Wacana Hapus Raskin dan Uneg-uneg-ku

// // Leave a Comment
Img source: here

Raskin (Beras Miskin) diwacanakan akan dihapus. (Baca beritanya di sini) Beras yang dijual dengan harga super murah dengan kualitas super buruk ini apakah memang lebih baik dihapus atau dipertahankan?

Saya jadi ingat kisah Pak Mustofa dari Kelompok Tani Organik Al-Barokah di Ketapang - Kab. Semarang, satu dari produsen beras organik terbaik di negeri ini. Dia mengatakan bahwa, petani di kelompok tani itu juga mendapatkan bantuan 'Beras Miskin' ini. Padahal mereka itu produsen beras kelas 1! Aneh bin ajaib. Tapi gak boleh nolak bantuan kan, jadinya ya raskin dijual lagi atau kalau tidak ya jadi pakan ayam.

Jujur, emak saya sendiri di kampung juga dapat jatah raskin, soalnya para tetangga banyak yang tergolong kaya sedang rumah kami masih sama seperti 30 tahun lalu. Hehehe.. Tapi ya tentu saja, emak saya gak mau mengkonsumsi raskin. Siapa juga yang mau, wong berasnya sering berulat begitu. Ngeri kali.... Paling sering ya dijual lagi ke pasar, eh sebenernya sudah ada tengkulak yang sering datang ke rumah untuk ambil beras ini. Buka kartu deh.

Kenapa gak nolak saja? Aku pernah nanya gitu juga ke si Emak, dan dia jawab,"Mengko yen ora ditompo paling-paling dipangan karo petugase." (Nanti kalau tidak diterima, palingan dimakan sama petugasnya - alias dikorupsi.) Hadeuhh.. Memang jujur-jujuran, korupsi raskin sudah seperti rahasia umum, mulai dari harga yang sedikit dilambungkan, jatah yang sedikit dikurangkan, atau malah sekalian diembat.Hayo yang punya cerita dari kampungnya tentang korupsi raskin sini aku mbok dicritain.

Balik lagi ke Raskin yang akan dihapus. Ada yang bilang bahwa sebenarnya ada pihak-pihak yang membutuhkan bantuan beras ini. Siapa? Masyarakat miskin katanya. Tidak bisa salah juga. Mereka yang secara finansial tidak mampu membeli beras normal dalam arti sesuai harga pasar pasti akan terbantu jika ada beras yang harganya di bawah standar. Jika memang niat baik pemerintah adalah membantu mereka-mereka ini, ya bagus itu. Aku tidak bisa tidak setuju.

Tapi, masih ada tapinya. Kenapa kualitas beras bantuan untuk kemanusiaan ini sangat tidak manusiawi? Beras yang pecah, kotor, apak, kadang berbonus ulat dan kutu masih layakkah dikonsumsi? Untuk melihatnya saja aku malas, apalagi memakannya. Bahkan kurasa ayampun kalau tahu beras model begitu, enggan makannya. (Maaf ya Yam, aku sok-sokan jadi kamu. Padahal mungkin kamu tetap saja nyaplok tak peduli itu beras miskin ataupun beras kaya. Nyatut bentar ya untuk efek lebay.)

Kalau mau serius mau mbantu kok rasa-rasanya aneh. Niat apa enggak? Seperti salah satu tetanggaku yang sering memberi makanan yang 'hampir' basi ke rumah. (Sial! Dikiranya recycle bin apa ya!) Ya, kami terima wong dasarnya Wong Jowo itu kalau dapat rejeki harus nerima, gak boleh nolak. Ini juga demi rukun hidup bertetangga. Tapi ya itu, siapa juga yang mau makan begituan. Paling banter ya dikasih ke bebek atau ayam di kandang belakang. Kalau para unggas sudah tak mau lagi, ya masih bisa jadi pupuk untuk nyuburin tanah di kebon belakang yang ditumbuhi rumpun pisang. Niat baik itu tak selalu jadi baik, mungkin benar.

Apakah aku punya solusi? Tentu saja tidak. Aku kan bukan ahli pangan, ekonomi, pertanian, dll. Hehehe.. Kabur.... Mungkin bukan solusi tapi sedikit pemikiran. Kurasa memang bantuan beras mungkin perlu, tapi kualitasnya juga wajib ditingkatkan. Sedih rasanya melihat beras tak layak makan dijadikan bantuan. Bagi saya itu seperti penghinaan terhadap kemanusiaan. Lebih dari itu, dibanding beras miskin -(nama raskin sendiri kok agak gak enak di telinga ya, terdengar diskriminatif dan merendahkan. hehehe.. aku tersinggung) - kenapa bukannya subsidi untuk para petani kita ditingkatkan. Subsidi yang aku maksud tidak melulu duit, bisa apa saja yang bisa membantu mereka semakin produktif dan sehat. Harga beras dipasaran juga perlu dipantau agar tetap wajar dan normal. Orang-orang diberdayakan biar hidupnya makin sejahtera sampai tak doyan lagi melihat wujud 'beras berulat'.

Betewe, apakah kita ini masih impor beras? Atau kita ini ngekspor beras? Jangan bilang kita ngekspor beras bagus, impor beras murah, petani tercekik, dan beras buruk dikasih ke rakyat? Ini pikiran buruk aku, semoga saja enggak begitu. Sudah-sudah, suujon itu dosa!..

Soal raskin ini membuatku terpancing nulis uneg-uneg sepanjang ini. Padahal awalnya aku hanya ingin pajang di status fesbuk sambil mancing komen dari temen-temen di dunia sosmed sana. Eh, jadinya kepanjangan untuk sebuah status. Jadinya kularikan ke blog saja.
Oh raskin... Balada si Raskin! Begitu miskinkah rakyat Indonesia sampai diberi makan oleh  pemerintahnya dengan beras berulat? Alamak.. Sedih sekali hatiku.

Ah, jadi inget emakku lagi yang tiap bulan berjatah dan menjatah dalam lingkaran setan bernama 'raskin' ini.

Kalau menurut kamu bagaimana?

0 komentar:

Posting Komentar