Ketika Aku Dinasehati, 'Ingat, Kamu Ini Perempuan'

// // Leave a Comment


"Hati-hatilah kau Diyah. Ingat,kamu ini perempuan. Jangan hanya berani ini-itu sendirian saja,...."

Ketika aku mulai emosi dan jengah saat beradu pendapat tentang masalah 'gender', aku mengartikan bahwa aku sudah mulai masuk dalam kehidupan komunitas itu. Ya, kekhawatiran yang ditujukan padaku adalah bentuk peduli dan juga penerimaan bahwa aku sudah menjadi bagian dari mereka. Namun begitu, satu sisi 'modern'ku selalu menolak cara berpikir yang kuanggap tidak relevan dan tidak beralasan. Tapi tetap, aku mengungkapkan ketidak setujuanku dengan cara sebaik dan sesopan mungkin, meski jujur di dalam diriku sempat panas juga. Ha ha..

Waktu itu, tahun 2013 aku berada di melinsum, salah satu dusun kecil di wilayah Sukadana, Kayong Utara, Kalimantan Barat. Di desa yang sarat masalah ini, orang-orang hidup dengan sangat bersahaja. Keramahan orang-orang dan keterbukaan mereka padaku membuat aku selalu terharu dan terkenang, bahkan saat aku sudah lama tak bersua. Masih ingat aku, saat itu di Melinsum orang-orang sedang kebingungan bertani karena tanggul air asin yang jebol yang memporak-porandakan satu-satunya sawah padi di dusun itu. Dan kebingungan lainnya, terseretnya mereka dalam konflik lahan dengan taman nasional Gunung Palung.

September 2013 adalah kali ke-2 aku mengunjungi Melinsum. Aku mulai mengenali dusun yang juga telah kunobatkan sebagai kampung halaman ke-2 ku setelah Boyolali. Begitu juga tentang perbedaan peranan laki-laki dan perempuan di sana, dari pembagian kerja, pengambilan keputusan kelompok, dan lain-lainnya.

Di Melinsum, laki-laki adalah pemimpin sekaligus yang bertanggung jawab memenuhi kebutuhan finansial. Sedangkan wanita bertanggung jawab mengurusi pekerjaan rumah tangga dari mencuci, memasak, mengurus anak, dan lain-lain. Laki-laki bekerja bertani, berladang ataupun menjadi buruh. Sedangkan perempuan mengurusi keperluan keluarga, namun seringjuga ikut membantu bertani. Tidak semuanya begitu, ada juga perempuan yang membuka usaha warung dan mendapatkan penghasilan tambahan. Sebenarnya, dari sisi pekerjaan, aku tidak melihat adanya perbedaan besar.


Aku dan perempuan-perempuan Melinsum




Bagaimana dengan hak, status, atau apalah itu, kurasa laki-laki memiliki keistimewaan lebih. Misalnya saja di proses pengambilan keputusan terkait desa atau perpolitikan, laki-laki mendominasinya. Tapi kulihat pihak perempuan tidak menjadikan itu sebagai masalah. Jika kutanya, jawabannya pasti "dari dulu juga begitu."

Suatu hari, aku menyampaikan rencanaku pada Bang Edi, tuan rumah tempat aku menginap selama beberapa lama. Kusampaikan jika aku ingin mengunjungi Desa Batu Barat di Teluk Melano yang lokasinya memang cukup jauh dari Melinsum. Aku akan ke sana sendirian, menyusul seorang kawan di sana. Jarak yang cukup jauh, daerah yang belum kukenal, dan desa terpencil di pedalaman adalah alasan yang cukup baik bagi Bang Edi untuk mengkhawatirkan keselamatanku. Aku selalu diingatkannya tentang ke-perempuan-anku. "Hati-hati kamu. Ingat kamu perempuan. Jangan suka jalan sendirian....", katanya. Anehnya, aku tidak suka itu.

Kenapa? Aku yang sering jalan sendirian kemana-mana, yang selalu berpikir positif bahwa pada dasarnya semua orang itu baik asal kita juga baik, yang selalu percaya bahwa antara laki-laki dan perempuan sama saja, menjadi agak gerah dengan itu. Aku jadi senewen dan bete, meski di dalam hati. Rupanya saat itu aku lupa satu hal, aku adalah seorang peneliti sosial.
Yah, setidaknya itu keinginanku.

Karena kebetulan aku perempuan dan aku adalah bagian dari mereka yang mungkin saja disini masih terlalu 'dijaga, aku jadi uring-uringan. Padahal jika kepalaku jernih, aku pasti senang dikata begitu. Nasehat Bang Edi padaku adalah wujud penerimaan mereka pada keberadaanku. Aku adalah bagian dari keluarga besar di sana. Apa mungkin aku ge-er? Tidak! Dulu, sebelumnya, mereka tidak pernah memberikan nasehat apapun padaku. Mungkin karena aku orang luar?

Aku beruntung sekali bisa berjodoh dengan Melinsum. Dusun kecil di Kalbar itu akan selalu jadi kampung ke-2ku yang selalu kurindu untuk pulang. Banyak hal lucu, menarik, menyenangkan, menjengkelkan, menggelikan dan semua yang selalu terkenang. Bahkan nasehat 'ingat, kamu ini perempuan.' juga selalu membuatku tersenyum. Aku bisa saja tidak setuju dengan nasehat itu, tapi aku tetap menyukainya.


Lagi pula, aku memang perempuan kan. Perempuan yang luar biasa tentunya. :)


Bang Edi dan istrinya




----------------------------


0 komentar:

Posting Komentar