Mendung dan hujan selama seminggu di Bogor membuatku bagai orang yang terkungkung dalam kolong. Meskipun kolong langit seluas dunia tapi kolong tetaplah kolong. Terbatas. Terkurung dalam rasa sungkan yang benar-benar membuat kesetanan.
Tidak terbayang ketika waktu seakan tak bergerak. Ketika pagi, siang, sore tak ada beda. Hanya gelap dan terang, pagi dan malam. Selebihnya tak ada. Langit jingga, terik mentari, dan panas surya seakan membawa pergi semangatku bersamanya. "Sudah cukup dong hujannya! Please... ", itu pintaku untuk Dewa Hujan.
Berita-berita banjir di televisi seharusnya memenuhi setiap stasiun acara. Namun nyatanya, meskipun demikian pula, lebih banyak teman-temanku melihat acara biasa. Ternyata gosip infotainment dan FTV lebih sangat menarik daripada berita banjir dan bencana. "Nonton banjir, ngapain?" komentarnya. Ahh,... Aku bisa jawab apa.
Memang tak banyak yang bisa kulakukan untuk banjir dan bencana itu. Tapi setidaknya ingin menunjukkan empati. 'Melalui nonton berita di TV?', 'berkicau di Twitter?', 'pasang status di FB?', atau sekedar doa tanpa suara. Yaelah, itu minimalis banget. Meski aku ragu yang minimalis pun susah dilakukan. Toh lagian rasanya sekedar nonton berita tak akan berpengaruh apa-apa. Sekedar 'mencoba' merasakan derita yang tak mungkin juga berasa. Wong kita bukan yang kena derita, bagaimana cara ngrasainnya coba? Bisa saja ini sok-sok an saja. Biar dibilang bersimpati meski dengan tangan kosong.
Tapi tiba-tiba aku teringat kejadian diberhentikannya acara TV "Hitam Putih" di Trans7 karena kalah rating dengan acara-acara alay di jam yang sama. Artinya adalah acara yang bagus belum tentu diminati orang. Berita banjir dan bencana kalah pamor dibandingkan berita Ayu Ting Ting melahirkan dan Jupe gagal menikah. Aku gak tahu tentang rating lho, ini ngomongin lingkungan di sekitarku saja. Lagipula, ngapain mikir derita orang kalau kita sendiri masih juga menderita. Ngapain juga mikir susah sehabis capek pulang kerja seharian. Mending joged oplosan dan lihat Cesar cengar-cengir di YKS tiap malam.
Eh, kok jadi acara TV? Maksudku adalah bisa jadi nonton berita itu penting juga. Minimal biar acara itu gak kegusur sama acara lain. Maklumlah, rating masih jadi raja. Kali-kali aja.
Jadi,...
Aku yang sedang berada di kolong ini ingin berkata bahwa kami (aku) lelah. Lelah dengan segala yang terjadi ini. Semuanya benar-benar menyebalkan. Rasanya tidak ada yang benar meski tak bisa kubilang semua salah. Semuanya abu-abu kelabu seperti langit Bogor seminggu ini. Keinginanku untuk sekedar peduli terhambat kolong yang membatasi. Ah, mungkin juga mereka? Pikiran yang sama kah? Empati tanpa wujud. Bercinta dengan diri sendiri?
Seluruh saudaraku di negeri yang sungguh kucintai. (Apa aku layak dipanggil saudara?) Rasa yang kurasakan sungguh mengganjal hati. Meski basi, tapi aku memang hanya bisa memberikan doa dan simpati. Simpati yang takkan cukup hanya melalui uang kertas seribu-dua ribu di kotak-kotak sumbangan di tepi-tepi jalan. Jumlah yang sama yang kuberikan pada pengamen-pengamen angkot dan bus kota. Sedih.. Tapi hanya itu yang saat ini mampu anak kolong ini berikan. Maafkan.
-------------
0 komentar:
Posting Komentar