Ngopi di bandara bareng Bucil, Mas-mas, dan sang kecoa

// // Leave a Comment

 Jika ada kontes 10 binatang paling menjijikkan di dunia pasti kecoa bisa jadi salah satu kandidat terkuatnya. Lalu kenapa sang juara itu kemudian ikut mampir di gelas kopiku yang tinggal separuh? Salah tempat yang parah.

Petang menjelang malam, jam setengah tujuh, di terminal 3 Bandara Soe-tta Cengkareng, peristiwa ini terjadi. Peristiwa tidak terlalu penting tapi sayang jika tidak didokumentasikan, sekalian mengenang hari keberangkatanku menuju Oregon, AS. Malam itu aku berangkat ke USA. Bucil dengan sangat baiknya mengantarku sampai bandara. Ada yang unik sore itu, karena Bucil tanpa sengaja mengetahui bahwa ini bertepatan dengan kedatangan artis-artis ‘Running Man’ dari Korea Selatan yang sangat diidolakannya. Sumpah! Kelakuan fans memang tidak ada yang waras! Bucil pun ikut-ikutan naik di troli bagasi agar bisa bersaing dengan kerumunan fans-fans gila lainnya. Jangan bayangkan kranjang troli yang besar ya, Bucil masuk di kranjang troli kecil yang lebih tinggi yang biasa dipakai untuk menaruh tas tangan. Aku? Hehehehe… Megangin troli biar Bucil aman. Oke, aku tidak akan cerita hal ini, tapi kembali lagi pada kisah sang kecoa di gelas kopi. 


Me and the Coffee


Jam setengah 7 malam aku dan Bucil masih menunggu. Boarding pesawat masih jam 8 lewat jadi mendingan ngobrol dulu sambil menghabiskan waktu di bangku-bangku ruangan terminal. Pas di depan bangku kami ada mesin penjual kopi. Bukan rasa hangat yang menggerakkan hati untuk membeli kopi di mesin itu, tapi lebih ke penasaran gimana kerja mesin itu. Jujur saja aku baru belum pernah sekalipun mencobanya. Dengan modal lembaran  5ribu Bucilpun membeli kopi. Dua menit kemudian kopi panas sudah bisa diambil. Wooo, kilat bener ya. Siap sruput!
Lhah kok pahit?! Oh ternyata Bucil tidak melihat tulisan ‘no sugar’ di atas coffee cream yang dia pilih. Yo wis lah, lumayan buat anget-anget.

Lalu kemudian datanglah seorang mas-mas yang juga hendak membeli kopi di mesin itu. Berkat mesin penelan uang yang kurang cerdas membaca atau karena kondisi uang kertas yang terlalu kucel, akhirnya kami bertukar uang. Uangnya ditukar dengan uang Bucil. Tapi sekali lagi si mesin tetap bodoh membaca uang Bucil. Kemudian uang itu ditukar dengan uangku. Yup, kali ini berhasil. Si uang pun berganti pemilik. Si mas-mas itu bisa menikmati kopi hangatnya.
Si mas-mas ternyata ramah banget dan ngajakin kami ngobrol. Modus sih, ujung-ujungnya dia minjam powerbank, numpang nge-cas hp buat nonton balapan motor live. Hee,.. Kupinjamkan powerbank yang baru kubeli tadi siang dan kamipun mengobrol ringan. Dari mana? Tinggal dimana? Oh Bogor ya? Dll. Basa-basi biasa. 

Kemudian ketika Bucil mengatakan kosannya dekat dengan Botani Square, si mas-mas bilang, “Wah dekat ‘Eks One’ dong!”. Dengan polos kami bilang, “Eks One? XX1 kali? Bioskop kan?”. Hahahaha,…. Kocak kalau diingat. Si mas lalu bilang, “Ah, sudahlah. Kalian kan anak baik-baik.”. Lha kok,… (Bingung kan? Kalo anak baik-baik pasti bingung. Tapi sekarang, aku sudah tahu apa itu X1 yang dimaksud si mas-nya). Bucil tahu gak ya? Tahu gak Cil? Hehehe…

Oke lanjut lagi menuju kecoa.
Kopi yang aku dan Bucil minum sedikit demi sedikit akhirnya tinggal separuh. Kopi si masnya sudah habis duluan. Sakti memang dia minum kopi sepanas itu bisa cepat habis. Kemudian aku mengambil gelas kopi itu dan hendak meminumnya. Upss!.... Mataku menangkap ada benda asing di kopi itu. Semut? Bukan ini warnanya coklat dan lebih besar. Jangkrik? Ah masa iya. Kecoa!!! Buset dah! Benar-benar kecoa. 

Memang bukan kecoa besar sih, tapi kecoa tetap saja kecoa. Si kecoa berenang-renang di air kopi coklat muda itu. Woekk…. Kutunjukkan ke Bucil dan diapun juga bingung. Kok bisa ya? Bucil tanpa ragu langsung membuang kopi beserta gelas itu ke tempat sampah. Benar-benar deh. Lalu si mas-mas juga ikut nimbrung, “Ati-ati, tadi gue minum kopinya pas udah habis ada kecoa tinggal di dasar gelas, tapi pura-pura bego aja. Lha gimana? Udah habis ini kan!”. Haaa… Seriusan?

Ternyata kecoa tak hanya masuk di kopiku, kopi si mas-mas juga dijamahnya, lalu kopi yang lainnya? Ah, jadi curiga. Masa iya sih mesin kopi canggih begitu ada kecoanya? Jika iya ini mengerikan sekali. Memikirkan saja bisa membuat mual. Mana si mas-mas bilang, “Eh, jangan salah lho. Mesin gini kan jarang dibersihkan dan dicek.” Halah? Benarkah?

Tapi kemudian kulihat kecoa-kecoa kecil lain berlari dan loncat-loncat di sekitar bangku. Ahh,…. Lega.. Kenapa? Karena kemungkinan si kecoa nyasar di kopi tadi berasal dari sini, bukan dari mesin kopi. Lalu? Ya, berarti separuh kopi yang telah kuminum besar kemungkinan belum terinfeksi kecoa. Kalau si mas-mas itu sih lain soal, kan kecoanya udah tenggelam duluan. Okey deh. Selamat ya mas-nya! Rejeki mah gak bakal lari kemana. Dan ceritapun selesai.
Itulah kisah si kecoa yang nyasar di kopi. Ah, padahal cerita kecoanya cuman dikit ya. Hehehe.. Saranku adalah, hati-hati membeli apapun di tempat umum. Meskipun terlihat bersih, namun itu tidak menjamin sepenuhnya. Hati-hati dengan kecoa. Karena kecoa senengnya tinggal dekat toilet dan suka mampir ke kopi. :D 

Betewe, aku dan Bucil tidak sempat nanya nama si mas-mas itu. Kami hanya tahu jika dia keturunan Semarang-Sumatra. Jadi bertanya, Penting gak sih nanya nama orang?

Satu kenangan bersama Bucil. Makasih ya Bucil untuk semuanya. Semoga kamu bisa ketemu 'raning men' di lain waktu. ga usah naik2 troli ntar. Hehehe

Bucil n coffee machine behind her



Nonet


0 komentar:

Posting Komentar