Title: Long Love Letter/ ロング・ラブレター
Genre: Science fiction, human, romance
Episode: 11
Broadcast period: Jan - March 2002
Theme song: Loveland Island by Yamashita Tatsuro

CAST
Tokiwa Takako as Misaki Yuka
Kubozuka Yosuke as Asami Akio
Yamada Takayuki as Takamatsu Sho
Yamashita Tomohisa as Ootomo Tadashi
Nakajima Hiromi as Sekiya Noriko
Tsumabuki Satoshi as Fujisawa Ryuta





Setelah melihat Kubozuka Yosuke di IGWP (Ikebukuro West Gate Park) , aku langsung jatuh hati. Long Love Letter adalah salah satu dorama yang kutonton karena dia, selain juga memang ada Yamapi (Yamashita Tomohisa) yang ikut meramaikannya. Dorama jadul tahun 2002 inipun akhirnya sudah selesai kutonton dan berikut ini adalah reviewnya. :)

Sinopsis


Asami Akio, seorang mahasiswa bertemu pertama kali dengan Misaki Yuka, seorang florist, di sebuah toko buku. Perkenalan pun berlanjut dan mereka berdua bertukar kontak. Karena suatu kejadian, Asami kehilangan ponselnya dan sekaligus kehilangan seluruh kontak di dalamnya. Selama setahun, Asami dan Misaki tidak pernah bertemu lagi hingga kemudian tanpa sengaja mereka berdua bertemu di sebuah SMA tempat Asami bekerja sebagai guru.

Setelah liburan tahun baru, SMA mengadakan kelas perbaikan untuk murid-murid yang bermasalah. Saat itu, tanggal 7 Januari 2002. Sejumlah murid dan guru berada di sekolah untuk menjalankan aktivitasnya masing-masing. Misaki datang ke sekolah ini meminta tagihan bunga dari seorang guru yang memesan bunga darinya. Tanpa sengaja, Misaki bertemu lagi dengan Asami. Saat mereka sedang berbicara di halaman, tiba-tiba gempa besar terjadi dan membawa satu sekolahan itu menghilang.

Sekolahan yang menghilang di tahun 2002. (img source: here)

Masa depan di tengah gurun tandus. (img source: here)

Tidak hanya Asami dan Misaki yang terbawa pergi tapi juga sejumlah murid - Tadashi Ootomo dan Takamatsu Sho, dll - serta guru lain Sekiya Noriko dan lainnya. Sebanyak 22 orang yang berada di sekolah menghilang dari Yokohama pada 7 Januari 2002. Gedung sekolah dan penghuninya pun tiba-tiba muncul lagi di tengah-tengah gurun pasir tandus yang tak dikenal yang ternyata adalah masa depan. Di tengah usaha bertahan hidup dan keinginan untuk kembali pulang, ke22 orang ini akan memperlihatkan bagaimana perjuangan dan juga harapan manusia itu akan selalu ada. Dan bahwa cinta serta perasaan yang kuat dapat melampaui batas ruang dan waktu.

Menguliti Dorama


Long Love Letter terinspirasi dari manga berjudul Hyouryuu Kyoushitsu atau The Drifting Classroom karya Umezu Kazuo.  Secara keseluruhan, aku lumayan suka dengan dorama ini. Ceritanya bagus dan para pemerannya juga lumayan. Jika ada sedikit ganjalan, ya paling karena tampilan dorama ini terkesan jadul. Ya memang jadul sih. Hehehe. Selain itu,  melihat sejumlah aktor/aktris pada jaman masih unyu-unyu, menjadi hiburan tersendiri. Baru sekali ini aku melihat Yamada Takayuki, Mizuhara Asami, Takei Emi, dll yang masih muda. Kalau Yamapi sih, dari bayi aku juga sudah pernah lihat. :P

Ide Cerita
Meski bersumber dari manga, dorama ini ceritanya sedikit berbeda. Tokoh Asami dan Misaki adalah tokoh yang tidak ada di manganya. Jika di manga cerita lebih mengarah ke suspense dan horor, di dorama ini lebih menekankan di drama dan romansa. Yang sama adalah, latar kejadiannya yaitu sekolah yang menghilang dan muncul di masa depan bersama sejumlah orang di dalamnya.
Sekelompok orang yang terdampar di masa depan ini harus berjuang melawan kerasnya hidup di bumi yang sudah rusak dan tercemar. Tidak hanya konflik di dalam diri sendiri dan di dalam kelompok, mereka juga harus berhadapan dengan manusia-manusia penghuni masa depan. Mereka merasakan kemarahan pada manusia di masa lalu yang telah merusak bumi sampai sedemikian rupa hingga berubah menjadi gurun tandus.

Yang menjadi sangat manis di dorama ini adalah penggunaan judul dan juga pesan yang ingin disampaikannya. Long love letter, surat cinta yang menempuh perjalanan panjang menembus batas ruang dan waktu, untuk menyampaikan pada diri kita sendiri dan pada manusia, bahwa kita harus hidup sepenuhnya, melakukan sesuatu tanpa ragu dan menjaga alam lingkungan. Seperti yang Asami katakan di pembuka episode 1, "Live for the moment". Hidup yang kita miliki adalah saat ini, maka kita melakukan sesuatu di waktu yang kita miliki. Manis!

Alur dan Akhir Cerita
Alur yang digunakan adalah alur maju yang cukup mudah diikuti. Perpindahan dari dunia masa depan dan masa sekarang, cukup rapih dibuatnya, sehingga tidak membingungkan. Satu yang perlu dicermati mungkin di episode terakhir. Orang-orang di masa depan mengirim surat untuk orang-orang di masa lalu . Nah, di sinilah titik yang paling penting dan nyambung dengan judul doramanya - Long Love Letter-. Akan ada sedikit bolak-balik antara masa lalu dan masa depan jadi sedikit membingungkan. Satu yang kurang greget adalah akhir cerita yang kurang lengkap. Sejumlah masalah tidak terselesaikan atau tidak diperlihatkan selesai sehingga membuatku penasaran. 

Satu hal lagi yang agak aneh adalah munculnya manusia mutan di masa depan. Sepertinya, peran mereka di dorama ini tidak penting banget. Mereka hanya muncul sebentar dan sama sekali tidak memberikan kesan yang mendalam.

Seting/ Latar
Bagus banget! Lokasi gurun di masa depan sumpah bagus banget. Terasa benar-benar seperti di gurun yang suram, tandus dan tanpa kehidupan. Di mana ya mereka ambil lokasinya? Meskipun ini dorama tahun 2002, tapi efek-efek yang diberikannya tidak terasa 'tua' dan jadul. Kalaupun ada yang jadul adalah gaya-gaya rambut para pemainnya. Sudah sejak kapan ya rambut Yamapi jadi seperti itu? Hahaha...

Tokoh dan Pemeran
Kubozuka Yosuke memang tidak salah deh dijadikan idola pada jaman itu. Selain ganteng, dia juga pandai berakting. Sebagai Asami, aku suka sosoknya sebagai guru SMA yang gaul. Kalau punya guru kayak dia sudah pasti aku akan rajin ke sekolah. Setiap adegan sedih pun, Kubozuka sangat menjiwainya. Yang paling hebat adalah akting kesakitan saat dia sekarat. OMG! Aku seperti bisa merasakan sakit yang dia rasakan. Good Job Kubozuka! Tokiwa Takako sebagai Misaki juga bagus. Aku suka ekspresi matanya yang seperti berbicara. Pokoknya dia bagus deh. (Saking bingungnya aku harus bilang apa). Ah, semoga Asami dan Misaki dapat berbahagia di dunianya sana (yang sudah nonton pasti ngerti. ;P).

Pak guru Asami yang keren. :) (img source: here)

Misaki Yuka (Img source: here)

Pemeran lain yang perlu dicermati adalah para bintang-bintang terkenal saat ini yang pada waktu itu masih muda belia, seperti: Yamashita Tomohisa, Yamada Takayuki, Fujisawa Ryuta, Mizukawa Asami, Ishihara Hayato, Takei Emi, dan Karina. mengenal mereka saat ini dan melihat mereka di tahun 2002 pasti jadi sedikit pangling. Yang paling membuat pangling adalah si Yamada Takayuki. Jika sekarang doi sangat maskulin, sangat laki, di dorama ini doi masih imut-imut. Aktingnya sejak dulu sudah bagus. Lain halnya dengan Yamashita Tomohis a aka Yamapi, meskipun aku fans beratnya, tapi jujur kukatakan kalau akting Yamapi masih kurang greget di sini. Tapi tetap saja sih, dia ganteng banget. Hehehe... Ishihara Hayato, ehm.. So so lah. Mizukawa Asami sangat mudah dikenali karena wajah dan suaranya sama persis. Dia awet muda banget. Takei Emi juga masih imut-imut. Secara keseluruhan, para artis muda ini lumayan baik terutama si Yamada.


Mereka di Long Love Letter dan sekarang 


OST dan Lagu Tema
OSTnya tidak terlalu kuat atau memang aku mungkin tidak terlalu memperhatikannya. Tidak banyak komentar untuk OSTnya. Nah, kalau lagu temanya yang berjudul 'Loveland Island' dinyanyikan oleh x, sangat easy listening. Nada dan melodinya mudah terngiang-ngiang di kepala. Meskipun bisa dibilang ceritanya suram, tapi lagu ini nadanya ceria. Agak tidak nyambung sedikit sih ya. Tapi, yang mengejutkan adalah OST dorama ini mendapatkan penghargaan lho, sebagai musik terbaik di ajang  32nd Television Drama Academy Awards  tahun 2002. 


----
Sekian dulu ya untuk Long Love Letter. Tidak menyesal aku mengutak-atik internet untuk mencoba menonton dorama jadul ini. Kubozuka Yosuke harus ditelusuri lebih lanjut nih sepertinya. Hehehehe..

Jya...

Goodpart: Kubozuka Yosuke, Nice story, Lots of young actors, realistic future desert
Badpart: human mutants, unfinished ending

7.75/10

Selebihnya tentang dorama ini di: d-addicts, asianwiki, jdorama.com
Yang mau download bisa di: doramax264,
Yang mau streaming nonton online bisa di: dramacool 



"Live for the moment" , Asami Akio

Bermimpi dalam kenyataan
Aku mencintaimu dalam mimpiku
Kamu yang nyata
Cinta yang nyata
Hanya kisahnya yang maya...

Aku mencintaimu sebatas mimpiku
Kisah indah yang hanya kutahu sendiri
Yang lahir karna sekilas tatapmu
Melahirkan jutaan imaji tak terbatas

Kamu juga mencintaiku
Di dalam mimpi
Kamu pun pernah bilang padaku,
"Jangan takut untuk terus melanjutkan mimpi,
karena bagaimanapun aku sangat mencintaimu."

... manis...
Tapi sayang, semua itu dalam mimpi,

Kenapa mimpiku begitu nyata?
Mimpi ini terlalu indah, terlalu sempurna,
terlalu sayang untuk kuakhiri
Aku malas bangun
Aku takut semua berakhir

Karena kamu yang nyata,
bahkan mungkin tak pernah bisa hidup dalam fantasiku
Karena kamu yang nyata,
mungkin tak akan pernah mencintaiku
Jikapun mungkin kamu,
Entah kenapa aku yakin kamu terlalu angkuh

Mungkin bukan angkuh, tapi mungkin ini terlalu berat
untukmu dan pula untukku
Jikapun mungkin perasaan kita sama, mungkin, jalan kita lain
Tapi kenapa kita bisa bertemu?

Kamu ke Barat, aku ke Timur, lewat jalan berlainan pula!
Tapi, kita bertemu di sini

Hebatnya cinta!
Tapi tak sehebat juga! Karna toh tak bisa menyatukan jalan pilihan kita
Padahal aku mencintaimu sampai hampir gila

Karena nyata terlalu menyakitkan
dan mimpi terlalu sempurna untuk kutinggalkan,
Aku memilih untuk tidur dan bermimpi,
Dan tetap jadi Putri Tidur yang berangan dicintai





Title: BORDER/ ボーダ
Genre: Mysteri, Suspense
Episode: 9
Broadcast time: April - June 2014
Theme song: Evil Fall by Man With A Mission
CAST
Oguri Shun as Ishikawa Ango
Aoki Munetaka as Tachibana Yuma
Haru as Higa Mika
Endo Kenichi as Ichikura Takuji
Arata Furuta as Akai

Shun Oguri di dorama ini menjelma menjadi seorang detektif polisi yang bisa melihat orang mati. Awalnya, aku tidak banyak berekspektasi tinggi terhadap drama-drama genre ini, tapi Border membawa pesan lebih yang cukup mengena di pikiranku, membuatku sedikit berdiskusi dengan diriku sendiri bahwa batas antara hitam dan putih itu hampir tak nampak. Yup! Sesuai dengan judulnya, Border- Batas, akan membawamu ke dalam batas, antara hidup-mati, keadilan-kejahatan.

Sinopsis

Ishikawa Ango adalah seorang detektif polisi divisi kejahatan pembunuhan, yang brilian dan cerdas. Pada suatu hari, Ishikawa tertembak di bagian kepalanya, saat menjalankan tugas di lapangan. Sungguh keajaiban, bahwa Ishikawa berhasil selamat dari insiden itu. Peluru yang ditembakkan, masih terselip di kepala Ishikawa dan perlu operasi yang beresiko tinggi untuk mengeluarkannya. Tidak ingin mengalami kematian untuk kedua-kalinya, Ishikawa lebih memilih untuk terus hidup dengan peluru bersarang di kepalanya. Setelah kejadian itu, Ishikawa memiliki kemampuan khusus yaitu melihat dan berkomunikasi dengan orang mati.

Kasus pertama yang dihadapi Ishikawa setelah tertembak adalah pembunuhan brutal satu keluarga. Kemampuan Ishikawa memungkinkannya berkomunikasi dengan korban. Bersama dengan atasannya Takuji Ichikura, rekan detektif Tachibana Yuma dan seorang koroner muda yang cantik Higa Mika, Ishikawa membongkar satu per satu kasus pembunuhan yang terjadi. Hampir semua berjalan dengan lancar hingga kemudian muncul penjahat jenius yang bisa melakukan sebuah kejahatan sempurna, kejahatan tanpa jejak. Apa yang akan terjadi kemudian? Di antara batas hidup dan mati, Ishikawa juga akan mengajak kamu untuk melihat batas antara kejahatan dan kekejian yang sangat tipis. Makanya, nonton ya!

Spoiler Alert! Yang tidak ingin dapat spoiler , stop di sini!

Ishikawa tertembak di kepalanya (img source: here)


Menguliti Dorama


Satu kata untuk Border: Epic!

Pertama kali memutuskan untuk menonton dorama ini, aku terbujuk oleh sebuah review yang mengatakan bahwa dorama ini adalah satu dari dorama terbaik 2014 dengan akhir cerita yang mencengangkan. Ah, masa iya sih?!  Akhirnya kucoba menonton aksi Oguri Shun di sini dan di akhir episode, aku sudah siap menanti kejutan apa yang akan kudapati.

Ide Cerita
Awalnya kupikir ini adalah cerita dari manga/komik, tapi setelah kucari-cari informasi dan juga sudah kutanya sejumlah 'ahli dorama', ternyata cerita dorama ini bukan berasal dari manga. Cerita seorang yang hidup dengan peluru di kepalanya dan bisa melihat orang mati rasanya sih tidak terlalu asing meskipun aku tidak bisa memberikan contoh cerita-cerita lain sejenisnya. Hehehe. Tapi, dalam dorama ini, hal ini menjadi menarik. Kenapa? Salah satunya karena kemampuan itu membawa ke inti cerita utama yang juga menjadi klimaksnya yaitu penegasan bahwa sesungguhnya batas antara keadilan dan kejahatan itu sangat tipis, dan bahwa manusia dapat dengan sangat mudah pindah dari sisi ke sisi yang lain. Sehingga, judul border yang awalnya kupikir hanya berdasarkan kondisi Ishikawa yang berada antara hidup dan mati, tapi ternyata jauh lebih dalam adalah konflik dalam dirinya dalam membedakan antara keadilan dan kejahatan. Keren kan!

Desain untuk manga? tidak tahu juga (Img source: here)

Alur
Bagaimana ya kubilang? Di beberapa episode awal, aku menikmati menonton jalan cerita di setiap kasus demi kasus yang dihadapi Ishikawa dan teman-temannya.Tapi kemudian di tengah-tengah, aku sedikit merasa bosan dengan alur cerita yang lambat dan kasus yang kurang menarik. Hingga kemudian menuju episode terakhir, cerita mulai menarik lagi dan berakhir dengan epic di akhir cerita.

Kasus pembunuhan satu keluarga di episode pertama cukup berhasil memberikanku perasaan goosebumps-merinding. Kemunculan orang-orang mati dan juga penampakan lokasi pembunuhan yang berdarah-darah cukup  ngeri kurasa. Untungnya, 'hantu' anak kecil yang menjadi korban sangat imut dan lucu. Aku jadi sedikit terhibur. Di episode 2, ada kasus hantu narsis  yang menantang Ishikawa untuk menemukan korbannya, kurasa  juga menarik. Tapi secara keseluruhan, episode favoritku adalah episode 7 dan tentunya episode terakhir. Di episode 7, Ishikawa harus menghadapi kekalahannya melawan kejahatan yang dilakukan oleh anak seorang pejabat. Sedang di episode 8, Ishikawa juga harus kalah lagi melawan dirinya sendiri yang tidak bisa mencegahnya melewati batas antara keadilan dan kejahatan. Ah, kok aku suka ya ketika Ishikawa kalah? Hehehe.. Ya, kurasa itu lebih manusiawi dan lebih nyata. :P

'Orang mati' di epi 01 yang jadi korban pembunuhan. (img source: here)

Akhir yang epic! Ishikawa di batas dua sisi yang berbeda.
img sourcer: here

Setting/ Latar
Menurutku, latar yang dipakai untuk sejumlah adegan di dorama ini cukup bagus terutama untuk lokasi-lokasi kejadian kasus pembunuhan. Seperti terlihat nyata. Yah, meskipun genre-genre berdarah bukan hobiku, jadi yang di dorama ini saja bagiku sudah cukup serem. Yang menarik perhatianku adalah justru di ruang jenazah di kepolisian. Mayat-mayat korban yang selesai di autopsi diletakkan dalam ruangan kosong. Ada dua buah vas bunga yang memberikan kesan penghargaan dan juga duka cita. Nah, bunga itu yang menarik. Kesan suram seakan jadi berkurang.

Tokoh dan Pemeran
Oguri Shun harus kuacungi jempol lagi untuk kesekian-kalinya! Sebagai Ishikawa Ango, Oguri Shun sangat menjiwai perannya. Kenaifan Ishikawa sebagai polisi yang ingin membela kebenaran, kebingungannya terhadap kenyataan, dan kecermelangannya dalam menyelesaikan setiap kasus, sangat baik diperankan oleh Oguri-san. Klimaksnya adalah di kasus terakhir, yaitu saat Ishikawa yang kebingungan menghadapi kejahatan sempurna yang dilakukan oleh seseorang dan keputus-asaan yang dihadapinya saat mengetahui kebenaran tapi tak bisa membuktikannya.

Tokoh pembantu utama yaitu Ichikura Takuji sebagai atasan yang diperankan oleh Endo Kenichi odan juga Aoki Munetaka sebagai rekan detektif Tachibana Yuma, juga cukup bagus. Om Endo Kenichi sepertinya sering sekali ya berperan sebagai polisi (misalnya di Monster 2012 dan AndoLoyd 2013. Betewe si Om juga main lho di The Raid 2: Berandal!). Tachibana juga keren. Senang sekali saat mereka bertiga, polisi-polisi yang gagah berjalan bersama. Kakkoii!

Tachibana Yuma, Ichikura Takuji, dan Ishikawa Ango sedang beraksi di TKP. Keren kan! :)
img source: here

Satu lagi pemeran pembantu adalah Haru sebagai HIga Mika sang koroner muda. Dia cantik dan cool sih, tapi entah kenapa ada yang kurang istimewa dari dia. Ini pendapatku saja sih, dia gak buruk cuman kurang greget saja dibanding pemeran lain. Padahal, peran dia cukup penting juga di sini. 

Yang lucu menurutku malah figuran 2 orang hacker yang lucu, konyol namun cerdas. Ishikawa sering meminta bantuan 2 hacker ini dan setiap mereka muncul, suasana menjadi lebih ringan dan segar. Oiya, satu lagi! Adek kecil yang di episode 1 juga lucu dan sangat imut.

Higa Mika (Haru) dalam kostum saat beraksi sebagai Koroner
(img source: here)


OST dan Lagu Tema
Untuk OST, aku rasa masih sangat terlalu sepi. Saking sepinya, kadang seperti kuburan. Hahaha.. Ya, kurasa perlu ditambah seharusnya ost di dorama ini. Ost yang baik pasti akan menjadikan dorama ini lebih dramatis kan. Lalu untuk lagu tema, Evil Fall oleh Man With A Mission, keren! Aku suka musik kenceng dan keras, jadi Evil Fall menjadi satu poin plus di sini. Coba cek lagunya di bawah! Mari bergoyang.


Man With A Mission - Evil Fall
----

Yup! Kurasa itu saja yang ingin aku tuliskan mengenai Border. Aku menikmati menonton dorama ini. Sedikit bikin pusing di akhir episode tapi cukup memuaskan juga. Nice ending!

Goodpart: Oguri Shun, nice story, Epic ending
Badpart: minim ost, some boring episodes

8/10

Informasi lebih lanjut di:  d-addicts, asianwiki
Untuk nonton online bisa di: dramacool, gooddrama
Untuk download bisa di: doramax264, idws

Main Cast of Border (Img source: here)

Img source: here

img source: here

This is a story about the 2nd day I was in Japan, Dec 4th 2014.

There were so many new things I found there, from super-complicated rail system, beautiful creek, Japanese Park to warm coffee shop. The second day was actually the first day that I really felt Japan. As I can say, I only spent my first day in Haneda airport.

I didn't sleep at all at Haneda airport. If I calculated the times, I hadn't slept for almost 2 days! My last time for sleeping was in Portland, US. Eventhough I didn't feel sleepy at all, my body was so tired. Eventhough I want to take a rest, part of me always said,"Hey! Don't waste your time here by sleeping!". OMG! I really regretted that I didn't sleep on my 12 hours flight from California to Tokyo! Do you want to know why? Read this, the story about my first day in Japan

Jane recomendation route to go to
Tama Station from Haneda. 
My plan was to meet Jane, my Indonesian friend who lives in Tokyo. She is a first year student of UTFS (University Tokyo of Foreign Student).  She is my junior at Lawalata-IPB in Bogor. We agreed to meet at Tama Station - Asahi Cho, just around 10 minutes walking from her apartment inside the campus. She already  told me about the route for me to get there. I need to change the train and transit for several times. And it was really confusing.

Japanese Rail System

It was 5.17, the first monorail from Haneda to Tokyo. Actually, there are other option for public transportation from the airport, by bus or taxi. But, train is cheaper and it feels just like Japan, isn't it? That's why I chose it.   I saw the gate was opened. At 5:00 I went to ticket machine to purchase the ticket. The ticket machine was really a new thing for me. There's a button with for English instruction but I still had problem with it. I didn't know at all how to purchase it! Luckily, I met a young boy who was also buying ticket. He helped me to buy my first ticket train. It was 700 Yen from Haneda to Tokyo Station.

I need to purchase another ticket from Tokyo Station to use another rail company: JR Lines. It is the biggest and the most expensive company in Japan. It also runs the Shinkansen, the famous bullet train. I was looking for ticket machine when I saw a middle-aged woman, looked like a traveller, then I asked her about the ticket machine. Lucky! She speaks English. I forget her name, but I still remember she is from Thailand. She was really kind! She helped me to find the ticket machine, bought it, and even accompanied me to the next transit. It was helpful because I have 2 big luggages with me. She also helped me to carry one of those bag.
JR Line ticket machine

The Thailand lady told me that it was her second/third time visited Japan. She told me that Japanese were very kind and helpful. "It is always confusing at first but you will used to it. Japanese are kind. Ask them anything and they will help you.", she said. Then, I arrived at the Kanda station, time to say goodbye to the Thailand lady. See you next time! (Actually, I already noted her email address but it doesn't work. T_T).

It took 40 minutes from Kanda station to the next stop, Musashi-Sakai Station.  Rush hour hadn't started yet but it was already full of people. After arrived at Musashi-Sakai,  the next line was the last line. I tried to find the ticket machine for the local train 'Seibu Tamagawa line'. It was not easy to find it. I asked a japanese woman about it and of course with Eigo (English). I bet that she understood what I meant but it was difficult for her to say it. She pointed a direction outside the JRLine gate and said 'sumimasen' - sorry for several times. I got it! Then I bought a ticket for Tama Station. It was ¥350. I waited for about 5 minutes the train came. Tama Station is the 4th station from Musashi Sakai.

Phone box and Convenient Store are the best thing for traveler. 

Finally I arrived at Tama Station. I called Jane from a phone box near the station. I don't have cellphone to contact her and my smartphone was off, so the best option was to call her by public phone. In every station, you can find public phone with minimum charge of ¥100. It was helpful for me while I was there. While I was waiting, I saw a group of kids, high school students, and salarimen/women (worker) who were in hurry went to the train station. Rush hour! Jane picked me up then. OMG! I was really happy to see her. It had been almost 1 year since the last time I saw her. And we're ready go to Jane's apartment. I bought some frozen food from Familymart or just call it Famima, beside the station.



I had breakfast in Jane's room. We took a lot of times to chat. I really enjoyed chat with her. That time, she was busy with the exam in TUFS. I think, she studied too hard. Ha ha.. She is very diligent. Instant coffee that I bought from Famima prevented me to sleep. I almost forgot that I hadn't slept for almost 2 days. I didn't feel jet lag at all! I took my time in Jane's room for several hours, relaxed and did nothing but laid around on bed.

Fuji Mt from Jane's room. 

At 14:00, I asked Jane to go for sightseeing around Asahi Cho. There were 2 places I wanted to see that afternoon, which are Nogawa Creek and Osawa Ryokuchi Park. I borrowed Jane's Iphone. I need the maps application for my direction. Nogawa Creek is one of the nearest creeks and the park just next to it.  I walked around 25 minutes until arrived at the bridge beyond a creek, Nogawa Creek. I was so happy back then, the first water flow I met in Japan! Wow! Seems like I really fell in love with the river. 

Nogawa Creek is one of the river that flows into Tama river and will end in Tokyo Bay. Tama River is one of the class 1 rivers in Japan which means that it is very important. The water was clear and looked fresh. Next to the creek there is a park with many trees. It was almost winter but the leaves still looked yellow in many parts. It was so beautiful. It made my heart warm for a while. I saw a bird, I didn't know exactly what it was, maybe It was a kind of stork or heron. It played with water flow. To see a bird play in the creek like that is an unusual view for me. I was so happy for some reasons. :)


Nogawa Creek and Osawa Ryoukuchi Park


A bird in Nogawa Creek.

Next to the creek, there's a park called Osawa Ryoukuchi Park. The park was just like what I've imagined so far for a Japanese park. Although it was not that huge but the atmosphere was really peaceful. I heard the sound of the birds, water and the wind flow. I didn't take much time in the park because it was getting cold. I didn't need a cost to visit this park. It was free. :)

Osawa Ryoukuchi Park 

A boy statue in Osawa Ryoukuchi Park

A long the way home, I observed many things like the style of the houses, gardens, road, shops, the people passed by, traffic, etc. Everything was a new thing for me and I was very excited to see them. Somehow, it is difficult to describe all of them one by one. Instead of it, I would like to describe them with the photos but unfortunately, I didn't take lots of photos. :( 

Pedestrian beyond Nogawa Creek

I stopped by at 7-11 convenient store to buy some snacks. I was still shy to speak Japanese so I talked with English. The guy of 7-11 understood me quite well. "Sank you", he said. It is a sounds like Thank You for Japanese. I used to hear it a lot in drama!

Coffee Shop is just the best thing in the evening!

I felt I need to go to a nice place and enjoy  a cup of hot coffee as a special gift to my self, just to relax and enjoy the time. After take a walk for more than half an hour, I decided to find a coffee shop nearby. I found a coffee shop named Kettle Coffee Shop and Restaurant near Tama Station. Without hesitation, I entered that warm room filled with the smell of coffee. I loved it!

World is just so nice to me. I feel like I was still in Wonderland, a dream land that I thought was over. But then, I realized that everywhere is a dreamland. You just need a little more imagination to see the magic in everyplace.

A cup of Amerikano - an American coffee, a small warm place, a rack of manga, oversea's souvenirs, a small pack of mix nuts, they were just perfect that evening. The owner, a couple husband and wife were very lovely. They're look so cute together. With strangers I never met before, I felt very comfortable. We chat about cliche things: about life and love. Ha ha...  With Japanese and English, we had a very nice chat. I felt like I was not stranger there. You know what, it was so familiar for me. That situation was not strange or awkward. It's 'Dorama Effect'! :D

That day was the birthday of the wife and they gave special treat for the guest, a small cup of 'Sake'. If you visit Japan and you do not try Sake, then I would like to say that you waste your chance. No offense. Ha ha ha... The birthday sake was so good. It was so sweet. "Amai", they said. I like sweet sake though. 

There was also a lady there. The owner introduced me to her and the four of us had a nice chat. The owner gave me gifts, a beautiful calendar and a set of new year chopsticks. Ureshii. I was so happy! I really enjoyed the time in the shop. I really wanted to visit it again next time.

New Year chopstick I received from Kettle Coffee shop


It was almost 19:30 when I went back to Jane's apartment. She was still studying with her friend. I had dinner, took a bath, made plan for the next day, and went to sleep. The second day in Japan was awesome. I learn  a lot of new things and met new people. I found a part of my self that I didn't know before. It might be cold outside but in my heart, everything was so warm inside. 

----------------------


Jalan becek penuh lumpur ini mengingatkanku pada sesuatu. Satu hal yang sangat kukenal hingga bahkan aku tak sanggup ingat meletakkannya di mana di ruang memoriku. Meskipun mendung kadang menyelimuti langit, namun birunya langit musim panas tak akan mampu terbendung oleh awan hitam.

Langit biru dan awan putih adalah pesonamu. Daya yang mengikat hatiku sedemikian dalam dengan damai surgawi yang hanya bisa kurasa tanpa ungkap kata. Namun sayang, sudah takdir jika surga berdamping neraka. Di balik damai, aku rasakan gelisah. Ada sesuatu, entahlah, yang tak bisa menyempurnakan imajinasiku. Ada yang mengusik pikiranku, menyentuh keprihatinanku, menanyakan eksistensiku.

Semua begitu nyata: Tanah kuning yang membelah hijaunya hutan sawit, tanah coklat berlumpur yang sesekali menggulingkan setiap yang melewatinya, busa mengapung di parit-parit air kehitaman, dan anak-anak kecil yang dengan riang berenang di dalamnya. Bercampur dengan sesekali bau aneh menyengat entah darimana. Semua nyata mengusikku.

Ah, mereka tertawa. Orang-orang itu tertawa. Ramah mereka menyapa, menyapa nasib yang tak dimengerti. Tersenyum pada masa kini yang diharapkan dapat bersahabat. Karena masa lalu telah jadi mimpi sedang masa depan tak sanggup memberi janji. Apa lagi yang bisa dilakukan selain tertawa?

Teriknya siang di tengah jalan berdebu dan hujan sesaat karena awan hitam yang tak mampu lagi menahan bobotnya, seakan membawa bisikan. Aku dibisikkan, “Dulu di sini ada ‘kami’, dulu di sini ada ‘dia’, dulu di sini ada ‘mereka’, dan dulu di sini ada....”.

Ada siapa? Apa? Kenapa?

Pertanyaan itu muncul selalu dalam diamku yang tak terdiam. Aku selalu termenung dalam setiap gurau canda yang kulontarkan. Semua begitu memutar otakku hingga aku pusing bahkan tak bisa tidur.

Oh Tuhan, kenapa semua ini begitu sedih? Apa yang salah dengan kami? Apa salahku? Dan pertanyaan terbesarku adalah aku bisa apa? Sedang, aku hanyalah pahlawan kesiangan yang selalu bermimpi besar. Meski mimpi hanyalah untuk pecinta tidur tapi aku masih selalu berharap, “Tolong! Bangunkan aku sekarang! Siapapun itu”.

Batu Barat dan langit birunya


------

Catatan di atas adalah kegelisahan yang kurasakan saat aku berada di Desa Batu Barat, Teluk Melano, Kayong Utara, Kalimantan Barat. Desa yang berbatasan dengan Taman Nasional Gunung Palung dan juga berdekatan dengan perkebunan sawit PT. CUS ini seakan menjadi pengalaman pertamaku untuk lebih merasakan secara emosional hidup di desa-desa pinggiran hutan dan kebun sawit skala besar.

Sebagai penikmat jalan-jalan di pedalaman, aku sangat menyukai desa ini. Batu Barat yang dilalui oleh Sungai Melano sungguh memiliki keindahan khas Bumi Borneo yang membuatku betah. Orang-orang desa yang ramah, alam yang kaya, dan budaya yang berbeda dapat kutemukan di sini. Namun, aku terusik oleh hal-hal kritis seperti kerusakan lingkungan yang terjadi. Aku merasa trenyuh, dadaku sakit sekali. 

Seperti yang kutuliskan sebelumnya, banyak hal yang membuatku terheran-heran hampir tidak ingin percaya. Hutan Kalimantan yang indah seperti yang digambarkan dalam-dalam poster wisata rasanya jauh sekali. Meski Gunung Palung di depan mata tapi kebun sawit luaslah yang paling dekat dengan Batu Barat. Jalan-jalan tanah di desa ini membelah-belah perkampungan yang tersebar. Hanya sedikit jalan berplester yang terpotong-potong di sana-sini. Jika hujan tiba, berubahlah jalan tanah kekuningan itu menjadi ajang seluncur, licinnya minta ampun. Bahkan, akupun tak berani menaiki motor jika kondisi jalan sudah seperti itu.

Rumah-rumah kayu dan sedikit rumah bertembok semen berjajar  rapi menghadap jalan. Sebuah parit berisi air kehitaman – air gambut- yang digunakan orang-orang untuk keperluan mandi dan cuci-nya. Air parit yang tak seberapa itu harus menanggung beban buangan detergen dari sekian banyak manusia. Maka, busa nampak di mana-mana.

Jalan tanah di Batu Barat yang licin saat hujan. (2013)

Jalanan di kebun sawit yang terlihat sama, sawit sejauh mata memandang (2013)


Sedang jauh di kebun sawit, sudah seperti dunia lain. Jalan-jalan tanah memotong-motong petak-petak sawit yang pasti akan membuat siapapun bingung menentukan arah karena semua terlihat serupa. Pondok-pondok pegawai dan buruh kebun seakan jadi kampung sendiri di tengah rimba sawit. Ada yang bilang bahwa di dalam kebun bahkan lebih ramai dari desa, lebih banyak fasilitasnya, ada sekolah bahkan puskesmas-nya. Orang-orangpun katanya lebih memilih tinggal di sana.

Aku trenyuh karena di balik keramahan orang-orangnya, di balik kesenanganku akan masa yang bagai liburan, ada rasa sesak akan sesuatu yang kurasa ‘pernah ada’. Saat itu, aku terbayang-bayang akan masa lalu Batu Barat. Apa yang pernah ada di sini? Siapa yang pernah ada di sini? Ada apa dulu di sini? Kenapa jadi begini? Lalu, terbayang olehku juga indahnya hutan Kalimantan yang pernah kutahu. Lalu, tiba-tiba aku bagai tersayat sembilu. Rasanya miris, sakit sekali. Apa ya rasa ini? Aku seperti tidak terima akan semua ini. Aku memikirkan orang-orang sini yang sepertinya baik-baik saja. Mereka selalu tertawa, bergurau dan bahkan menggodaku dalam candaannya. Tak ada yang salah kan? Jika semua baik-baik saja tapi kenapa aku sedih sekali?

Nanda sedang memperhatikan ibunya meracik masakan. (2013)

Anak-anak, masa depan Batu Barat

Aku, yang pernah setidaknya belajar tentang hutan, yang setidaknya punya gelar ber-embel-ember hutan, menjadi merasakan beban tanggung jawab. Apalah itu yang disebut beban moral atau apapun itu. Aku merasakannya. Rasa ingin melakukan sesuatu tapi tak tahu harus bagaimana. Maka itulah, aku sebut diriku pahlawan kesiangan. Dalam pikiran yang dangkal, aku ingin menjadi sosok yang ingin merubah kondisi. Agen perubahan katanya. Tapi dalam nyata, aku hanya bisa bergumam sambil mengumpat nasib. Mungkin tidak salah jika aku ini adalah seorang pemimpi. Tapi, segila-gilanya aku dalam mimpi, aku pun ingin sesegera mungkin terbangun dari tidur. Aku ingin hidup dan menjadi nyata. Tapi bagaimana?

Karena masa lalu adalah mimpi dan masa depan tak sanggup berjanji, maka aku hanya punya saat ini. Sekarang yang akan menentukan semuanya. Apakah aku akan tetap menjadi pahlawan kesiangan atau setidaknya aku bisa mengubah jadwal bangun tidurku menjadi sedikit lebih pagi?
Siapa tahu.

Untuk Batu Barat dan kenangan biru yang selalu menghantuiku sekaligus memberiku sejuta rindu.

Matahari Terbit di atas Sungai Melano, Batu Barat


-------------------

2015,

Ada yang menarik dari tulisanku di bawah ini. Kenapa? Karena tulisan ini ditulis di 3 waktu berbeda, yaitu: 2007, 2008 dan terakhir di tahun ini 2015. Kok bisa? Ceritanya, aku menemukan kembali notebook kecilku yang berisi tulisan-tulisan macam-macam, dari curhatan, puisi sampai jadwal kuliah pun. Nah, kubuka-bukalah itu notebook dan kutemukan catatan-catatan kecil yang dibuang sayang. Aku bahkan ingin banget mempostingnya di blog ini.

Tulisan ini adalah tentang coretan perasaanku saat mendaki Gunung Pangrango. Ceritanya waktu itu tahun 2007, aku dan sejumlah kawan dari Lawalata IPB dan juga Mahacita Gawalise Palu sedang mendaki gunung ini. Aku yang sama sekali belum pernah ke Pangrango, ingin sekali mencicipi puncak itu. Sayangnya, aku sakit dan terpaksa membatalkan rencana. Jadilah aku sendirian menunggu tim di Kandang Badak, tempat camp kami. Di saat itulah aku membuat salah satu bagian tulisan ini. Setahun setelah itu, aku kembali membaca curhatan itu dan menulislah aku di bawahnya. Kutuliskan betapa aku sangat merindukan Pangrango dan bertanya-tanya kapan aku bisa ke sana. Terakhir adalah, tulisan di tahun 2015 yaitu 2 paragraf pertama (termasuk paragraf ini) dan 1 paragraf penutup. Seperti yang kujelaskan sebelumnya, aku tidak sengaja menemukan notebook dan menulisnya. Agar tidak bingung, aku tambahkan tulisan baru penjelasnya. Bagaimana? Kalau saat ini sih aku sudah sempat naik Pangrango, mungkin di tahun 2012 bersama tim gabungan dari L-IPB, Palembang dan Jakarta. Ahh, jadi kangen ndaki kan jadinya...

I and my beloved friend 'Codot' from Palaspa - Palembang at Pangrango (2012)


Cekidot!

26/12/2007

..... Kandang Badak, 
Di antara beku yang menusuk di sela-sela kabut yang membutakanku, irisan hujan menghantam tubuhku. Aku sendirian di sini, di sekeliling ruang yang tak pernah sepi, di dalam tenda beku yang setia melindungiku. 

Tuhan, entah sampai kapan aku masih bisa mengucap syukur yang tak terkira atas semua indah ini? Entah sampai kapan aku bisa menapaki bumi yang penuh pesona ini? Rintik-rintik hujan ini membekukanku, di antara hangat persahabatan yang entah akan sampai di mana. 

Tuhan, terima kasih untuk kesempatanku bersua dengan hidup, untukku yang masih bisa takjub dalam kebekuan ini. Meski aku masih sering bertanya dalam hati, "Entah sampai kapan?". 

....

Rencananya sih aku ingin mendaki Pangrango. Tapi kemudian jantung ini berdetak kencang dan sakit sekali. Serem juga rasanya. Aku mendingan menyerah sekarang daripada merepotkan teman-temanku. Mungkin lain kali, Pangrango berjodoh denganku.

View from the top of Pangrango. Georgeous! (2012)


09/12/2008

Tulisan di atas aku buat pas aku naek gunung Gede Pangrango. Aku sendirian di tenda, tidur di antara kebekuan kabut yang hanya bisa kurasakan dari balik tipis tenda dome yang melindungiku dari gerimis. Tidak terasa sudah setahun berlalu dan sampai saat ini, aku belum sempat menyapa Pangrango, belum sempat memijak Mandala Wangi. Aku baru sempat mencium aroma aliran angin dari triangulasinya di sana, di dingin beku yang seakan abadi.



----------------------------------------------------
2015,

Pendakian pertama waktu itu adalah di tahun 2007. Teman-teman dari L-IPB adalah Wulan dan Salmul, sedang teman-teman dari Palu ada Bukor, Om Ari, Nancy, Kampret dan dek Fikar. Sayangnya, waktu itu tak ada fotonya. Sedangkan di tahun 2012, aku mendaki bersama tim gabungan yaitu dari L-IPB: aku, Sukiman Dafid, dan Emak Romawati. Tim dari Palaspa Palembang ada Codot, Kadal, Pupen, Gareng, dan Bogel. Plus satu orang lagi yaitu Bang Sandy. Nah, di pendakian ke-2 inilah akhirnya aku bisa sampai Pangrango. Itupun disertai kejadian-kejadian super lucu yang kalau kuingat-ingat lagi. Akhirnya, aku hanya bisa berkata, "I miss you so badly friends! Pengen banget ndaki bareng kalian2 lagi. Yuk yuk yuk!"




Aku dan Pangrango (2012)