Weekday sama Weekend, Lo suka yang mana?

// // Leave a Comment


"Kalau pengen ngrasain nikmatnya malam minggu, maka jadilah orang kantoran.", seorang kawan pernah berkata.

Kok bisa? Bukannya dari Senin sampai ketemu Senin lagi hari masih begitu-begitu juga. Lalu, kenapa akhir pekan jadi istimewa?

Ah! Aku ingat sebuah perumpamaan lama, "Jika ingin membuat dirimu lebih pintar, maka beradalah di antara orang bodoh.".

Jika ingin Sabtu-Minggu menyenangkan, jadikan hari lain menjadi tidak menyenangkan!

Nah, nyambung kan.

Ngopi dulu yuk. (Doodle ala-ala, ku, Mau rekues boleh lho :P )

Aku jadi berpikir lagi, kenapa aku merasa apa yang para orang kantoran itu rasakan. Weekend terasa jadi sangat dirindukan. Ah, jangan-jangan.... Ah, itulah, tak perlu kutuliskan.

Tapi,... Ini tapi, jika saja bisa menjadikan setiap hari menyenangkan layaknya akhir pekan, bukankah pasti akan keren?! "Everyday is weekend seperti itu.  Kkkk (ini bunyi ketawa nyinyir becanda ceritanya.)

Ketika Senin sampai Jumat, dari pagi sampai sore menjadi wajib bagiku untuk duduk manis di depan meja dan menghadap layar komputer, entah mengerjakan apapun itu demi karir yang katanya akan membawa kepada masa depan yang lebih pasti, aku merasa malah kepastian itu membuat aku jadi was-was. Lha kok bisa?

Dan ketika Jumat sore tiba, dan rasanya seolah hidup mengembalikanku pada warna-warna tak terduga, aku menjadi deg-degan, excited lah. Ah, mau ngapain ya akhir pekan ini? Naik gunung Salak pasti asyik, ngikut teman-teman manjat tebing keknya seru juga, jalan-jalan ke kota dan bereksperimen aneh-aneh kayaknya juga lumayan, atau bisa juga di kamar aja nonton dorama, nulis review dan ber-fangirl-ria di fandom Jpop? Seru banget pastinya! Gilak! Banyak banget rasanya yang ingin kulakukan di 2.5 hari dari 7 hari yang ada. Aku selalu bersemangat.


Lagi kangen juga sama emak Roma. :) Naik gunung kapan lagi euy?

Was-was di 5 hari sebelumnya kenapa? Karena bosan. Boredom, bosan adalah momok (atau teman) yang selalu menyertaiku selama ini. Entah setan (atau malaikat) yang selalu menjadi pengikutku untuk apapun yang kulakukan dari dulu yang menuntut pola, sesuatu yang bisa ditebak. Itu kurasa enggak asyik, kurang hidup. Bayangan harus menghabiskan waktu tanpa jejak itu menyakitkan imajinasiku. Sumpah ngeri! Meskipun ada sudut hati yang berbisik, "Songong banget lu! Kapan belajar serius dan menjadi orang dewasa?!", katanya. Tapi suara itu lemah sekali sehingga aku abaikan saja.

Ups! Tapi jangan salah, bosan yang kurasakan adalah tentang rutinitas ya, polanya. Ini beda dengan apa yang pekerjaannya sendiri. Aku jatuh cinta dengan dunia riset sejak dulu dengan satu alasan bahwa riset itu membawa sesuatu yang kita belum tahu, gak ketebak, dan itu seru. Jadi, aku tegaskan dulu bahwa aku mencintai pekerjaanku. Dan aku merasa, aku bisa bertanggung-jawab untuk output dan jadwal yang telah aku sepakati. Semoga paham maksudku. 


Aku berandai, lalu bagaimana ketika aku bisa mewujudkan semboyan 'everyday is weekend' itu? Tiap hari libur terus?

Nah, aku jadi kepikiran juga. Ketika sesuatu itu acak dan tidak membentuk suatu keteraturan atau tidak berpola, maka ada yang menyebut ini sebagai pola acak. Persis sama dengan ungkapan 'tidak memilihpun adalah sebuah pilihan'. Tunggu dulu, tiba-tiba aku kepikiran.

Apa!!! (nada lebay sinetron kita sambil melotot) Jadi, selama ini---- Ya, benar banget Net (ngomong ke aku sendiri), "Kita itu tidak pernah bisa bebas dari pola seperti halnya kita tidak bisa bebas dari pilihan." Selama kita hidup, kita akan dihadapkan pada semua itu. Jikapun kamu bisa liburan sepanjang waktu, kamu akan bosan dengan liburanmu itu!  Hahaha… Meskipun liburan itu dibayar? (Mana ada? Yang seleb liburan itu di tipi-tipi? Eh, itu juga kerja neng!) Mangkanya para pengangguran itu banyak yang setres karena terlalu banyak waktu luangnya.

Intinya, muncul persamaan yang menarik nih. Jika kerja di weekday sama dengan membosankan, dan ketika setiap hari libur terus-terusan juga membosankan. Maka,
Every day is weekend = Everyday is weekday.
Weekend = weekday
Ha ha ha.. Balik lagi kan jadinya. Weekend sama weekday itu gak ada bedanya. Sama saja.. Toh waktu masih 24 jam sehari dan ya begitu-begitu saja. Lalu apa bedanya? Tentunya kita yang bikin beda, rasa kita sebagai manusia. Aku agak ragu ketika berpikir apakah si Mamet, kucingku itu punya weekday dan weekend. Bagi dia ya sama aja, makan tidur pup, makan tidur pup, tiap hari begitu.

Kenalin, ini Mamet yang (mungkin) gak tahu konsep weekday-weekend. 


Kita sebagai manusia bisa bikin hari-hari kita jadi tidak membosankan. Bagaimana? Menurutku sih ya dengan mengkombinasikan antara aktivitas kehidupan kita yang beragam itu dengan seimbang. Orang kan macam-macam ya. Dan sah saja ketika masing-masing orang memilih cara mereka sendiri. Kalau boleh bikin proposal sih ya, bisa nggak sih jam kerja kantoran dikurangi? Hahaha…Kan seminggu ada 7 hari, kenapa nggak fifty-fifty?

Ada yang tahu kah, siapa dulu yang nyiptain sistem 5:2? Siapakah  yang memulai mitos weekday dan weekend? Siapakah yang menjadikan Senin menjadi momok banyak orang ngantor?

Mari kita akhiri teror 'I hate Monday' ini. Jadikan tiap hari menjadi berwarna-warni. We can work anywhere and anytime we want. Ambil secangkir kopi, ngudud bagi yang suka dimanjakan nikotin, atau sekedar mengawang menikmati angin di Senin pagi. Free your self.


I love everyday! 


SEE YOU ON TOP! 


0 komentar:

Posting Komentar