Simpang Jalan di daerah Valeria View, Portland, OR |
Betapa mudahnya menyeberang jalan di Amerika.
Suatu pagi aku berdiri di depan trotoar di SW Canyon Road (dimana ini? Cek ini). Aku hendak menyeberang jalan yang sedikit ramai pagi itu. Aku menengok kiri-kanan, hendak menunggu jalan sepi dari mobil lewat. Tapi kemudian sejumlah mobil tiba-tiba menghentikan lajunya, seolah memberiku ruang untuk menyeberang. Ternyata yang kupikirkan bukanlah khayalan. Mereka benar-benar berhenti untuk membiarkanku menyeberang. Wah, coba di Indonesia juga seperti ini. Tentunya aku tidak akan jadi seorang penakut untuk menyeberang jalan.
Dulu aku pernah mendengar, “Orang bule pasti bingung jika mau nyebrang di Indonesia. Di sono kan mobil ngasih berhenti buat orang nyebrang. Di sini? Halah! Jangankan ngasih orang nyebrang, lampu merah dan trotoar aja disikat!”. Ternyata ini benar adanya. Aku yang seumur-umur parno menyeberang jalan, di Amerika justru baik-baik saja. Pejalan kaki alias pedestrian sangat dihargai di sini. Tidak perlu takut tertabrak karena kemungkinan itu sangat kecil, kecuali jika lagi sial ketemu pengendara mabuk atau ngantuk. Itupun bisa dibilang langka di Oregon.
Bagaimana cara menyeberang jalan?
Di jalan-jalan kecil biasanya relatif mudah menyeberang karena jalan sepi. Jika ada mobilpun pasti berhenti jika melihat ada orang hendak menyeberang. Di kondisi ini, penyeberang jalan seolah jadi raja, selalu didahulukan. Jika di jalan cukup besar, selalu ada jalur khusus penyeberangan terutama di simpang jalan. Meski jalan sepi, sangat dilarang untuk menyeberang karena takutnya ada mobil ngebut tak terlihat. Di sekitar penyeberangan selalu ada tombol yang digunakan sebagai tanda 'request' menyeberang. Untuk menyeberang kita cukup memencet tombol itu, tunggu sebentar, dan kemudian lampu tanda aman menyeberang menyala. Ada musik yang diputar juga sehingga lebih menarik perhatian pengemudi mobil. Saatnya menyebarang. Mudah sekali kan.
Bagaimana cara menyeberang jalan?
Di jalan-jalan kecil biasanya relatif mudah menyeberang karena jalan sepi. Jika ada mobilpun pasti berhenti jika melihat ada orang hendak menyeberang. Di kondisi ini, penyeberang jalan seolah jadi raja, selalu didahulukan. Jika di jalan cukup besar, selalu ada jalur khusus penyeberangan terutama di simpang jalan. Meski jalan sepi, sangat dilarang untuk menyeberang karena takutnya ada mobil ngebut tak terlihat. Di sekitar penyeberangan selalu ada tombol yang digunakan sebagai tanda 'request' menyeberang. Untuk menyeberang kita cukup memencet tombol itu, tunggu sebentar, dan kemudian lampu tanda aman menyeberang menyala. Ada musik yang diputar juga sehingga lebih menarik perhatian pengemudi mobil. Saatnya menyebarang. Mudah sekali kan.
Tombol untuk 'request' menyeberang jalan |
Tidak seperti di Indonesia
Hadohhh... Tidak perlu diceritakan semua juga pasti sudah tahu lah ya.
Hadohhh... Tidak perlu diceritakan semua juga pasti sudah tahu lah ya.
Bagaimana bisa ya Oregon memiliki budaya sekeren ini?
Oh, ternyata ini bukanlah budaya baru. Ini adalah peraturan. Ini adalah tentang regulasi yang ditetapkan oleh pemerintah negara bagian Oregon puluhan tahun silam. Kalau di negara bagian lain? Belum tentu sama. Hukuman untuk pelanggaran ini cukup berat. Oregonian (sebutan untuk orang Oregon) paling malas berurusan dengan polisi karena pasti ribet. Jangan dikira bisa nyogok di sini. Ah, jadi berkhayal seandainya saja tidak ada polisi-polisi lalu lintas kita yang mengorbankan harga dirinya untuk selembar 'gocap'.
Aku jadi terpikir, apakah peraturan seperti itu tidak ada di Indonesia? Tapi sepertinya ada ya? Kita kan palin jago membuat kata-kata indah dalam segala regulasinya. Tapi ya mentok di regulasi di atas kertas. Aplikasinya susah. Lalu bagaimana? Entahlah. Indonesia oh Indonesia.
Satu hal lagi yang penting dan perlu diperhatikan adalah tentang peran pemerintah dalam melahirkan budaya baru. Apakah inisiatif ini dulu muncul dari masyarakat lalu dibakukan? Atau sebaliknya, pemerintah membuat peraturan lalu masyarakat mengikutinya? Aku belum tahu jawabannya. Akan aku cari. Ini penting karena kita bisa tahu 'watak' orang-orang Oregon. Jika opsi terakhir yang benar maka mereka adalah warga yang manut, ngikutin kata penguasa. Atau jangan-jangan sebaliknya? Masyarakat berinisiatif tinggi sehingga pemerintah mau tidak mau harus mengesahkannya. Yang mana ya?
(Sudiyah Istichomah)
Aku jadi terpikir, apakah peraturan seperti itu tidak ada di Indonesia? Tapi sepertinya ada ya? Kita kan palin jago membuat kata-kata indah dalam segala regulasinya. Tapi ya mentok di regulasi di atas kertas. Aplikasinya susah. Lalu bagaimana? Entahlah. Indonesia oh Indonesia.
Satu hal lagi yang penting dan perlu diperhatikan adalah tentang peran pemerintah dalam melahirkan budaya baru. Apakah inisiatif ini dulu muncul dari masyarakat lalu dibakukan? Atau sebaliknya, pemerintah membuat peraturan lalu masyarakat mengikutinya? Aku belum tahu jawabannya. Akan aku cari. Ini penting karena kita bisa tahu 'watak' orang-orang Oregon. Jika opsi terakhir yang benar maka mereka adalah warga yang manut, ngikutin kata penguasa. Atau jangan-jangan sebaliknya? Masyarakat berinisiatif tinggi sehingga pemerintah mau tidak mau harus mengesahkannya. Yang mana ya?
(Sudiyah Istichomah)
Kemaren aku mw nyebrang di Jakarta daerah lapangan banteng....beuhh nunggunya aja ampe 5 menitan...ga ada yg mw berhenti malah kecepatannya pada ditambah...padahal nyebrangnya uda di zebra cross, berhasil nyebrang pake nekad plus lari kecil (masih diklakson juga)...ohhh endonesaa :(
BalasHapusMemang Ne. Kalau lu 5 menit kalo gue bisa setengah jam tuh. Gue aja rela muter angkot daripada harus nyeberang. Nyeberang jalan bagi gue lebih nakutin daripada film horror. Serius dah..
HapusMenikmati membaca postingan ini. Terutama ada suguhan link google map WFC. Mulai ketularan Oregonian yah. Memudahkan sidang pembaca agar memahami pesan mu dgn baik. Emang begituan tuh menular.
BalasHapusHehe
Iya, semoga yg baik2 slalu dapat ketularan. :-)
Hapus