Dulu pernah ngimpi jadi seniman, jadi pelukis. Aku meyakinkan diriku sendiri, selalu dan selalu,kalau aku punya sesuatu yang pantas menjadi bekal dan modalku sebagai pelukis.Dulu, aku pernah merasa seperti itu.

Hari itu, aku melihat puluhan pelukis memamerkan hasil karyanya, tepatnya di pelataran Museum Art Portland, satu museum seni di kota yang jadi tempat singgahku selama 6 bulan ini. Lagi-lagi aku merasa berbuncah, terbang kembali ke rumah. Ahh,... memang mimpi itu tertanya belum sirna. Sepertinya akan tetap ada. Ibarat nyala yang meski redup tapi tak pernah padam.




Aku kembali berpikir, "Apa yang sebenarnya aku ingini? Apa yang aku cari? Di mana tempatku? Di mana rumahku?"

Kucoba memanggil memori dan mengajak diskusi nurani. Sekedar bernostalgia dengan masa-masa dimana mimpi dan nyata seolah tak berbatas dan saling mengisi. Apa yang dulu pernah kuinginkan? Kenapa aku merasa sebagai Artist/ seniman?



---

Aku tergila-gila dengan musik. Pernah aku sesumbar bersumpah, "Jika aku punya bakat, aku pasti sudah jadi musisi hebat. Cintaku pada musik tak kalah kuat dengan para musisi itu." Hahh.. dan aku sadar selera musikku cukup bagus dan tinggi. Kenapa? Yakin sekali aku nampaknya! (Bolehlah aku menilai diriku sendiri. Haaa) Meskipun aku harus jujur, sesak sekali rasanya belajar gitar sudah 1 tahun tapi masih di situ-situ saja. :0

Aku suka bersyair, merangkai kata bak pujangga, dan berasa nikmat dalam dimensi indah kata-kata berkabut makna. Puisi adalah bagian penting dari masa hidupku selama ini. Aku sudah menulis puisi sejak seragamku masih putih merah dan hingga kini saat aku kadang rindu berseragam lagi. Aku masih yakin darah penyair mengaliri jiwaku. ;0

Aku juga jatuh cinta dengan warna-warni kanvas yang digores cat dan tinta. Secara ajaib warna-warna itu menghipnotisku masuk ke dunia lain yang tak bisa kumengerti. Aku mencintai sesuatu yang tak kumengerti karena di sanalah aku bisa mencari arti. Aku merasakan kemerdekaan sejati ketika aku membebaskan pikiran dan tanganku bermain di atas kanvas. Aku tidak peduli apapun hasilnya, tapi perasaan merdeka itu seperti puncak kenikmatan yang ingin kuteriakkan. Boleh dikatakan orgasme-nya di situ. Hahaha... Aku rindu cat dan tintaku. Aku rindu warnaku. :0

Ahh.. maruk mungkin! Yah setidaknya aku tidak pernah ingin jadi pemain sandiwara. Tak ada sedikitpun gairahku di sana.

Oh, Aku!.. Apa sih yang kamu mau?

Ingat!

Aku ingin menjadi pahlawan selebriti. Siapa sih yang tidak ingin? Menjadi terkenal dan disorot dunia. Semua orang mengelu-elukan namaku. Seolah aku orang paling penting di jagad ini. Menjadi pusat perhatian dan harapan. Aku pernah inginkan itu. Untuk apa dan lewat apa? Ah, aku lupa. Tapi aku pernah punya mimpi untuk menjadi pengatur, menjadi pimpinan. Mungkin sekedar pelampiasan dendam untuk sesuatu yang ingin kulawan. Entah apa? Menjadi orang no. 1 selalu. Aku ingat ketika SD pertama kali aku mengajukan diri jadi ketua kelas. Hanya dengan satu tujuan itu: menjadi orang no.1. Uhh,.. berkhayal lagi, mungkin nanti aku ingin jadi presiden. :0


Tapi, di tengah gemerlapnya berada di pucuk gunung, aku ingin bersembunyi. Aku menikmati peran sebagai bayangan. Menjadi yang selalu ada namun terabaikan. Aku pernah menikmati menjadi sosok ini. Aku diam dan diam dalam hiruk pikuk pesta. Aku menikmati menjadi pengamat, aku menikmati menjadi bayang-bayang. Aku buram dan kusam. Orang tak melihat keberadaanku. Dan aku di sana, terinjak oleh silau cahaya. Tapi tahukah kamu? Aku menemukan sesuatu hal baru, yang hanya bisa kutemukan ketika aku 'tak ada'. Dan untuk sesaat aku suka itu. Ya, dan aku adalah bayangan. :0

Aku ingin ini
Aku ingin itu
Aku ingin begini
Aku ingin begitu

Hanya satu yang jelas. Aku tak ingin hidupku yang cuma sekali ini kusesali. Sesal karena tak mencoba apapun apa yang ingin kulakukan. 



My Cats ;)






Yesterday I took a little walk in my neighborhood area just to spend the time in this boring weekend. But then I've found something interesting in all around me. The scenery that I see almost everyday became stunning that day. Maybe the sunset light helped it. Or it is just me that need to open my eyes and heart widely.


Valeria View with the light from sunset. 



Still at Valeria View. This house looks beautiful. 



Look at the leaves with the color of sunset. 



It is cute, isn't it?


Suddenly I felt an urge to take this pic. I didn't know why?



The sunset at SW Adele. 



Kangen band ada juga lho lagunya yang bagus. Di balik norak dan alaynya Andhika, sang vokalis yang rambutnya saingan sama tirai kamar mandi, ada sejumlah lagu dari band ini yang perlu diperhitungkan. Cieeee, bukan diperhitungkan juga sih, cuma cukup easy listening dengan nada-nada yang indah. Apa saja itu?

Ada 3 lagu saja yang akan kusebutkan karena memang aku tidak terlalu doyan dengan model band beginian. Heee... Cekidot!

1. Pujaan Hati
    This is the best of Kangen band. Musik dan liriknya bagus. Isi lagunya juga menyayat jiwa dengan kisah cinta tak sampai. Lagu ini cukup baik mewakili hati yang sedang galau karena cinta bertepuk sebelah tangan. Good job buat Kangen.



2. Kembali Pulang
    Lagu Kembali Pulang juga merupakan salah satu karya terbaik Kangen band. Nada lagu ini sangat easy listening, mudah diingat dan nempel di telinga. Suara Eren, sangat membantu dalam menciptakan harmonisasi dengan Andhika. Ketika belum lama dirilis, lagu ini sudah meledak duluan d bursa lagu wajib pengamen jalanan. Coba cek perlu berapa kali kamu dengar lagu ini sampai dia nempel dan kamu terngiang-ngiang. Hehehe.



3. Bintang 14 Hari
    Lagu yang ini juga cukup baik dari segi musiknya. Lagi-lagi Eren mengambil posisi penting d lagu ini. Dia cukup banyak mendapat porsi di lagu ini dan suara merdunya cukup bisa mengesankan bagi yang mendengar. Sayangnya lirik lagu ini seperti asal-asalan, tidak indah. Sayang padahal musiknya sudah lumayan baik. 




 Itu dia 3 lagu terbaik Kangen Band versi saya. 


Nathan, Bill, Krystina, and I

“What is Forest to you?”, Bill Wood asked that question  when the first time we came at Magness Memorial Tree farm in Sherwood, Oregon. It is a simple question but believe me, the answer is very difficult. It’s not about forest definition or what can we see in it. For me, it’s more about philosophic matter. What is Forest to me? It is ‘me’, not you or them. My answer will totally reflect my view on forest and more about life itself. I will save my answer for the last paragraph.

Magness Memorial Tree Farm (MMTF) is one of 4 tree farms owned by World Forestry Center in Oregon. This land was donated to World Forestry Center by Howard and Panzy Magness in 1977. Additional lands have been donated by the Robert Heater Family. Bill said that Magness’ gave their land with conditions: it is used for education and must be opened every day in a whole year. Now, it is visited by thousands people every year. Most of them are school kids who want to learn about forest and nature.

Trees at Magness

Bill Wood is the manager of this beautiful 80 acre property with the help from Nathan Boles, his assistant. They are really a good partner and very passionate about trees and forest. Bill assisted us (I and 2 friends- Krystina and Vincent-) in a small tour in this tree farm. We made many stops and discussed many things in it: medicine plants, old growth forest, Spotted Owl, trees, wild life, stream, fish, school kids, etc. Bill’s knowledge about forest is amazing. Later, I knew that he ever visited South East Asia include Indonesia more than 25 years ago. He is a traveler!

After lunch break, we visited other land just beside Magness. Nathan joined us after he finished his job with the kids. We came in the perfect time. Berry’s time! Delicious blackberries were almost every where.

Bill is picking up the berries for us :)

Clear water in the small stream at Magness


We met the baby  mice and the mother. (She's alive! lol )

Back to the question ‘What is forest to you?’. I really don’t know the exact answer. Can I answer a question with another question? I think so. Isn’t it the basic of philosophy? When I was sitting there with Bill and my friends, under the trees in a cloudy day, I remembered about the question and another question popped up in my mind. For me, the answer to ‘what is forest to you?’ is another question, ‘What am I to forest?’.
So, what am I to forest? What is human to forest? Who are we?

I believe that forest has its magical world, something mystical and spiritual. Can we live without forest? I don’t know. Forest is just another world. It grows and lives, even without us. Then we came and tried to manage it. Act God, isn’t it?




Title : Last Cinderella
Genre : Romantic comedy
Episode : 11
Broadcast: April - June 2013

Cast:
Shinohara Ryoko as Toyama Sakura
Miura Haruma as Saeki Hiroto
Otsuka Nene as Takenouchi Miki
Iijima Naoko as Hasegawa Shima
Fujiki Naohito as Tachibana Rintaro

(Spoiler Alert! Dorama ini bukan untuk yang di bawah umur)

Aku tidak pernah lihat Miura Haruma seseksi ini sebelumnya. Aktor ganteng berusia 22 tahun itu sekarang sudah dewasa. Di Last Cinderella, Miura Haruma akan menjelma menjadi sosok womanizer yang sangat mempesona tapi jatuh cintanya sama tante-tante. Kisah ini adalah satu dari banyak kisah tentang percintaan beda usia dengan si perempuan yang lebih tua. Masih ingat dengan Kimi wa Petto, Sapuri dan film Tokyo Tower? Semuanya berkutat di cerita yang hampir mirip, perempuan yang lebih tua. Tapi, Last Cinderella akan memberi kamu sesuatu yang istimewa.

Last Cinderella bercerita tentang Toyama Sakura, seorang wanita penata rambut berusia 39 tahun yang telah lama absen dari dunia percintaan. Saking sibuknya dengan pekerjaan, Sakura sampai lupa bagaimana rasanya jadi seorang perempuan. Sampai-sampai, ada sehelai jenggot tumbuh di dagunya, hal yang terjadi jika seorang wanita hormonnya terganggu.
Kemudian bertemulah Sakura dengan pemuda ganteng berusia 24 tahun bernama Saeki Hiroto. Awalnya Hiroto, sang pemain sepeda BMX ini hanya ingin bermain-main dengan Sakura sesuai dengan permintaan Oogami Chiyoko, yang naksir berat dengan Tachibana Rintaro. Tachibana adalah teman lama Sakura yang sepertinya menaruh hati terhadap Sakura. Kecemburuan Chiyoko mengantarkan kedua pasangan beda usia 14 tahun ini bertemu. Meski diawali dengan kepalsuan, ketulusan hati dan keceriaan Sakura pada akhirnya meluluhkan hati Hiroto. Namun cinta yang mereka temukan tidak mudah untuk dijalani lantaran banyaknya perbedaan yang harus mereka hadapi. 

Bagaimana akhirnya? Nonton sendiri ya. Ada juga kisah tentang 3 sahabat karib: Sakura, Miki dan Shima yang sangat seru. 

Menguliti Dorama 

Tidak butuh waktu lama bagiku untuk jatuh cinta dengan dorama ini. Di episode pertama aku langsung ketagihan. Ceritanya, alurnya, para pemainnya juga. Almost perfect!
Sebenarnya ide cerita dari dorama ini agak basi: kisah cinta beda usia. Come on! Itu bukan hal baru lagi. Tapi tunggu dulu, di sini kisah basi itu akan kembali segar dengan bumbu-bumbu baru yang dahsyat. Menurutku, poin penting dari cerita ini adalah tentang cara berpikir Sakura, Miki, dan Shima yang mewakili perempuan di usia kritis (menjelang 40 tahunan). Di usia ini, banyak masalah yang akan dihadapi perempuan. Sakura yang lupa bagaimana menjadi perempuan, Miki yang bermasalah dalam kehidupan seks bersama suaminya, dan Shima yang kecanduan seks parah. Seru sekali hidup mereka! Dan di sini, Sakura adalah tokoh sentralnya. Bagaimana hidup seorang Sakura yang bahkan hampir lupa kewanitaannya, tiba-tiba jatuh cinta kepada pemuda yang jauh lebih muda. Wow. Romantis banget! meskipun aku juga bertanya apakah ini realistis?

Pesan utama cerita: Seorang perempuan, berapapun usianya, pasti akan menjadi seorang Cinderella dan menemukan pangerannya. Dan pangeran brondong ganteng pasti akan jadi nilai tambah. Apalagi seganteng Miura Haruma. OMG!

Sedikit intermezzo, kenapa 40an adalah usia kritis? Karena di usia ini, biasanya akan terjadi perubahan hormonal besar-besaran yang tentunya sangat berpengaruh bagi perempuan. Aku pernah baca jika perempuan menjelang 40 tahun akan semakin aktif dalam urusan seks. Hormon kewanitaan mendesak mereka untuk lebih aktif menjelang masa menopause. Sedangkan bagi laki-laki, umur 20an adalah masa-masa aktifnya seks. Nah, jadi sangat wajar jika kedua pihak yang sama-sama aktif ini saling tertarik kan? Makanya jangan heran, dulu Raffi Ahmad sama Yuni Shara selalu lengket seperti prangko. 

Alur/ plot drama sangatlah indah. Kenapa indah? Karena sangat mudah diikuti. Humor yang disampaikan juga lucu meskipun hanya candaan ringan. Seluruh cerita terjalin dengan rapi, baik kisah inti Sakura-Hiroto, maupun kisah pendukung seperti: rumah tangga Miki, masalah Shima, dan keluarga Hiroto. Persahabatan Miki-Shima-Sakura juga sangat imut. Ah, senangnya punya sahabat sampai kapanpun itu. Semua bersatu membentuk Last Cinderella menjadi cerita menarik.

Friendship forever : Miki - Sakura - Shima

Banyak adegan yang lumayan hot yang aku sangat suka. Mungkin bagi yang di bawah umur akan sedikit shock dengan sejumlah adegan. Dan memang sebaiknya jangan menonton jika belum cukup umur. Adegan Hiroto dengan celana dalam doang itu lho. Wajahnya, ekspresinya, so sexy! Ow ow wow.. 

Can you resist this face? Oh No!


Setting dan latar juga oke meskipun tidak terlalu wah banget. Lumayan lah.
Para pemain? Jangan diragukan lagi. Semuanya komplit dan paket sempurna. Chemistry yang terbangun di antara pemain sangat bagus. Pemeran utama Ryoko Shinohara dan Miura Haruma sangat serasi dan cinta Sakura-Hiroto terasa sangat natural.  Om Fujiki Naohito juga seperti biasa berakting bagus. Sebagai Tachibana Rintaro, dia terlihat sangat keren dengan akting kekanak-kanakannya menggoda Sakura. Pemeran Miki dan Shima juga keren, apalagi ketika Shima mulai jadi 'tante nakal'. Dia sangat menjiwai perannya. Semuanya deh keren. Aku suka sekali. Salut buat sutradara dan para pemainnya.

Ehm, apa lagi ya?

Ngomongin lagu pembuka, Star Love-lation yang dinyanyikan Kera Kera,. Ehmmm gak terlalu nempel sih di ingatanku. Berarti biasa saja ya.. Hehehe

Aku suka dengan Last Cinderella.

Goodpart: Sexy Miura Haruma, Brilliant plot, woman friendship, cute love story.
Badpart: almost none! (just a question: Is it something happen in real life? - Not sure)

9/10

Main cast here.. (img source: here)

---


Ide numpuk !


Pernah gak ngalamin?

Pengalaman sebagai seorang blogger (meski amatiran)

Nulis bagi blogger adalah separuh jiwa (atau separuh nafas, separuh hati, separuh aku, dan separuh-separuh lainnya yang udah jadi judul lagu. haha..). Semua blogger pasti kepingin sering-sering posting tulisan agar blognya tetap eksis. Tulisan apapun itulah, dari yang serius kayak mau nulis skripsi, curcol karena patah hati, posting foto doang plus caption minimalis, sampai cuman nulis ngalor-ngidul gak karuan pun yang penting bisa dapat postingan. (Contoh terakhir itu ya tulisan ini nih. )

Nah, pada suatu saat ketika hasrat nulis muncul tapi bingung mau nulis apaan. Tiba-tiba di kepala muncul satu hal yang seringkali kepikiran. Satu hal ini sudah sering mengganggu ketenangan batin karena muncul terus di otak dan gak mau pergi-pergi. Si satu hal ini mendesak untuk segera dibebaskan alias minta dituliskan.

Dia berkata, "Buruan tulis gue di postingan blog elo. Kalo gak, gue gak bakal membiarkan elo hidup tenang!". Pokoknya sadis banget deh ini si satu hal. Ngebet banget pingin segera dituangkan. Ibarat sebuah cek yang harus cepet-cepet dicairkan, biar cepet jadi duit cash dan gak jadi pikiran. Halahhh.. kok analogi ini rada-rada gak nyambung ya. Hehehe... (biarin ajalah, toh itu yang langsung nempel di otak. )

Kepala ini rasanya penuh banget sampe pengen ditumpah-tumpahin tuh isinya. Alamak,... bener-bener nih rasanya kepikiran terus. Dan ini tidak akan hilang sampe si satu hal itu dituliskan. Sumpah! ngeyel setengah hidup!

Aku pernah ngrasain ini berkali-kali. Misalnya nih satu kasusku dengan review buku Ronggeng Dukuh Paruk. Buku itu adalah salah satu karya masterpiece Ahmad Tohari yang aku sangat suka. Top Markotob dan nendang pokoknya mah. Aku ingin banget menuliskan review tentang buku ini di blog. Secara kan aku punya tag khusus untuk Book Review. Nah, karena saking malasnya atau bingung mau nulis apaan, aku tunda-tunda tuh nulis review buku.

Dan apa yang terjadi? Hampir 2 bulan kepalaku isinya sama, "Woy buruan nulis review! buruan woy! buruan! Ronggeng woy!".  Kayak gitulah pokoknya. Setiap buka internet, setiap mau tidur, kapanpun dan dimanapun si 'Review Ronggeng' ada terus. Setelah dua bulan bertahan, akhirnya aku tak sanggup lagi menahannya. Hingga akhirnya kutulis juga tuh si 'Review Ronggeng'. Lalu apa yang terjadi setelahnya?

LEGA.....!

Aih, sumpah bener dah! Leganya itu seperti kayak habis selesai nyelesain ujian. Aku gak peduli hasilnya yang penting ujiannya beres. Sama saja. Aku tidak peduli hasil akhir tulisannya, yang penting ide itu brojol juga dan gak ganggu lagi makan dan tidurku. Hahahaha...

Nah, sering banget hal kayak gini terjadi. Aku sih nyebut ini sebenarnya adalah ide, ilham, pikiran atau apapun itulah dari diri kita. Dia punya kekuatan mendesak yang dahsyat. Waspadalah dan tetap hati-hati. Lebih baik ide-ide itu segera dibebaskan dari cangkangnya di kepala. Biarkan dia ngalir lewat tarian jari kita. Kalo gak,.... Ehmmm... rasakan gundah gulana gelisah dan resah yang gak kalah dari galaunya cinta ditolak. Hahahaha....

Jadi, apa idemu teman? Apa di kepalamu yang mendesak untuk dituliskan?

Dan dikepalaku saat ini banyak sekali mereka berjubelan. Ini peringkatnya yang kususun berdasarkan kekuatannya menyita pikiranku sampai detik ini.

1. dorama review 'Last Cinderella'
2. Sungai Willamette Introduction
3. Watershed Councils in Oregon
4. Large Wood Debris
5. Tillamook State Forest
6. Friends of Mine: Kris
7. dorama review 'Osozaki no Himawari'
8. Non-native invasive species
9. IEI summary
10. Oregon Forest, Public and Privat
11. Etc,...

Anjrott... banyak banget nih jubelan di kepala. Dari sekian banyak itu, yang nangkring paling kuat adalah doramanya si Miura Haruma. Ampuh dah, penting banget yah.. Jadi, daripada si Miura ganteng gangguin kerjaku terus, mending buru-buru aku nulis tentang Last Cinderella di postingan selanjutnya.


Miura Haruma in Last Cinderella

(Sebenarnya kan yg gangguin aku ya ide tulisan ini.. hehehe.. tapi ini sumpah gak sengaja. Tiba-tiba aja galau gak karuan pas mau nulis review dorama. Eh, kesambet nulis ini. Yaelah,... Nah, aku sekarang sudah mulai tersenyum sendiri. Kocak banget rasanya. Congrats ya.. selamat ya Non, udah brojol lagi anaknya.... Yup yup... aku adalah ibu dari anak-anak di blog ini. Jadi ingat kenapa dulu aku ngasih nama blog ini Dunia Aksara Ku. Hehehe)



Langit mendung pagi ini membawaku terbang, ataukah tenggelam?
Aku merasa bagai hewan laut yang memandang permukaan air.
Ah, dasar laut begitu indahnya.
Tapi cahaya mentari di atas sana silau menggodaku
Aku penasaran ada apa di atas sana.
Arak-arak awan bagai jembatan karang
Ingin rasanya mengintip apa yang ada di baliknya

Oh Mentari,
Meski langit tak selalu biru
Kelabupun menjelma syahdu terterobos cahayamu
Kau begitu agung di sana
Kau bahkan menjelma Tuhan
Di dasar laut hidup ini

Dan aku?
Seekor binatang laut yang tidak bisa berenang


------------



Apa sebenarnya perbedaan istilah itu? Keduanya sering dipakai dalam bidang pengelolaan sungai/air/hutan dan sering kali bertukar tempat. Apakah artinya sama? Atau berbeda? Jika berbeda apanya yang beda? Tidak ada definisi yang pakem atau resmi untuk kedua istilah tersebut. Dari beberapa sumber yang kudapatkan, kedua istilah tersebut memang masih simpang siur definisinya. 
Misalnya,
C: Watershed mengacu pada daerah yang lebih luas dimana air itu mengalir (ini adalah pengertian DAS), dan River basin lebih mengacu pada sungai (basin dalam Bahasa inggris berarti tampungan/wadah). Kata watershed juga lebih umum digunakan.
(dan aku masih ragu, aku pun tanya S)
S: Mirip dengan C. Istilah DAS mengacu pada kata watershed, sedangkan river basin (mungkin) pada sungai (badan sungai).

Aku tanya juga ke hampir semua penggiat air yang kutemui. Jawabannya selalu mirip-mirip, "Well, you know, actually those terms look alike and I'm not sure about the clear definition  between them. But for me, I think.... ".  Mirip dalam artian tidak ada keyakinan yang mendalam. Aneh juga rasanya.
Aku kemudian cek buku "Pengelolaan Sumberdaya Air Terpadu" tulisan Kodoatie 2005, dituliskan bahwa istilah DAS dalam Bahasa Inggris disebut sebagai watershed atau river basin. 
Lhah? Yang mana ini yang benar?
 
What is a Watershed?
A watershed is the area of land where all of the water that is under it or drains off of it goes into the same place. John Wesley Powell, scientist geographer, put it best when he said that a watershed is:
"that area of land, a bounded hydrologic system, within which all living things are inextricably linked by their common water course and where, as humans settled, simple logic demanded that they become part of a community."
Watersheds come in all shapes and sizes. They cross county, state, and national boundaries. In the continental US, there are 2,110 watersheds; including Hawaii Alaska, and Puerto Rico, there are 2,267 watersheds.
 
What is the difference between a River Basin and a Watershed?
Both river basins and watersheds are areas of land that drain to a particular water body, such as a lake, stream, river or estuary. In a river basin, all the water drains to a large river. The term watershed is used to describe a smaller area of land that drains to a smaller stream, lake or wetland. There are many smaller watersheds within a river basin.

Lalu,
di website Pemerintah Kota Portland: https://www.portlandoregon.gov/bes/article/231466

"The Willamette River Basin is the largest watershed in the state, ..."

 Nah lho! Berarti River Basin sama watershed artinya sama dong.

Dan,
 Masih banyak lagi kutemukan 'river basin' dan 'watershed' di jurnal-jurnal, publikasi, buku, dan artikel berita di mana-mana.

Ini sangat membingungkan. Jadi yang mana sebenarnya yang dimaksud DAS? Jika aku berbicara tentang DAS Willamette, maka yang benar Willamette River Basin atau Willamette watershed? Kalau dari rasa-rasaku, yang pas adalah Willamette River Basin. Tapi belum yakin juga.
Tapi kemudian muncul tanya, “Bukannya Willamette adalah anak sungai Columbia, jadi sebenarnya daerah aliran Willamette adalah sub-DASnya Columbia.”
Istilah DAS sendiri mengacu pada sungai yang mengalir sampai ke muaranya di laut (dan danau?), jadi jika ada sungai yang muaranya bukan di laut maka masih dihitung anak sungai (kah?). Satuan wilayah pengairannya-pun akan disebut sub-DAS 1,2, 3, dst tergantung tingkat cabang-cabang anak sungai alirannya atau dengan kata lain ordo sungainya.
Karena watershed dan river basin tidak mensyaratkan adanya muara di laut, maka bisa saja watershed atau river basin digunakan untuk anak-anak sungai (tidak perlu sungai utama).
Apakah demikian?

Nah, 
Akupun tak ingin lama-lama berpusing dengan dua istilah ini. Akhirnya aku simpulkan dengan cukup yakin bahwa antara watershed dan river basin memang 'hampir mirip' tapi tetap beda. Dan dua-duanya bukanlah istilah yang selalu 'pas' dengan DAS.

Watershed dan River Basin sama-sama merupakan wilayah batas aliran air yang menuju ke satu aliran utama. Aliran utama yang dimaksud tidak harus sungai utama yang langsung bermuara ke laut, tapi bisa saja sungai-sungai kecil yang bermuara ke sungai lebih besar. Ini tergantung penggunaan namanya.

Gini lhoh gampangnya. Coba lihat ilustrasi sederhana yang kubuat ini.




 Bayangkan gambar di samping adalah suatu daerah aliran sungai, sebut namanya DAS A. Sungai A ini memiliki anak-anak sungai, misalnya sungai B dan C. Sungai D adalah anak dari sungai B.

Aku bisa menggunakan istilah watershed berkali-kali,

Watershed A = batas biru muda
Watershed B = batas biru muda tebal
Watershed D = batas kuning

Aku bisa juga menggunakan istilah river basin berkali-kali, sama persis dengan istilah watershed di atas.

Bedanya adalah di Amerika (Oregon), penggunaan river basin cenderung untuk wilayah besar/ sungai besar. Sedangkan watershed dipakai untuk banyak sekali keperluan, dari sungai-sungai kecil hingga sungai besar. Ini juga sangat cocok dengan salah satu pertanyaanku, "Kenapa watershed council di sini banyak sekali jumlahnya?" Jawabannya ternyata karena memang watershed yang menjadi wilayah kelola organisasi itu kecil-kecil. Dalam satuan besar, organisasi watersheds biasanya membentuk jaringan ataupun aliansi.

Contoh nih. Sungai Willamette adalah salah satu anak sungai penting bagi Sungai Columbia. Di Willamette River Basin terdapat setidaknya 25 watershed councils yang wilayah aktivitasnya terbagi di anak-anak Sungai Willamette. Cek link tentang Willamette watershed councils.

Akhirnya,
Aku merasa bersyukur bahwa di Indonesia punya istilah yang jauh lebih mudah dipahami dan sangat pakem yaitu DAS = Daerah Aliran Sungai. Apa itu DAS?

"Daerah aliran sungai adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan." (UU no. 7 tahun 2004 tentang Sumberdaya Air)

Nah, definisi DAS sudah sangat pakem dan mantap. Seluruh satuan wilayah aliran air yang mensyaratkan adanya muara terakhir,yaitu danau ataupun laut. Jadi jika melihat ilustrasi di atas yang namanya DAS ya hanya yang garis biru muda, namanya DAS A dan tak ada yang lain-lain lagi. Satuan yang lebih kecil lagi disebutnya sub-DAS.

(Jadi kepikiran, "wah ada juga  yang bisa dibanggakan. I love DAS ! :)  )


Lady Mishil dan Queen Seon Deok (img source: here)

Minggu-minggu kemarin aku nonton lagi drama kolosal Korea yang paling kusukai, yaitu 'The Greatest Queen Seon Deok' aka 'Seon Deok Yeo wang'. Meskipun rasa-rasanya buang waktu untuk nonton 62 episode yang rata-rata per-episodenya 1 jam, tapi tetap saja persaingan antara dua perempuan hebat di sejarah Korea ini masih sangat memukau. Nonton ulang pun tidak rugi, kamu bisa terkesan lagi, jengkel, marah, mewek, nangis lagi dan lagi. 

(Aku tidak akan membahas semua kisahnya karena sangatlah panjang. Bagi yang mau lihat informasinya  ke sini saja, review yang lumayan bagus di sini atau sini.)

Lalu apa sebenarnya yang paling menarik dari drama ini? Menurut pendapatku pribadi adalah sbb:

1. Ceritanya sungguh luar biasa dan konon ini adalah kisah nyata. Queen Seon Deok adalah ratu pertama di sejarah Korea. Bukan ratu karena istri raja, tapi ratu sebagai penguasa. Aku paling suka cerita-cerita wonder-woman seperti ini. Karena kebetulan aku juga perempuan dan masih bermimpi pula untuk menjadi wonder-woman.

2. Lady Mishil yang diperankan oleh Go Hyun Jung sangat memberikan kesan yang sangat mendalam. Aktingnya sungguh luar biasa. Bisa jadi Lady Mishil adalah tokoh antagonis wanita paling hebat dalam sejarah drama di Korea. Wanita cantik, jenius, dan ambisius yang menawan kekuasaan negara. Para lelaki semua bertekuk lutut di hadapannya. Sungguh senang rasanya melihat Lady Mishil selalu duduk di pucuk pimpinan kelompoknya yang hampir semuanya laki-laki. Bahkan kaisarpun takut sama dia. Wow, keren banget deh pokoknya.

3. Pertarungan antara dua perempuan penguasa yang sangat epic. Di salah satu adegan, Lady Mishil dan Deok Man (aka Queen Seon Deok) bernegosiasi di suatu tempat pertemuan. Kedua perempuan ini duduk di bawah gazebo di tengah-tengah padang luas sembari dijaga para pengawalnya. Hanya mereka berdua perempuan di tempat itu, dan merekalah pemimpinnya. Wow lagi deh! Gila, keren banget! Saking kerennya aku sampai merinding. Jika mau, perempuan itu sebenarnya sangatlah kuat. Setuju kan. Hehehe... (Aih, bahaya nih. Tiba-tiba aku ngimpi jadi presiden. Wkwkwkwk)

4. Bidam aka Kim Nam Gil is so hot, sexy, handsome, and emotional. Aku masih ingat dulu pertama kali melihat karakter Bidam, aku langsung bergumam, "Akhirnya, setelah lebih dari 20 episode, muncul juga tokoh yang ganteng!". Ya ya ya, Bidam sungguhlah sangat rupawan. Meskipun pertama kali muncul dalam pakaian gembel, tetap sama ganteng. Dan sebenarnya bukan hanya gantengnya yang membuatku jatuh cinta. Aktingnya itu lho! Sumpah, sungguh sangat membuat emosi jiwa. Kim Nam Gil jago banget memerankan karakter ini. Bidam yang naif, lugu, dan sadis sangat baik diperankannya. I love Bidam.

Goergeus Bidam (Img source: here)

5. (Not) Happy Ending Love story. Adegan terakhir Bidam selalu menghantuiku. Why? Why? Kenapa dan Kenapa? Sedih banget rasanya. Bahkan di kedua kalinya aku menontonnya, aku masih berlinang air mata. Sedih benar rasanya. Bidam mati mengenaskan, tapi paling tidak dia tahu kebenarannya dan dia mati di depan gadis yang dicintainya. Lalu Deok Man? Aduh, ketika dia jatuh pingsan tak lama setelah Bidam mati sungguh menyayat hati. Mereka saling melihat meskipun hanya sebatas tatap kosong Bidam yang sudah tak bernyawa. Setelah 3 hari pingsan, Deok Man pun menyusul Bidam meninggalkan dunia ini. Sungguh tragis kan. Yah, paling tidak mereka pergi di waktu yang hampir bersamaan. Kisah-kisah tragis romantis biasanya tak jauh dari seputaran, 'Jika tak bisa hidup bersama, lebih baik mati bersama'. Hiks hiks hiks. Kira-kira seperti itulah. Sedih tapi tetap saja romantis. (Jadi ingat kisah Bi Cheon Moo. Mirip)


Sudah ah,
Cuman sedikit tulisan untuk mengenang kisah Queen Seon Deok yang sungguh luar biasa. Masih sedih gara-gara Bidam mati...
Meeting someone who I'd never met for a long time is very shocking. Time, again and again shows its face.
Maybe I was wrong before. I take what I have said.
"Time will show its power when we look at our own shadow on the mirror." It's totally not true.
I came to my new conclution and understand that time will show the greatest power when we look at others. They changed. Time changed them. I can see that.

It is more difficult to see what time changed me than others.
Look at around you!
And it is about time.





(Sebuah catatan yang hampir hilang tentang perjalanan di jantung khatulistiwa, Kalimantan. Ini adalah yang tersisa dari catatan yang hilang karena memang hilang atau karena belum sempat tercatat. :-) )

 6 Desember 2013

Klothok di Pelabuhan Rasau Jaya (Img Source: here)

Sore ini langit Pontianak biasa saja. Di tempat yang baru kukunjungi namun tak memberiku kesan asing. Yah, aku memang masih di negeri sendiri. Indonesiaku yang memberiku sejuta pesona kekaguman yang tak kunjung sirna.
Satu yang seru kali ini adalah bahwa ini menjadi kali ketiganya aku di sini, untuk alasan yang sama, dengan orang yang sama pula.

Seperti biasa, si Singa Udara (baca: Lion Air) kambuh penyakitnya. Telat 45 menit dari yang dijadwalkan. Padahal waktu ini menjadi penting terkait keberangkatan perahu sepid (sebutan masyarakat lokal untuk speed boat) yang hanya mau menunggu penumpangnya sampai jam 12 siang. Dan saat jam 12 siang, kami masih nangkring di Bandara Supadio - Pontianak, baru saja keluar dari lambung si Singa Udara.

Jarak bandara - Pelabuhan Rasau Jaya cukup jauh terasa, 30 menit perjalanan dengan taksi berongkos mahal 150 ribu rupiah. Tarif resmi, kata sang sopir. Kami tiba di Rasau Jaya jam 1 siang. Pelabuhan kecil di Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat yang meskipun kecil tapi sangat penting sebagai penghubung antar wilayah di pedalaman Kalbar.
Waktu kami tiba, sepid sudah sejam yang lalu pergi. Sirna sudah jadwal rapi gara-gara si Singa yang molor. Apa yang musti dilakukan? Di tengah jadwal padat yang saling kejar-mengejar, rasa-rasanya buang waktu semalam di kota ini, sungguhlah sayang.

Saat itu Pelabuhan Rasau Jaya  tak sepenuhnya sepi. Aku lihat kapal-kapal dan perahu bersandar menunggu berlayar. Aih, apa salahnya cari informasi. Beruntung si bapak sopir taksi menjadi guide kami untuk sekedar mencari kepastian di tempat ini. Tak percuma bayar mahal. Dan ya!

Angin segarpun bertiup mengabarkan akan ada motor air yang akan berangkat sore ini ke selatan,  ke Teluk Melano, tujuan kami. Hari masihlah siang dan tiket katanya baru akan dijual jam 3 sore. Kamipun menunggu di warung-warung kayu yang seakan berjajar mengelilingi pos penjual tiket yang bertembok bata layaknya kantor-kantor dinas. Ah, pemandangan biasa di pelabuhan, terminal, ataupun stasiun.

Dalam penantian selama lebih dari 1 jam, aku mencoba mencari informasi. Kudatangi kantor dinas, agen tiket kapal yang ternyata semua petugasnya berseragam. Aku tanyakan tentang jadwal dan pemesanan tiket perahu. Kejutan barupun aku dapatkan. Ternyata ada dua jenis perahu yang ada di sana: kapal feri dan motor air alias klothok. Dan lebih terkejut lagi ternyata tujuan kedua perahu itu tak ada yang ke Teluk Melano, semuanya akan berhenti terakhir di Pelabuhan Teluk Batang, sebelum Melano.

"Ombaknya besar kalau ke Melano, kami tak ada yang berani ke sana. Paling terakhir ya di Teluk Batang. Kalau mau nanti dari Teluk Batang bisa lanjut naik ojeg." Kata seorang bapak yang kutanyai.

Terkejut pasti, tapi kami tetap harus memutuskan dan bergerak cepat jika tidak ingin tertinggal kesempatan berperahu hari ini. Kami harus memilih di antara dua pilihan yang kurang kami suka. Akhirnya 'klothok' menjadi pilihan. Kapal feri memang akan lebih cepat sampai dan klothok akan jauh lebih lambat. Yah, namanya saja klothok. Sudah pelan jalannya, bunyinya pasti 'klothok - klothok - klothok'. Asli! Justru di situlah kelebihan si motor air ini. Tak ada yang bisa kami lakukan di malam hari. Dengan lamanya perjalanan, malamnya kami bisa istirahat meski di perahu yang disumpeki oleh berbagai macam penumpang. Kami akan sampai di Teluk Batang ketika subuh. Waktu yang cukup baik untuk melanjutkan perjalanan ke Teluk Melano. Apa jadinya jika kita terdampar di Teluk Batang ketika dini hari. Itu akan terjadi jika kami naik feri yang waktu berlayarnya lebih cepat beberapa jam.

Sekitar menjelang jam 5 si klothok berangkat. Aku lupa tak mencatat berapa harga tiket yang harus kubeli dengan tawar-menawar. Mungkin sekitar 50 ribu? Ah tidak yakin juga. Tapi yang jelas, setiap beli-beli tiket usahakan untuk selalu mulai menawar. Kalau dapat ya untung kalau tidak ya tidak apa-apa. Tidak semua melakukannya, tapi para agen tiket kadang suka melebihkan harga aslinya.

Diiringi bunyi klothok-klothok dari motor air ini, dan juga celoteh penumpang dan penjaja makanan di badan perahu yang sempit, matahari mulai tenggelam di arah langit yang pastinya adalah barat. Langit jingga dan sorot surya sungguh menyilaukan tapi juga mempesonakan mata. Ahh, kalau untuk urusan langit, aku memang mudah jatuh cinta. Rasanya seperti terlempar ke negeri dongeng di atas awan jingga sana. Sang pangeran berkuda putih pun menunggu di istana kastil mirip dongeng Eropa. Hahaha.....Aku pun terhanyut waktu.

Malam menjelang dan kurasakan waktu berlalu sangatlah lama. Ketika aku menulis ini, aku kira sudah menjelang tengah malam. Tapi ketika kulihat jam, ternyata baru lewat sekian menit dari jam 10 malam. Aku mati gaya parah!!! Tak ada yang bisa dilakukan di perahu ini. Dia sedang sibuk dengan lamunannya dan sepertinya akan sulit bagiku untuk membuka obrolan. Tidur pun tak bisa karena tak 'pewe' (posisi wenak, bagaimana bisa tidur sambil duduk di bangku kecil tepi perahu dan berdesakan dengan bapak-bapak yang tak kukenal?), mau baca buku pun sulit di remang cahaya lampu perahu. Aihh,.... akupun sudah bosan menulis catatan harian ini. Ah sudahlah. Akan kututup tulisan ini dan ikutan melamun.

Di tengah-tengah Sungai Kapuas yang remang-remang, hutan nipah di kanan kiri, dan bunyi 'klothak-klothok' aku yakin bisa mendapatkan suasana lamunan yang semoga saja bisa membuatku tertidur hingga esok hari. 12 jam di klothok ini pasti akan segera terlalui.

Semoga,..
Sudah tak sabar menginjakkan kaki di Desa Batu Barat, Teluk Melano, Kalbar dan bertemu dengan mereka.



Note: Perjalanan ke-3 bersama Shota di Kalbar

Title : No Dropping Out, Back To School at 35
Genre : drama, slice of life
Episode :11
Broadcast year : April 13 - June 22, 2013
Cast:
Ryoko Yonekura as Baba Ayako
Mizubata Junpei as Junichi Koizumi
Alice Hirose as Rina Hasegawa
Taikou Katoono as Ryota Otake
Yua Shinkawa as Mizuki Kudo
etc,..

Sinopsis
(Spoiler Alert)

Bicara drama tentang orang dewasa yang kembali jadi murid SMA, pasti pecinta dorama langsung ingat dengan 'My Boss My Hero', salah satu dorama komedi terkenal yang dibintangi si seksi Nagase Tomoya. Tapi, yang satu ini beda, 'No Dropping Out (Back to School at 35)' bukanlah dorama komedi lucu-lucan. Dorama ini lebih serius dan cenderung lebih kelam. Dalam setiap episodenya, akan dibuka rahasia-rahasia kelam kehidupan SMA di Jepang sana. Bersama Baba Ayako, tokoh utama dorama ini, yang kembali menjadi murid SMA ketika usianya sudah 35 tahun.

Kisah ini dimulai ketika pada pertengahan semester di bulan April, SMA Kunikida didatangi seorang wanita dewasa yang modis dan seksi.Tak ada yang menyangka jika ternyata di adalah murid baru kelas 3 bernama Baba Ayako. Kehadiran murid SMA berumur 35 tahun sangat menghebohkan sekolah. Masuknya Baba di sekolah itu berdasarkan jaminan khusus dari Tetsuya Watari yang memiliki posisi penting di SMA itu. Lalu, apa sebenarnya maksud Baba bersekolah lagi? "Aku ingin memiliki ratusan teman!", kata Baba di hari pertamanya.

Kehidupan SMA di Jepang sangatlah keras bahkan kejam. Bully bukan menjadi rahasia lagi. Para siswa membentuk kelompok-kelompok untuk menindas satu sama lain. Bahkan guru dan hewan piaraan sekolah pun bisa menjadi korban. Maka tidak heran angka bunuh diri SMA di Jepang cukup tinggi. Begitu pula kondisi SMA tempat Baba bersekolah. Murid-murid di kelasnya menganut sistem kasta/ kelas. Kelas atas selalu menindas kelas di bawahnya. Rina Hasegawa, teman sekelas Baba adalah contoh kelas bawah dan juga korban bully. Rina tidak memiliki teman dan selalu sendirian, bahkan untuk makan siangpun dia melakukannya di toilet. Baba ingin mencoba menjadi teman tapi mendapat penolakan. Ternyata Rina memiliki masalah yang rumit baik di rumah maupun di sekolah. Baba tidak menyerah dan pada akhirnya dia membantu menyelesaikan masalah yang ada. Rina menjadi teman pertama Baba.

Satu persatu masalah bermunculan dan satu persatu pula teman Baba bertambah. Dengan pengalaman hidupnya dan kebijaksanaan sebagai orang dewasa, Baba mampu menyatukan kelas yang sebelumnya terpisah-pisah. Baba pun bisa mewujudkan cita-citanya sejak dulu yang belum terwujud, yaitu lulus sekolah. Di balik kembalinya Baba, ternyata terdapat cerita kelam dan sedih di kehidupan masalalunya. Apa sebenarnya masa lalu Baba dan siapakah Watari, penjaminnya? Bagaimana pula cara Baba membantu teman-teman sekelasnya untuk keluar dari dunia SMA yang kejam. Silakan nonton sendiri.

Menguliti Dorama

Awalnya aku hanya ingin nonton dorama berbau 'anak sekolah' untuk menyegarkan pikiran dengan cerita ala anak muda. Kemudian ketemulah dorama ini. Tatkala membaca sinopsisnya, aku langsung teringat My Boss My Hero. "Ah, mungkin ini seru juga kali.", pikirku. Dan ternyata memang benar! Dorama ini seru banget. Tidak lucu tapi lebih ke drama dan slice of life. Yuk dibahas.

Sebenarnya cerita tentang Baba Ayako ini bermaksud membuka tabir kehidupan yang kelam di dunia pendidikan SMA. Tokoh Baba menjadi pusat cerita dan bertugas sebagai agen perubahan. Seorang wanita dewasa yang cantik kembali mengenakan seragam SMA. Wow, rasa-rasanya kok sangat seksi sekali ya. Dan ya, itulah daya tariknya, selain penceritaan yang unik, sosok Baba juga 'seksi'. Jadi mengingatkan pada cosplay-cosplay orang dewasa dengan seragam sekolah. Ehm,... :)

Alur cerita di dorama ini sungguh memikat. Satu persatu episode terlahap tidak terasa. Cerita mengalir seperti air yang susah dibendung. Setiap akhir episode selalu menyisakan ruang penasaran untuk tidak sabar lagi menonton episode selanjutnya. Dan di akhir episode pun semua konflik terselesaikan dengan tuntas. Happy ending!

Latar dan setting di dorama ini lumayan lah. Jepang banget! Inilah bedanya Jepang dan Indonesia. Drama-drama berlatar sekolah selalu syuting di sekolah asli atau minimal sangat mirip dengan sekolah. Lhah sinetron kita? Kebanyakan latarnya ngasal, asal bikin ruangan dengan bangku dan papan tulis. Bahkan rumah sakit pun dibikin mendadak. Sungguh pembohongan dan pembodohan publik secara masif, terstruktur dan sistematis kan. Hehehe..

Bagaimana para pemerannya? Tokoh utama Baba Ayako diperankan oleh aktris senior cantik Ryoko Yonekura yang sesungguhnya berumur 38 tahun. Yonekura berhasil memerankan tokoh Baba yang misterius, depresi, cerdas, bijaksana dan kadang kekanakan. Aku paling suka gaya Baba merokok, sangat seksi sekali... Menurutku peran sebagai Baba tidak mudah dan Yonekura berhasil membawakannya.

Tokoh penting lainnya yaitu wali kelas Baba, seorang guru muda bernama Junichi Koizumi diperankan oleh Mizubata Junpei. Sayangnya, Junpei kurang maksimal dengan perannya. Akting Junpei terasa hambar dan tidak mengesankan alias biasa saja. Padahal pemeran tokoh-tokoh murid di dorama ini cukup baik, selain itu mereka juga sangat imut-imut dan enak dipandang. Misalnya saja  Taikou Katoono yang memerankan murid paling berbahaya bernama Ryota Otake yang sangat mewakili para 'beautiful boy', atau Yua Shinkawa, aktris muda yang lumayan bisa berakting. Ehm, tapi Junpei tidaklah sendiri, pemeran guru-guru lainnya juga sangat biasa, mungkin memang karena porsi perannya juga sedikit. Tapi peran Junpei kan termasuk tokoh penting jadi pembandingnya kurang seimbang. Seharusnya Junpei bisa lebih maksimal lagi.

Di pembuka setiap episode pasti akan dijelaskan tentang kelamnya dunia SMA. Sekali dua kali bolehlah, tapi lama-lama bagian pembuka jadi membosankan sehingga sering aku lewati. Hal lain yang kurang kena yaitu endingnya. Aku rasa terlalu berlebihan.Tapi ending yang lama dan berlebihan sepertinya sudah biasa ya di dorama-dorama ala anak sekolahan di Jepang. Ingat kan endingnya Hanazakari no Kimitachi e yang sangat panjang dan berlebihan.

Bagi kamu yang doyan nonton dorama bersetting sekolahan, layak banget nonton ini. Meski ceritanya agak kelam tapi seru banget. Tante seksi Ryoko Yonekura, sejumlah cewek-cewek Jepang yang cantik dan cowok-cowok yang tidak kalah cantiknya akan hadir menyejukkan mata kamu. Lumayan untuk ngabisin waktu di malam minggu bagi pecinta dorama yang jomblo. Hehehe..
-----

Goodpart: Good story, The sexy Baba, Kawaii girls, Cute boys, Happy ending, Problem solved
Badpart : Mizubata Junpei, boring opening monolog, too much ending

8/10 




MAX train (Img source: here)

Pada awalnya aku pikir transportasi umum di negara maju itu pasti sangat disiplin, selalu tepat waktu dan tidak pernah ada masalah. Setelah sebulan berada di kota terbesar di negara bagian Oregon-Amerika Serikat yaitu Portland, barulah ketahuan bahwa tidak ada yang sempurna di dunia ini. Ceileh, kayak dakwah yah! Selama 2 hari berturut-turut, sistem transportasi umum Portland yang lebih dikenal dengan sebutan TRIMET mengalami gangguan. Apakah gerangan?
Sejak hari ke-2 aku menginjakkan kaki di AS, tepatnya tanggal 2 Juni 2014, sejak saat itu pula aku berkenalan dengan TRIMET. Ada dua moda transportasi umum di sini, yaitu bus dan kereta listrik yang terintegrasi dan sistem ini disebut Trimet. Semua informasi ada di websitenya di sini.

Jalur-jalur bus banyak tersedia di tempat-tempat strategis dan pemberhentiannya pun lumayan banyak. Selain itu tepat waktu pula. Sangat mudah mencari jadwal bus-bus ini, asal bisa online atau punya pulsa. Tinggal kirim pesanan langsung deh informasi di tangan.

Khusus kereta listrik lebih dikenal dengan sebutan MAX. Ada 4 trayek MAX yang dibedakan berdasarkan warna yang kesemuanya melintasi pusat kota (City Center/ down town), yaitu:
- Red Line MAX = PP Airport – City Center - Beaverton TC
- Blue Line MAX = PP Gresham – City Center – Hillsboro
- Yellow Line MAX = PP Expo Center – City Center – PSU (Portland State University)
- Green Line MAX = PP Clackamas – City Center – PSU

Trimet Max Light Rail (img source: here)
Untuk PP dari rumah homestay sampai tempat kerja aku dapat naik MAX Red Line atau Blue Line yang  sama-sama melintasi Sunset TC (dekat rumah) dan Washington Park (dekat kantor) yang hanya berjarak 1 stasiun. Cukup 5 menit dan sampai. Tapi,… aku harus jalan kaki 25 menit dulu dari Sunset TC – rumah atau sebaliknya. Itung-itung pembesaran betis dan olahraga juga. 


Nah, di musim panas ini, Kota Portland dan sekitarnya menjadi lebih panas dari biasanya. Wajar kan, namanya juga musim panas. Suhu bisa mencapai lebih dari 90 F (32 C). Kalau suhu sudah di atas itu, maka terjadilah gangguan di sistem transportasi rel ini. Semua kereta listrik akan melaju lebih lambat dari biasanya. Keterlambatan bisa mencapai 15-20 menit. Apakah ini menggangguku? Hemm....

(Beruntungnya jadi orang Indonesia itu adalah menjadi lebih sabar. 15-20 menit hitungannya tidak lama jika dibandingkan molornya jadwal kereta di tanah air, macetnya jalanan kota hingga berjam-jam atau bahkan ngetemnya tukang angkot yang biasa maju-mundurin angkotnya buat menarik penumpang. Sudut pandang beruntung atau tidak itu memang sangat rawan ya. Kalau logikanya begini, berarti lebih beruntung jadi orang super miskin atau sakit sekalian karena tidak akan ada lagi yang bisa menyusahkan mereka. Beruntung orang tak punya karena tak akan takut kehilangan. (Halahh,.. kebiasaan tidak fokus mulai lagi nih. Hehehe). Lanjut. )

Ternyata, penyebab kereta api melambat adalah ... (ada yang tahu?). Persis dengan ilmu IPA pas jaman SD dulu. Yap, relnya pada memuai karena kepanasan. Untuk menghindari kerusakan pada kereta dan sistem perkabelan maka kereta-kereta itu jalannya harus diperlambat. Mungkin biar relnya tidak semakin panas karena pengaruh gesekan. (Apakah telatnya kereta di tanah air juga karena ini? Ah, kok tidak yakin ya! Kan suhu Bogor-Jkt biasa tuh diatas 30an. Tiap hari malah.) Enaknya di Portland adalah setiap ada keterlambatan ataupun masalah lain, pengumumannya cepat sekali. Jadi tidak pernah ada cerita calon penumpang terlantar tanpa tahu penyebabnya.

Selain itu, MAX juga bersih dan longgar meskipun kalau jam pulang kantor agak penuh. Bedanya lagi nih, para Portlander (penduduk Portland) tidak rebutan tempat duduk di kereta. Bahkan sejumlah penumpang memilih berdiri dibanding duduk. Tak jarang terlihat banyak penumpang berdiri meski sejumlah kursi masih kosong. Kursi prioritas juga banyak tersedia dan tidak ada yang curhat karena kursinya diminta sama ibu-ibu hamil. Fasilitas khusus lainnya di MAX adalah sebuah ruang yang cukup luas (bisa untuk sepeda, kursi roda, koper besar, dan kereta bayi) dan jalur melandai/ ramp (untuk pengguna kursi roda). Sungguh sangat mendukung semua kalangan kan.


Gantungan sepeda (img source: here)


Tapi tidak semuanya juga bagus. Ini bukan tentang keretanya tapi lebih ke penumpangnya. Kadang-kadang aku melihat penumpang yang kakinya naik ke kursi sebelahnya, atau sampah-sampah yang diselipin di antara kursi. Aih, orang Amrik ada juga yang jorok ya. Tidak banyak sih, tapi tetap saja ada.

Yah, pada intinya aku ingin menyampaikan jika sistem transportasi umum di Portland lebih baik daripada di tanah air. Kenapa? Tepat waktu, responsif, dan melayani segala bentuk keperluan. Apakah kita pesepeda, penyandang cacat, membawa barang besar, ataupun bersama anak-anak, kita akan mendapatkan fasilitas yang memudahkan untuk menikmati layanan transportasi umum. Yah, meskipun tidak semuanya sempurna. Gangguan teknis dan perilaku penumpang yang kurang baik juga bisa ditemui di sistem ini.

Portland,
07 Agustus 2014



Salah satu ilmu jualan yang penting adalah pemasaran. Dan salah satu hal yang penting dalam pemasaran adalah teknik pengemasan. Percuma saja memiliki barang bagus kalau tak terjual. Dan percuma juga menjual banyak tapi tak untung. Nah, di sinilah seni berperan. Seni toh tak melulu tentang lukisan, patung, musik dan literatur. Seni adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan kreativitas dan penciptaan berbagai pilihan dan keputusan. 
Kata kamus sih begini, “Art is the expression or application of human creative skill and imagination, typically in a visual form such as painting or sculpture, producing works to be appreciated primarily for their beauty or emotional power.” Nah, kenapa jualan termasuk seni juga? Silakan menjawab dengan ‘ber-seni’. Di manakah letak keindahan jualan? 
Sudah menjadi pengetahuan umum kalo kemasan memegang peranan penting dalam penentuan harga pasar. Coba bandingkan harga keripik singkong rumahan yang dibungkus plastik bening tanpa label yang terkesan seadanya dengan sebungkus keripik singkong Kus*ka? Meski yang belakangan biasanya isinya angin doang, tapi tetap saja pembelinya banyak. Dengan jumlah yang sama tentu yang bermerk akan menjadi lebih mahal dan orang tetap saja membelinya. Di sinilah letak kekuatan si ‘bungkus’ dan ‘merk’. Mereka berhasil menaikkan nilai barang bahkan berkali-kali lipat dari awalnya. Kekuatan apakah itu?
Merk dan kemasan adalah identitas produk. Untuk membeli sesuatu tentu kita butuh informasi tentang barang yang akan dibeli. Ini sama saja dengan logika kita berteman atau bahkan mencari pasangan. Emang mau berteman atau pacaran dengan orang yang gak jelas asal-usulnya. Mungkin ada sih yang mau, tapi tentunya tidak banyak. Sama saja barang, membeli barang tanpa label sama saja dengan membeli bodongan, beli kucing dalam karung, penuh dengan resiko. Jadi label bisa disamakan dengan KTP-nya si barang. Orang kalau udah nunjukin KTP kan minimal kita tahu tuh orang siapa dan darimana. Rasanya lebih aman kan. Beli barang juga begitu, lebih aman jika ada informasinya. 
Nah, sekarang aku mau membagi cerita tentang kayu bakar. Lhoh kayu bakar? Yup yup yup, kayu bakar sebagai salah satu hasil hutan. Kemarin aku berkesempatan bertemu Neil Schroeder, ketua Oregon Wodland Cooperative, yaitu koperasi para pemilik lahan kecil di Oregon, yang salah satu usahanya adalah penjualan kayu bakar. Kayu bakar yang dijual tentunya berasal dari hutan milik para anggotanya. Sekedar informasi, hutan-hutan milik yang dikelola masyarakat terkadang disebut juga tree farm atau pertanian pohon. Apa yang istimewa dari kayu bakar koperasi ini?
Karena dari awal kita membahas kemasan dan label, maka yang istimewa dari kayu bakar ini adalah dua hal itu. Kayu bakar yang dijual oleh koperasi ini kemasannya menarik dan simple, mudah di bawa dan praktis. Bahkan anak kecilpun bisa mengangkutnya. Coba lihat gambar di bawah ini. 


Kemasan kayu bakar yang praktis dan bersih

Selain itu yang menarik dari kayu bakar ini adalah labelnya. Label muka berisi informasi umum produk dan koperasi penghasilnya, serta kalimat-kalimat bernada kampanye untuk meningkatkan ekonomi local dan mendukung pengelolaan berkelanjutan. Nah, yang unik adalah tulisan di balik labelnya. Di sana terdapat tulisan tentang asal-muasal si kayu bakar, dari tree farm manakah, siapa pemiliknya, dan dimana letaknya. Ini seperti ajang berkenalan antara si pembeli dan penghasil kayu. Label ini memberikan ruang kedekatan di antara produsen konsumen sehingga tercipta hubungan emosional. Yah, menurutku sih si konsumen akan merasa lebih baik karena tahu uang yang dia belanjakan akan lari kemana dan tahu bahwa dia juga tidak menyumbang kerusakan alam. Dan konsumen di Oregon dan mungkin Amerika memang menyukai hal-hal seperti ini, sehingga sertifikasi menjadi sangat penting juga. Jarang orang di sini yang mau membeli barang ‘bodongan’.


Label dan informasi produk yang menarik

Kemasan yang praktis, label yang menarik, serta pelayanan yang baik ternyata membuat harga kayu bakar produksi koperasi ini meningkat bahkan mencapai 3 kali lipat. Konsumen berani membayar lebih untuk itu bahkan katanya pesanan juga terus datang. Konsumen tenang, produsen pun juga senang karena rejekinya bisa lebih banyak. 
Yang seperti ini sepertinya perlu dicontoh oleh para pedagang. Semakin lama konsumen semakin pintar, mereka punya hak memilih dan pilihan mereka tidak semata-mata didasarkan pada kuantitas dan harga. Konsumen juga butuh kepastian, ketenangan, dan rasa menjadi orang baik.  Tidak hanya produsen yang dapat belajar, tapi konsumen juga perlu belajar bagaimana menjadi konsumen yang baik. 
Ah, aku jadi kepikiran untuk jualan. Tapi, jualan apa ya?
Mikir,….





YIN YANG of the Heart

Di suatu obrolan dalam mobil, di satu perjalanan dari Portland menuju Corvallis, aku menemukan sesuatu hal yang membuatku MIKIR (dengan tekanan intonasi gaya Cak Lontong). Obrolan tentang apa itu sampai bisa-bisanya membuatku menulisnya di tulisan ini? Kami sedang mengobrolkan tentang pernikahan, tentang pasangan hidup dan peran laki-laki perempuan. Aih, berat kali nampaknya. Memang. Makanya MIKIR! (kangen Cak Lontong jadinya. Selesai nulis ini langsung nge-Yutub ah.)

Obrolan diawali dengan kisah seorang kawan, seorang wanita yang sangat sukses di karirnya yang jelas bukan orang Indonesia, yang memilih untuk lajang di usianya yang 40 tahun. Si kawan tersebut pernah berkata bahwa pernikahan di negerinya yang masih masuk dalam budaya Asia, tidak memberikan posisi yang nyaman bagi wanita bahkan cenderung merugikan. Wanita banyak yang harus mengalah untuk kepentingan keluarga barunya, suaminya, anak-anaknya bahkan di adat negerinya, seorang menantu perempuan harus mengurus keluarga mertuanya.Untuk itu, dia kadang harus meninggalkan pekerjaannya dan berkonsentrasi untuk kerja rumah tangga yang tiada henti. Arghh....! Meski tidak harus begitu juga sih. Tapi itu gambaran umumnya.

Laki-laki juga memilih calon istrinya yang cenderung membuatnya lebih superior, Lebih kaya, lebih pintar, lebih ini, lebih itu, dll. Tak rela rasanya jika si wanita mengalahkan si pria meski dalam hal sekecil apapun. Ini masalah harga diri, katanya. Benarkah demikian? Kok rasa-rasanya aku kenal pola ini ya. Rasanya kok mirip ya. Oh iya, jadi inget doktrin dari jaman penjajahan dulu, "Laki-laki kan imam ye katanya, pemimpin gitu. Yang namanya pemimpin kan harus unggul. Mana ada pemimpin kalah pamor dari yang dipimpin. Iya kan? kali-kali aja gitu."

Kemudian si kawan itu juga berkata, "Aku tak mau kehilangan hidupku. Aku tak mau waktuku kuhabiskan untuk melayani orang lain. Aku bukan pembantu!". Widihhh, ekstrim bener kan ya. Tapi gak ada salahnya juga sih, doi kan orang penting dan sangat pintar, masa sih harus jadi pembokat di rumahnya sendiri? Kan gak lucu juga. Katanya, laki-laki di negerinya (yang padahal maju itu) lebih suka memilih istri dari kalangan biasa-biasa saja, yang gampang diatur, dibentuk dan dikendalikan. Pada tahu kisah Yamato Nadeshiko dari Jepang kan? Nah, mirip-mirip begitu. Perempuan yang bisa dibentuk adalah idaman para laki-laki. Tentus saja si kawan ini menolak mentah-mentah, "Aku gak mau pura-pura jadi bodoh hanya untuk dapat laki-laki". Hahaha,.. dalem bener kan.

Tapi masa iya sih, laki-laki gak suka perempuan pinter? Kalo dikaitkan sama si Yamato Nadeshiko, ya nyambung. Gimana mau nge-bentuk seorang perempuan jika perempuan itu pintar, lebih parahnya lagi jika yang ingin nge-bentuk agak kurang pintar. Hehehe... Tidak masuk akal sedikit langsung sikat. "Emang lu siape!", ekstrimnya mungkin gitu. Gak ding, becanda doang kalimat terakhir itu. Jangan tersungging.

Aih, aku jadi inget seorang kawan yang lain lagi. Dia pernah menuliskan padaku, "Eh, lu cari orang bule aja Net. Kalo lu di Indonesia lu gak bakalan nikah-nikah!". Jleb!!!! "Anjrit! Kena deh." Dalemnya itu sampai nusuk ulu hatiku. Skip  dulu bagian ini.

Nah, jika wanita-wanita mandiri,pintar dan sukses di Asia tidak bisa menemukan pasangan yang mereka mau, solusinya adalah cari pria bule. Katanya pria bule bisa lebih menghargai wanita, lebih menghormati privasi dan hak-hak satu sama lain. Intinya pria bule lebih modern lah, gak kolokan (katanya lagi nih). Wah, nampaknya ini solusi yang baik kan. Selain dapat laki-laki idaman yang menghargai perempuan, dapat bonus anak blasteran yang pasti unyu-unyu. Kali-kali aja laris jadi artis sinetron kayak di Indonesia yang tipinya bertaburan muka-muka blaster.

Tapi tunggu dulu! Bagian yang paling mikir ada setelah ini.

Kawanku yang lainnya lagi (lain ke-2, jadi ada 3 orang kawan ceritanya), yang asli wanita Amerika mengatakan bahwa hal serupa kadang juga terjadi di negeri Paman Sam ini. Tapi ini agak berkebalikan. Ceritanya adalah wanita-wanita di Amerika (mungkin juga Eropa) kebanyakan sangat mandiri baik secara finansial maupun yang lainnya. Mereka juga mendapat pendidikan yang baik. Nah yang model-model begini kan susah diaturnya, sedangkan sebagian laki-laki di sini masih menginginkan menjadi sosok pemimpin di keluarganya. Si laki-laki ini ingin punya istri yang nurut tapi susah nemunya di negeri sendiri. Jadi gimana? Gampang! Cari aja di luar negeri! Dan negeri-negeri Asia adalah target empuk. Perempuan-perempuan Asia terkenal nurut laki-laki dan cenderung pendiam. Pas sesuai kriteria kan.

Si kawan ke-3 ini juga mengatakan bahwa fenomena laki-laki bule menikahi wanita Asia sudah banyak terjadi. Tapi kebalikannya sangat jarang (wanita bule dan laki-laki Asia). Dia nantangin juga, "Coba saja cari pasangan interrasial ini. Pasangan mana yang lebih banyak?". Ehm, iya sih. Banyakan yang laki yang bule, perempuannya dari Asia.

Nah kembali ke temanku yang ke-2. Aku kan jadi mikir ya. Kalaupun gak ada mau sama aku di Asia gara-gara aku gak nurutan, dan toh akhirnya aku cari bule. Tapi oh tapi, si bule juga banyak yang mau sama wanita Asia karena nurutan. Halahh,..! Ini gimana toh? Kan gak nyambung ya. Misal nih, aku mau cari laki-laki yang jadi 'partner' bukan 'leader' sampai jauh-jauh ke tanah seberang. Lalu laki-laki di tanah seberang juga nyari wanita yang bisa jadi 'follower' bukannya 'leader/partner'. Lalu apa yang terjadi jika kedua orang ini bertemu?

Ya Runyam pastinya. Wong sama-sama tidak mendapat apa yang dicari.

Luasnya samudera tidak menjamin, budaya pun tidak juga, apalagi cuman warna kulit, rambut dan mata. Logika cari pasangan bule dengan alasan biar bisa menghargai wanita, bagiku sudah rontok dan tidak berlaku. Tidak ada hubungannya. Ini terkait langsung dengan gaya berpikir, pandangan hidup, dan kepercayaan (ini bukan agama ya). Seseorang, apapun latar belakangnya, memiliki sifat dan cara berpikir yang khas. Nah, itulah yang kucari.

Aku mencari seseorang yang nyambung cara berpikirnya denganku. Aku tahu aku unik dan beda, dan aku ingin memperjuangkan itu. Aku tidak ingin warnaku hilang karena salah pilih 'partner'. Akupun tidak ingin menghilangkan warna orang lain karena bagiku itu jahat. Paduan warnapun juga akan tercipta. Jadi akan ada 3 warna. Hehehe... Itu yang kupercaya.

Aku punya waktuku, dia punya waktunya, dan kami punya waktu bersama. Itulah prinsip warna bagiku.

Aih berat amat ya. Maunya banyak! Kapan nemunya ya? Hahaha... Pertanyaan standar yang sering ditanyakan dari dulu, juga olehku sendiri. Trus dengar sebuah lirik lagu nih,:

"Kita sepakat bila rasa yang sesungguhnya tak mudah didapat, perlu ada pengorbanan, perlu ada perjuangan,.." (Asmara Nusantara - Budi Doremi)

Jadi sadar. Berjuang dan berkorban. Itulah jawabannya. Mendapatkan apa yang diinginkan kan tidak mudah. Kalau terlalu mudah malah tidak seru ya. Hahh,... jadi ngantuk.. Tak terasa sudah 6 tahun berjuang ya....