Img source: here |
Penulis : Nakamura Kou
Bahasa : Indonesia (Penterjemah: Khairun Nisak)
Tebal : 250 halaman
Penerbit : Penerbit Haru 2013
Skor : 3/5
Sinopsis:
Shuici Fuji menemukan anak anjing kecil di parkiran perpustakaan ketika dia baru lulus sekolah menengah dan dalam masa pengangguran menuju universitas. Anjing kecil itu akhirnya diberi nama Book dan dipelihara olehnya. Shuichi pertama kali membawa Book dengan menaiki sepeda motor miliknya yang memiliki suara khas yang akhirnya menjadi suara favorit Book. Shuichi dan Book menjalin hubungan manusia dan hewan peliharaan yang sangat dekat sampai kemudian Shuichi harus berangkat ke kota lain untuk bersekolah dan kemudian bekerja. Book-pun dipelihara oleh keluarga Shuichi.
Shuichi bertemu Yoshimi Sawamura dalam suatu acara dan mereka saling diperkenalkan oleh teman-temannya. Tidak butuh waktu lama hingga akhirnya Shuichi dan Yoshimi menjalin hubungan sebagai sepasang kekasih. Mereka-pun berencana akan menikah di musim panas, setahun setelah Shuichi melamarnya. Sebelum itu mereka mulai tinggal bersama dan berlatih pernikahan. Yoshimi sangat menyukai cerita Book yang menyukai suara sepeda motor Shuichi, dan ingin melihat anjing itu. Shuichi-pun memperbaiki motor tuanya demi Book dan juga Yoshimi.
Namun kehidupan bahagia Shuichi dan Yoshimi harus dihadapkan pada kenyataan pahit yang tidak dapat dilawan. Yoshimi mengidap penyakit kanker ganas yang merenggut semuanya. Dalam rasa kehilangan yang sangat Shuichi tenggelam dalam kesedihan. Bookpun juga menyusul pergi selamanya. Menangis seratus kalipun sepertinya belum bisa menggambarkan betapa sedihnya hati Shuichi.
Pendapat saya:
Seperti cerita-cerita lain, kisah perpisahan dan kematian karena suatu penyakit selalu saja mengundang suasana sedih dan suram. Crying 100 Times adalah salah satu dari deretan kisah sedih itu. Berlatar di Jepang, kisah ini adalah kisah kehidupan sepasang kekasih yang harus menghadapi kenyataan pahit berupa penyakit ganas yang merenggut nyawa salah satunya. Juga diceritakan hubungan antara tokoh utama dan anjing peliharaannya. Menurut saya kisah mereka cukup bagus meski tidak bisa dikatakan istimewa.
Tidak banyak hal yang bisa saya temukan di buku ini selain daripada cerita itu sendiri. Memang pada beberapa paragraf, penulis mencoba menulis tentang beberapa hal yang dia analogi-kan dengan kejadian yang menimpanya, namun saya sulit untuk memusatkan pikiran di bagian itu sehingga hanya selewat saja. Alur cerita juga sangat mudah ditebak dan tidak ada kejutan yang saya temukan. Penggambaran tokoh juga sangat terpusat di tokoh utama sehingga tokoh pendukung sama sekali tidak bisa diingat oleh saya sebagai pembaca. Penggambaran latar cerita juga agak sulit saya bayangkan. Bagi saya, yang tidak pernah pergi ke Jepang dan tidak terlalu mengetahui budaya di sana, sulit sekali rasanya membayangkan apa yang sedang terjadi di cerita ini. Ya, kecuali alur cerita itu sendiri. Saya rasa ini masalah penterjemahannya. Terasa kaku. Mungkin saja ini tentang gaya penulisan, tapi bisa saja penterjemahannya disesuaikan.
Satu hal yang menarik dari cerita ini adalah sudut pandang ceritanya yang diambil dari tokoh pria. Untuk drama-drama percintaan orang muda seperti ini biasanya tokoh utama adalah wanita. Sudut pandang pria memberikan rasa yang berbeda pada apa yang dirasakan tokoh utamanya, bagaimana dia menghadapi hidup dan kenyataannya, hubungan dengan kekasih dan juga anjingnya. Cukup menarik. Jika bisa memberikan penilaian pada buku ini, skor antara 1-5, maka saya akan berikan nilai 3 untuk Crying 100 Times. Nilai lebih untuk sudut pandang tokoh utama, kisah Book, dan sampul buku yang manis.
Film 100 Kai Naku Koto img source: here |
Kisah ini telah difilmkan di Jepang tahun 2013 ini dengan judul yang sama dengan bukunya. Tentang film 100 Kai Naku Koto klik DI SINI.