Yamada dan Shiraishi bergabung dalam Klub Pencinta Misteri, mencoba mencari tahu apa sebenarnya fenomena yang terjadi. 

Kemudian, mereka pun menemukan sebuah buku kuno yang menyatakan bahwa ada 7 orang penyihir di sekolahnya dengan kekuatan berbeda-beda. Penyihir pertama memiliki kekuatan berpindah tubuh dan itu adalah Shiraishi. Bagaimana cara menggunakan kekuatannya? Jawabannya dengan "CIUMAN". Yup! a kiss and you can spell your power. Karena itulah banyak ciuman di sini. Lalu penyihir selanjutnya siapa? Yang jelas semua penyihirnya cantik. Dan ketika semua penyihir berkumpul, akan terjadi sesuatu yang hebat. Apa itu? Dan Yamada sendiri apa perannya terhadap para penyihir itu?  Wah,.. nonton saja sendiri ya. 

The first and the best kiss scene
Menguliti dorama

Hmm,.. mulai dari mana ya?

Oke,  mulai dari cerita! Ide cerita di dorama ini unik. Wajar sih, karena ini memang adaptasi dari cerita dunia manga yang 'apapun' bisa terjadi. Kisah penyihir di sebuah SMA memang menarik, segar, dan 'muda'. Yang menjadi perhatianku adalah tentang lahirnya kekuatan penyihir itu. Kekuatan penyihir datang tak terduga dan bahkan si penyihirpun terkadang tidak sadar kalau punya kekuatan. Gimana caranya dia tahu? Ya dengan ciuman itu. Cara menggunakan kekuatan melalui ciuman menurutku adalah ide cemerlang. Dengan begitu, berapa banyakpun ciuman di kisah ini, baik antara laki-perempuan atau bahkan sama gendernya pun sah-sah saja. Kan memang sedang menggunakan kekuatan. Hehehe.. I love a lot of kisses!

Satu ciuman yang paling kubenci adalah antara Yamada dan guru olahraganya. Woekkk! Mual dan menjijikkan! Jangan sampai deh melihat yang beginian lagi.

Alur ceritanya gampang diikuti. Tidak perlu banyak mikir nonton dorama ini. Satu episode hanya setengah jam lebih sedikit. Pokoknya ini hiburan untuk sekedar tertawa-tawa sendiri. 

Setting dan latar yaitu sebuah sekolah SMA di Jepang sangat bagus dan nyata. Aku merasa seperti benar-benar merasa di sekolahan di Jepang sana. Yah, meskipun sebenarnya aku belum pernah ke sana sih, tapi dari yang kubaca di manga-manga dan kutonton di drama dan film, suasananya ya seperti itu tuh. Seru dan muda! Musik pengiringpun juga menyenangkan: ringan, lucu, terkadang misterius. 

Ide Takuya / Miyamura 
Para pemerannya bagaimana? Yamamoto Yusuke, meskipun tak muda lagi tapi dia berhasil memerankan seorang anak SMA bodoh dan urakan. Salut banget sama doi. Shiraishi Urara juga sangat cantik di sini. Aku suka gayanya yang kalem dan sangat feminin. Saat mereka bertukar tempatpun aktingnya juga keren, mereka bisa berubah karakter dalam waktu cepat. Lalu ada Ide Takuya. Dia di sini sekilas mengingatkanku pada Yamapi, orang paling ganteng se-jagad raya yang pernah kutahu (Gak percaya? lihat ini!). Hahahaha... Akting yang bagus Ide, Miyamura-mu sungguh brillian dan sangat pas. Sayangnya, pemeran Ito Miyabi kurang greget alias biasa saja. Sisanya untuk para pemeran gadis-gadis penyihir rata-rata sama sih. Porsi peran yang sedikit jadi kurang terekspos. Jadi tidak terlalu banyak komentar deh.

Lagu temanya yaitu Time Machine Nante Iranai oleh Maeda Atsuko cukup lucu. Tapi karena bukan genre yang aku suka jadinya aku tidak pernah melihatnya sampai full. Biasa saja. Sorry ya..

Oke, kurasa sudah cukup tentang Yamada dan 7 penyihir. Referensi lain tentang dorama ini di sini. Mau baca komik atau nonton doramanya? Googling aja, banyak penyedia baca dan nonton online di mana-mana. I love technology!

Goodpart: Storyline, Funny, Yamada/Shiraishi/Miyamura, light story, cute girls everywhere
Badpart: too fast (it's only 8 episodes! each is 35 minutes!), Yamada and Teacher's kiss, theme song?

8/10

Img Source: here

--------------------------------------------------------------------------------------------------




Mengamati kondisi politik di Indonesia saat ini sangat seru dan penuh dengan kejutan. Aku bukan pengamat politik sih, hanya orang biasa yang masih memegang KTP Indonesia. Apa yang terjadi di Indonesia akan selalu mempengaruhi hidupku. Juga Pilpres (Pemilihan Presiden) tahun ini, semakin seru dan seru. Baru kali ini rasanya Pilpres sangat menggairahkan. Yup, benar-benar menggairahkan. 

Ingat dulu pas Pilpres 2004 dan 2009, aku adalah rakyat bingung memilih presidennya. Kenapa bingung? Ya, karena seperti memilih diantara yang tidak ingin dipilih. "Sama saja". Rasa-rasanya memilih pilihan yang sulit karena tidak ingin memilih satupun. Lha sekarang? Aku juga bingung! Bingung kenapa lagi? Tidak seperti dulu, sekarang ini, 2 orang kandidat seperti sama-sama kuat, sama baik, dan sama menjanjikan. Wah, berarti ini adalah 'kebingungan' versi lain. Yang terakhir ini menunjukkan 'kemajuan'. Berarti ini baik kan?  
ImgSource: here
Lalu antara 1 atau 2? Pilih aku atau dia? Upsss salah! Ini bukan lagu alay. Ahahahay.. 
Antara angka 1 atau 2 seakan-akan tak henti-hentinya menghiasi medsos (media sosial) di Indonesia. Mau itu kampanye hitam, putih, legal, illegal, apapun itulah, selalu nongol setiap aku membukan portal web nasional. Bahkan, teman-temanku pun banyak sekali yang terang-terangan menunjukkan pilihan politiknya ke salah satu kandidat pilihannya. Ada yang mengubah poto profil dengan angka tertentu, status-status kontroversial, dan lain-lainnya. Buanyak banget ragamnya. Wooww... meriah sekali pesta kita tahun ini ya teman. 

Aku sendiri bagaimana? Aku kurang tahu. Aku sedang mencari tahu meskipun kemungkinan besar aku tidak bisa menggunakan hak pilihku. Tidak apa-apa kurasa. Aku hanya berusaha ikut memikirkan nasib bangsa dengan berhati-hati menjatuhkan pilihan atau sekedar ikut merasakan riuhnya pesta. 

Ayo... Join the biggest Indonesia's party of the year. Pilpres 2014 adalah yang paling cool selama sejarah Indonesia. Iya gak? Hehehehe...

Semangat memiilh kawan-kawan. Jika kamu bingung untuk memilih karena semua terlihat baik, maka itu kemajuan. Ingatlah ketika dulu kita bingung memilih karena semua 'terlihat tidak baik'. 

Pilih sesuai hati nurani, pilih berdasarkan rekam jejak, pilih berdasarkan visi-misi. Aku rasa itu cukup untuk membuat kita memutuskan pilihan.



(Sudiyah Istichomah)





Simpang Jalan di daerah Valeria View, Portland, OR

Betapa mudahnya menyeberang jalan di Amerika.

Suatu pagi aku berdiri di depan trotoar di SW Canyon Road (dimana ini? Cek ini). Aku hendak menyeberang jalan yang sedikit ramai pagi itu. Aku menengok kiri-kanan, hendak menunggu jalan sepi dari mobil lewat. Tapi kemudian sejumlah mobil tiba-tiba menghentikan lajunya, seolah memberiku ruang untuk menyeberang. Ternyata yang kupikirkan bukanlah khayalan. Mereka benar-benar berhenti untuk membiarkanku menyeberang. Wah, coba di Indonesia juga seperti ini. Tentunya aku tidak akan jadi seorang penakut untuk menyeberang jalan.


Dulu aku pernah mendengar, “Orang bule pasti bingung jika mau nyebrang di Indonesia. Di sono kan mobil ngasih berhenti buat orang nyebrang. Di sini? Halah! Jangankan ngasih orang nyebrang, lampu merah dan trotoar aja disikat!”. Ternyata ini benar adanya. Aku yang seumur-umur parno menyeberang jalan, di Amerika justru baik-baik saja. Pejalan kaki alias pedestrian sangat dihargai di sini. Tidak perlu takut tertabrak karena kemungkinan itu sangat kecil, kecuali jika lagi sial ketemu pengendara mabuk atau ngantuk. Itupun bisa dibilang langka di Oregon.

Bagaimana cara menyeberang jalan?

Di jalan-jalan kecil biasanya relatif mudah menyeberang karena jalan sepi. Jika ada mobilpun pasti berhenti jika melihat ada orang hendak menyeberang. Di kondisi ini, penyeberang jalan seolah jadi raja, selalu didahulukan. Jika di jalan cukup besar, selalu ada jalur khusus penyeberangan terutama di simpang jalan. Meski jalan sepi, sangat dilarang untuk menyeberang karena takutnya ada mobil ngebut tak terlihat. Di sekitar penyeberangan selalu ada tombol yang digunakan sebagai tanda 'request' menyeberang. Untuk menyeberang kita cukup memencet tombol itu, tunggu sebentar, dan kemudian lampu tanda aman menyeberang menyala. Ada musik yang diputar juga sehingga lebih menarik perhatian pengemudi mobil. Saatnya menyebarang. Mudah sekali kan.

Tombol untuk 'request' menyeberang jalan


Tidak seperti di Indonesia

Hadohhh... Tidak perlu diceritakan semua juga pasti sudah tahu lah ya. 

Bagaimana bisa ya Oregon memiliki budaya sekeren ini?
Oh, ternyata ini bukanlah budaya baru. Ini adalah peraturan. Ini adalah tentang regulasi yang ditetapkan oleh pemerintah negara bagian Oregon puluhan tahun silam. Kalau di negara bagian lain? Belum tentu sama. Hukuman untuk pelanggaran ini cukup berat. Oregonian (sebutan untuk orang Oregon) paling malas berurusan dengan polisi karena pasti ribet. Jangan dikira bisa nyogok di sini. Ah, jadi berkhayal seandainya saja tidak ada polisi-polisi lalu lintas kita yang mengorbankan harga dirinya untuk selembar 'gocap'. 

Aku jadi terpikir, apakah peraturan seperti itu tidak ada di Indonesia? Tapi sepertinya ada ya? Kita kan palin jago membuat kata-kata indah dalam segala regulasinya. Tapi ya mentok di regulasi di atas kertas. Aplikasinya susah. Lalu bagaimana? Entahlah. Indonesia oh Indonesia. 

Satu hal lagi yang penting dan perlu diperhatikan adalah tentang peran pemerintah dalam melahirkan budaya baru. Apakah inisiatif ini dulu muncul dari masyarakat lalu dibakukan? Atau sebaliknya, pemerintah membuat peraturan lalu masyarakat mengikutinya? Aku belum tahu jawabannya. Akan aku cari. Ini penting karena kita bisa tahu 'watak' orang-orang Oregon. Jika opsi terakhir yang benar maka mereka adalah warga yang manut, ngikutin kata penguasa. Atau jangan-jangan sebaliknya? Masyarakat berinisiatif tinggi sehingga pemerintah mau tidak mau harus mengesahkannya. Yang mana ya? 



(Sudiyah Istichomah)
Subayang River as the only transportation way
 
Subayang is one of the tributaries of Kampar River, the largest river in Riau Province, Indonesia. Its headwaters are springs of forest in a Wildlife Preservation area named Bukit Rimbang Bukit Baling.  It flows to Kampar Kiri River, the bigger tributary, before joining the Kampar Kanan River and form the large Kampar River.  It is administratively located in sub-district of Kampar Kiri Hulu, district of Kampar, Riau Province. Subayang has very important roles for the people who lives in its upstream area, such as a transportation line, fish stock, part of the culture, etc. The most important function is its role as a transportation line, as a connector between the upstream villages and outside worlds.
 
There are 9 villages in the upstream area. Their names, sorted from the most upstream, are Pangkalan Serai, Salo/Subayang, Terusan, Aur Kuning, Gajah Betalut, Tanjung Beringin, Batu Sanggan, Muara Bio, and Tanjung Belit. Since the colonization era, those villages have been united in a cultural unity named Kekhalifahan Batu Sanggan consisting of six regions named kenegerian.
Subayang is a shallow river, its maximum depth is only 3-4 meters. In the dry season, the depth is shallow and sometimes it constraines the boats which pass through it.  On the other hands,  in the rain season the river is deeper and sometimes flood occurs. When it happens, people are afraid to go to the river so the transportation is really stopped.
The main problems in the upstream are the absence of land transportation and minimum infrastructure facilities such as electricity. The only tranportation line is Subayang River and it’s  very expensive. This also becomes a reason why the economic activity is less improved here. The people depend on their livelihoods on rubber farms.
Thera are a lot of fish in Subayang and the people use them as daily food. The people buy other kinds of foods, such as meat, tofu, rice, etc at a seller who comes to the village everyday but the price is relatively expensive.
Subayang is also part of the culture. Lubuk Larangan is the name of local wisdom that is very famous in the region of Kampar Kiri. Lubuk Larangan is a regulation which manages the location in the river where the people cannot catch the fish in a certain time. Lubuk Larangan is opened when all of society’s components agree to open it. Then fishes in it are collected and auctioned. The money will be shared to culture institution, mosque, youth organization, and village government.
People said that this tradition gives them a lot of benefits. Aside from money, it also tighten the relation between the villagers both who still live in and outside the village. When the opening of it, a lot of villagers who live outside the village will go home.  It becomes the bond between people and the homelands.
Those are the important roles of Subayang River for the upstream people. It’s not only for economic benefits but also cultural usages. The development of infrastructure and people’s economic must be done by the government to improve the people’s life and also to conserve the natures, both forest and river.

 Jika ada kontes 10 binatang paling menjijikkan di dunia pasti kecoa bisa jadi salah satu kandidat terkuatnya. Lalu kenapa sang juara itu kemudian ikut mampir di gelas kopiku yang tinggal separuh? Salah tempat yang parah.

Petang menjelang malam, jam setengah tujuh, di terminal 3 Bandara Soe-tta Cengkareng, peristiwa ini terjadi. Peristiwa tidak terlalu penting tapi sayang jika tidak didokumentasikan, sekalian mengenang hari keberangkatanku menuju Oregon, AS. Malam itu aku berangkat ke USA. Bucil dengan sangat baiknya mengantarku sampai bandara. Ada yang unik sore itu, karena Bucil tanpa sengaja mengetahui bahwa ini bertepatan dengan kedatangan artis-artis ‘Running Man’ dari Korea Selatan yang sangat diidolakannya. Sumpah! Kelakuan fans memang tidak ada yang waras! Bucil pun ikut-ikutan naik di troli bagasi agar bisa bersaing dengan kerumunan fans-fans gila lainnya. Jangan bayangkan kranjang troli yang besar ya, Bucil masuk di kranjang troli kecil yang lebih tinggi yang biasa dipakai untuk menaruh tas tangan. Aku? Hehehehe… Megangin troli biar Bucil aman. Oke, aku tidak akan cerita hal ini, tapi kembali lagi pada kisah sang kecoa di gelas kopi. 


Me and the Coffee


Jam setengah 7 malam aku dan Bucil masih menunggu. Boarding pesawat masih jam 8 lewat jadi mendingan ngobrol dulu sambil menghabiskan waktu di bangku-bangku ruangan terminal. Pas di depan bangku kami ada mesin penjual kopi. Bukan rasa hangat yang menggerakkan hati untuk membeli kopi di mesin itu, tapi lebih ke penasaran gimana kerja mesin itu. Jujur saja aku baru belum pernah sekalipun mencobanya. Dengan modal lembaran  5ribu Bucilpun membeli kopi. Dua menit kemudian kopi panas sudah bisa diambil. Wooo, kilat bener ya. Siap sruput!
Lhah kok pahit?! Oh ternyata Bucil tidak melihat tulisan ‘no sugar’ di atas coffee cream yang dia pilih. Yo wis lah, lumayan buat anget-anget.

Lalu kemudian datanglah seorang mas-mas yang juga hendak membeli kopi di mesin itu. Berkat mesin penelan uang yang kurang cerdas membaca atau karena kondisi uang kertas yang terlalu kucel, akhirnya kami bertukar uang. Uangnya ditukar dengan uang Bucil. Tapi sekali lagi si mesin tetap bodoh membaca uang Bucil. Kemudian uang itu ditukar dengan uangku. Yup, kali ini berhasil. Si uang pun berganti pemilik. Si mas-mas itu bisa menikmati kopi hangatnya.
Si mas-mas ternyata ramah banget dan ngajakin kami ngobrol. Modus sih, ujung-ujungnya dia minjam powerbank, numpang nge-cas hp buat nonton balapan motor live. Hee,.. Kupinjamkan powerbank yang baru kubeli tadi siang dan kamipun mengobrol ringan. Dari mana? Tinggal dimana? Oh Bogor ya? Dll. Basa-basi biasa. 

Kemudian ketika Bucil mengatakan kosannya dekat dengan Botani Square, si mas-mas bilang, “Wah dekat ‘Eks One’ dong!”. Dengan polos kami bilang, “Eks One? XX1 kali? Bioskop kan?”. Hahahaha,…. Kocak kalau diingat. Si mas lalu bilang, “Ah, sudahlah. Kalian kan anak baik-baik.”. Lha kok,… (Bingung kan? Kalo anak baik-baik pasti bingung. Tapi sekarang, aku sudah tahu apa itu X1 yang dimaksud si mas-nya). Bucil tahu gak ya? Tahu gak Cil? Hehehe…

Oke lanjut lagi menuju kecoa.
Kopi yang aku dan Bucil minum sedikit demi sedikit akhirnya tinggal separuh. Kopi si masnya sudah habis duluan. Sakti memang dia minum kopi sepanas itu bisa cepat habis. Kemudian aku mengambil gelas kopi itu dan hendak meminumnya. Upss!.... Mataku menangkap ada benda asing di kopi itu. Semut? Bukan ini warnanya coklat dan lebih besar. Jangkrik? Ah masa iya. Kecoa!!! Buset dah! Benar-benar kecoa. 

Memang bukan kecoa besar sih, tapi kecoa tetap saja kecoa. Si kecoa berenang-renang di air kopi coklat muda itu. Woekk…. Kutunjukkan ke Bucil dan diapun juga bingung. Kok bisa ya? Bucil tanpa ragu langsung membuang kopi beserta gelas itu ke tempat sampah. Benar-benar deh. Lalu si mas-mas juga ikut nimbrung, “Ati-ati, tadi gue minum kopinya pas udah habis ada kecoa tinggal di dasar gelas, tapi pura-pura bego aja. Lha gimana? Udah habis ini kan!”. Haaa… Seriusan?

Ternyata kecoa tak hanya masuk di kopiku, kopi si mas-mas juga dijamahnya, lalu kopi yang lainnya? Ah, jadi curiga. Masa iya sih mesin kopi canggih begitu ada kecoanya? Jika iya ini mengerikan sekali. Memikirkan saja bisa membuat mual. Mana si mas-mas bilang, “Eh, jangan salah lho. Mesin gini kan jarang dibersihkan dan dicek.” Halah? Benarkah?

Tapi kemudian kulihat kecoa-kecoa kecil lain berlari dan loncat-loncat di sekitar bangku. Ahh,…. Lega.. Kenapa? Karena kemungkinan si kecoa nyasar di kopi tadi berasal dari sini, bukan dari mesin kopi. Lalu? Ya, berarti separuh kopi yang telah kuminum besar kemungkinan belum terinfeksi kecoa. Kalau si mas-mas itu sih lain soal, kan kecoanya udah tenggelam duluan. Okey deh. Selamat ya mas-nya! Rejeki mah gak bakal lari kemana. Dan ceritapun selesai.
Itulah kisah si kecoa yang nyasar di kopi. Ah, padahal cerita kecoanya cuman dikit ya. Hehehe.. Saranku adalah, hati-hati membeli apapun di tempat umum. Meskipun terlihat bersih, namun itu tidak menjamin sepenuhnya. Hati-hati dengan kecoa. Karena kecoa senengnya tinggal dekat toilet dan suka mampir ke kopi. :D 

Betewe, aku dan Bucil tidak sempat nanya nama si mas-mas itu. Kami hanya tahu jika dia keturunan Semarang-Sumatra. Jadi bertanya, Penting gak sih nanya nama orang?

Satu kenangan bersama Bucil. Makasih ya Bucil untuk semuanya. Semoga kamu bisa ketemu 'raning men' di lain waktu. ga usah naik2 troli ntar. Hehehe

Bucil n coffee machine behind her



Nonet




Dulu aku sempat berpikir, “aku masih ingin menjelajah nusantara dulu, tanah air Indonesia, ibu pertiwi yang sangat aku cintai sebelum pergi ke luar negeri.” Bagiku Indonesia masih saja memiliki pesona tiada tara yang selalu membuatku ternganga dengan segala keindahan dan orang-orangnya. Jika demikian, lalu kenapa selalu ada rasa iri jika ada postingan foto teman di fesbuk yang sedang di luar negeri. Ya, sumpah foto-foto di medsos memang sengaja dibuat untuk membuat iri orang. Dan sekarang, saatnya akulah yang membuat iri orang-orang. Yup, Finally I’am going aboard. 


Ceritanya panjang jika harus disusun, tapi yang jelas aku ke luar negeri untuk satu misi. Misi besar yang bisa saja merubah banyak hal. Tapi sebelumnya, aku harus menyebutkan satu nama yang paling besar pengaruhnya dalam agendaku ini. Dialah Rita Mustikasari. “Hei Mbak Itok. Apa kabarnya?”. Mungkin jika bukan karena dorongan dan semua nasehat yang menusuk hatiku, aku tidak akan move on dari kasur hangatku di Bogor. Terimakasih lagi. (Memang orang Indonesia hobi banget berterimakasih ya!,.. dan minta maaf. Hehehe.). Saat ini aku berada di kota yang berjuluk ‘Kota Mawar- The City of Rose’, Portland di negara bagian Oregon, Amerika Serikat. Selama 6 bulan aku akan mengikuti fellowship di World Forestry Institute (WFI - http://wfi.worldforestry.org/). Aku akan melakukan riset tentang model pengelolaan sungai multipihak di Sungai Willamette, Oregon. Itulah misiku di sini. 

Lalu gimana ceritanya? Kok bisa sampai di sini?

Ya bisa. Aku dapat informasi dari Mbak Rita, lalu ditindak-lanjuti informasi itu. Kontak-kontakan dengan host di sini, membuat aplikasi, menulis proposal, interview dan serangkaian kegiatan yang,… hmmmm,… cukup lama juga sih. Aku memulai prosesnya sejak Januari akhir dan baru bisa berangkat Juni awal. Berapa lama tuh? 5 bulan kurang lebihnya. Tapi selangkah demi selangkah semua bisa dilalui dan sampai juga di sini. 

Lalu apa kesanku setelah ke luar negeri?

Yahh…. It’s really amazing. Semua orang ngomong Bahasa Inggris di sini. Hehehe, enggak aneh sih, lebih aneh mendengar orang Tampo Bada berbicara Bahasa Bada. (Ah, jadi kangen Tampo Bada deh!) Yang membuatku bersemangat adalah tantangannya. Semua orang yang kutemui di sini adalah orang baru, adat baru, kebiasaan baru, dan semuanya serba baru meski tidak semuanya menyenangkan, misalnya saja udara yang dingin menyengat yang tidak kusuka. Wajar sih baru pertama kali. Tapi aku percaya, tidak butuh waktu lama bagiku untuk mencintainya. Ya, setiap masuk lingkungan baru, meninggalkan kenyamanan, itu artinya proses memperluas zona nyaman. Semakin luas zona nyaman seseorang, semakin tinggi juga peluang bertahan hidupnya. Iya kan?

Semakin jauh tanah air semakin cinta kita tumbuh padanya. Benarkah demikian? Aku sedang mengetesnya sekarang. Seharusnya sih iya, nyatanya hari ini aku kepingin banget makan tumis kangkung trasinya Emak Romawati. Ah, trasi lagi, belum ada nemu orang berjualan di sini. Kangen makanan mencerminkan rasa cinta, itu teoriku yang baru kutemukan. Hehehe… Mungkin teman-teman yang sudah lama tinggal di luar negeri paham lebih baik tentang hal ini. Benarkah di luar negeri orang jadi makin cinta sama tanah air? (Kalau begitu para TKI adalah kelompok terbesar yang paling mencintai tanah air kita ini ya. )

Yah, intinya bagiku adalah perjalanan ini menyenangkan. Mewujudkan cita-cita itu selalu menyenangkan. Dan tidak ada yang bisa menghalangi cita-cita itu terwujud kecuali diri kita sendiri. Dan teman-teman terdekat kita adalah harta yang paling berharga yang dimiliki.  Jadi mari keluar negeri, untuk sejenak melihat seberapa besar cinta kita pada pertiwi.

(Kalimat terakhir boleh diuji cobakan tuh. Apakah benar atau salah atau bisa dua-duanya?Hehehe…)

Terimakasih untuk semua yang mendukungku selama ini:
1.        My Dearest Mom, sponsor utamaku selalu
2.       Mbak Itok yang tak bosan sms, email, telpon, wa, dan mention aku untuk selalu on-track
3.       Mas Yusup yang cool dan selalu keren.
4.      Bapak Hendrayanto, dosen paling keren se-Fahutan IPB
5.       Mbak Wilis dan Azizah ‘Curut’ yang juga selalu mendukung
6.      Mbak Anny dan Mbak Fainta yang meskipun belum lama kukenal tapi bersedia mendukungku.
7.       Benny Bucok yang selalu memberikan semangat dan selalu membantuku saat sulit
8.      Eka Hesdianti yang juga selalu saja membantuku
9.      Khairunnisa ‘Salmul’ yang sangat care padaku
10.    Dedek ‘Ubo’ dan Nisa Novita ‘Icha’ sebagai sumber informasi dan referensiku.
11.     Bucil yang udah bela-belain ngantar sampai Soetta (tapi dapat berkah karena pas ada Running Men datang meski gak bisa ketemu. Hehe )
12.    Nike ‘Husen’ yang juga ikut ngantar. ‘ntar nyusul Sen!’
13.    Anggi PP yang minjemin ‘syal sakti’nya yang udah keliling Indonesia padaku
14.  Kak Wishnu yang memberikan Keripik Bantal-nya 
15.    Dan semuanya saja, keluargaku, teman-teman di Lawalata, Forci, dan semuanya saja
…….
Thank you,
I won’t be here without you!

-Nonet/Sudiyah Istichomah-