DEWI KAWI (by: Arswendo Atmowiloto)

// // Leave a Comment

Judul     : Dewi Kawi
Penulis   : Arswendo Atmowiloto
Bahasa   : Indonesia
Tebal     : 19 bab, 131 halaman
Penerbit : Gramedia
Skor      : ***


Sinopsis:
Eling adalah seseorang yang pada masa mudanya penuh dengan kepahitan hidup. Namun semasa mudanya adalah masa yang paling membuat terkesan karena ia bertemu dengan seorang perempuan bernama Kawi yang telah banyak memberikan perubahan pada hidupnya. Kawi adalah seorang penghuni di kompleks pelacuran. Mereka berdua, Eling dan Kawi menjalin cinta masa mudanya yang saat ini, ketika Eling telah menjadi seorang Juragan kaya, hal itu seperti mimpi saja.

Saaat ini Eling telah menjelma menjadi Juragan Eling, seorang pengusaha sukses yang disegani dan dijuluki sebagai seorang ‘Kapitalis Kejawen’. Eling tidak akan pernah melupakan saat-saat ia bersama Kawi meskipun Kawi telah pergi dan hilang sejak lama. Eling ingin mencari jejak Kawi dan mencari kembali jejak masa lalunya. Eling ingin memastikan bahwa kenangan yang selama ini ia yakini bukanlah angan-angan dan khayalan yang ia buat sendiri. Eling ingin memastikan bahwa Kawi yang ia sebut sebagai Dewi Kawi, seseorang yang berharga di masa lalunya, bukanlah sosok khayalan. Dengan bermodalkan kenangan, Eling dengan bantuan adiknya, Podo, mencoba mencari keberadaan Dewi Kawi.


Namun semakin pencarian itu dilakukan dan tidak membuahkan hasil, Eling menjadi takut untuk menerima kenyataan baru yang mungkin akan berbeda dengan kenyataan yang selama ini ia yakini. Pertemuan yang ia harapkan mungkin saja akan membuat kenangan-kenangan yang selama ini ia rekonstruksi menjadi hancur berantakan. Kenyataan kemarin bukanlah kenyataan hari ini dan kenyataan hari ini bukanlah kenyataan esok hari. Setiap bergulirnya waktu, manusia selalu membuat kenyataan baru, kenyataan yang terus terekonstruksi, terus berubah sesuai dengan apa yang diinginkan yang bahkan akan sangat berbeda dengan kenyataan masa lalu.

Penilaian saya:
Membaca buku ini seperti belajar tentang kehidupan. Sudut pandang dan pemikiran tokoh Eling seperti menggambarkan pemikiran dari sang penulis sendiri. Pembaca pun seperti tidak bisa mengelak dari pendapat itu, karena memang seperti itulah adanya. Salah satu hal yang paling membuat saya sebagai pembaca terkesan adalah bahwa ‘kenyataan atau kebenaran itu adalah hasil rekonstruksi pikiran’.

Dalam cerita ini, pemikiran-pemikiran tokoh Eling lebih mendominasi dibandingkan alur ceritanya sendiri. Pada awal membaca cerita ini, saya penasaran dengan jalan cerita dan bagaimana akhir kisahnya. Apakah pertemuan dengan Kawi terjadi? Ataukah ada hal lain yang terjadi? Namun hal ini tidak dapat saya temukan karena semakin lanjut membaca, kisah akan semakin dalam membahas tentang pemikiran-pemikiran tokoh Eling, sehingga alur cerita yang diceritakan sebelumnya pun terkadang terlupakan dan seperti tidak berhubungan. Ketika cerita semakin dalam membahas pemikiran Eling itulah saya mulai merasa bosan. Bosan karena hal itu selalu ditulis berulang-berulang, bahkan sampai di akhir cerita. Mungkin memang hal itu lah yang ingin ditekankan oleh penulis.

Saya merekomendasikan jika anda membaca buku ini, bacalah dalam beberapa kali waktu. Meskipun buku ini tipis, namun pemikiran-pemikiran penulis sangat banyak tertuang dalam kisah ini. Membaca dalam sekali waktu bisa saja menghilangkan makna yang sangat dalam yang ingin disampaikan oleh penulis. Mungkin hal ini hanya terjadi pada saya. Bagaimana dengan anda?


0 komentar:

Posting Komentar