Bang Udin (Syamsudin) : Guruku Nomer SATU

// // Leave a Comment
Bang Udin
Ini adalah catatan tentang seorang sahabat, seorang teman yang dalam hidupku yang cuma sekali ini telah ditakdirkan oleh Tuhan untuk kutemui. Ya, melalui catatan ini aku ingin mengungkapkan betapa mereka-mereka ini sangat berharga. Benar-benar berharga hingga aku bahkan kadang tak bisa mengungkapkannya dengan kata-kata. 


Bang Udin @ My HomeTown

Meskipun ada Udin Sedunia, bagiku nama Udin yang pertama teringat   dalam memoriku adalah sosok guru ngajiku. Ya, Bang Udin, adalah Udin pertama dalam kenanganku. Jauh ketika aku masih belum mengerti apa arti hidup dalam masa kecilku, Bang Udin mengenalkanku pada berbagai dunia baru, pada indahnya Islam yang kuwarisi dari orang tuaku, tentang petualangan di alam bebas yang sangat menantang, persahabatan, dan bahkan mengajarkanku bahasa  Inggris. Sesuatu yang jika kupikir-pikir adalah hal-hal pembentukku sekarang.

Mungkin ketika itu aku masih berumur 6 tahun ketika orang tuaku membawaku ke TPA Annas, di Masjid Asrikanto, dekat rumah. Rasanya asing sekali memasuki masjid itu, namun keramahan Bang Udin membuatku kerasan. Ya, bila guru ngaji lain mungkin melarang anak-anak bermain karena membuat ribut, namun Bang Udin malah membiarkan kami bermain sepuasnya. Satu persatu ilmu Islam kupelajari sambil bermain-main, tidak hanya di masjid tapi di alam bebas. Ya, masih aku ingat, tiap rabu sore atau kadang minggu pagi, kami murid-murid TPA berkumpul di masjid, bukan untuk mengaji seperti biasa, namun berjalan-jalan di alam, di sawah, di sungai, bukit-bukit di sekitar desa. Mata dan perasaan kecilku langsung terpesona oleh segala ciptaan-Nya yang ternyata akan selalu memberikan kekaguman. Mungkin jika bukan karena acara jalan-jalan itu, aku tidak akan pernah menapaki puncak-puncak gunung itu.


Pernah ketika itu aku mulai ngambek dan tidak  mau berangkat mengaji lagi dan tiba-tiba Bang Udin datang ke rumah, membawakanku sebuah kerudung hijau indah dan membujukku untuk mengaji lagi. Betapa senangnya aku. Esoknya, kerudung hijau itu langsung kupakai saat mengaji. Mungkin saat itu Bang Udin senang ya. :)

Lalu bahasa Inggris?
Aku juga baru tahu ketika masuk SMP, ketika pertama kali mengenal bahasa asing itu, ternyata guru ngajiku yang hebat itu juga jago bahasa Inggris. Beberapa hari seminggu aku dan beberapa temanku diajar bahasa itu oleh Bang Udin. Ketika itu aku masih sangat ingat betapa Bang Udin menekankan pengertian tenses, bahwa penguasaan tenses  itu sangat penting. Dan aku sangat berutang ilmu dengannya. Setiap berbicara, menulis, membaca bahasa asing itu, aku selalu teringat sosok guru ngajiku. Benar-benar, terimakasih Bang Udin.

Kenangan masa kecilku akan selalu indah dengan ajaran-ajaran Bang Udin. Meskipun Bang Udin sudah meninggalkan dunia ini, jauh ketika itu, ketika aku masih juga belum beranjak dari masa kanak-kanakku, namun sosoknya akan selalu tinggal di hatiku, dan aku yakin juga di seluruh hati murid-muridnya. Bang Udin adalah guruku, inspirasiku. Dia akan selalu ada, ketika aku membaca Alqur'an, ketika aku menggunakan bahasa Inggris, ketika aku mendaki gunung-gunung, dan ketika aku berdoa. Semoga selalu bahagia Bang Udin, dimanapun berada. 

0 komentar:

Posting Komentar