Mimpi Menjelang Fajar

// // Leave a Comment
Rasa haru menyeruak tiba-tiba. Angin dingin musim gugur menerpa wajahku yang panas menahan rasa untuk alasan yang tak sepenuhnya kupahami. Aku merasa rindu. Rindu pada waktu yang baru saja terlalu. Menyisakan sedikit sesak dalam dada yang sedikit terisak. 

Aku mencoba mencari-cari apa yang ingin kucari. Ah, kembali lagi aku ke awal perjalanan. Kembali lagi aku ke petualangan jiwa yang tak akan pernah berhenti. Aku merasa dunia selalu berputar, sedang aku  diam tak bergerak. Sentuhanku pada jaman yang selalu berbeda, berubah dan kemudian kembali lagi.

Oh, apakah ini mimpi? Begitu cepatkah aku harus terbangun dan terkaget-kaget! Aku masih memukul wajah berkali-kali hanya untuk yakin jika tidur telah usai. 

Di dalam mimpi aku bergumam. Kampung halaman yang telah lama kutinggalkan muncul di sana. Bersama aku dan keluargaku di masa abu-abu itu. Mereka memanggil-manggilku, melambaikan tangan padaku, mengajakku untuk bermain di tempat-tempat lama. Di kali, sawah, kebun-kebun singkong dan sengon, serta bukit desa yang kecoklatan basah sehabis hujan sesiangan. Aku merasakan beceknya tanah merah di kakiku ya g telanjang. Menatap biru Merapi Merbabu di cakrawala barat bersama gumam kawan-kawan kecilku. 

Sejauh kenangan yang bisa kukenang. Tak sadar mataku hangat dan hujan. Aku menangis dalam diam. Diam dalam mimpi tidurku. Apa ini? Benarkah jika manusia selalu akan gelisah? Selalu mencari-cari tanpa tahu apa yang diinginkan? Apakah aku juga begitu? 

Di mimpi menjelang pagi ini aku merasa berkaca, sebelum terbit fajar dan menyentakku dalam nyata. Sambil menikmati terpa angin musim gugur di dunia mimpi yang hampir usai. 





0 komentar:

Posting Komentar