Karyasari: Catatan Perjalanan Pertama

// // Leave a Comment

It’s a long way to KaryaSari

(Karyasari adalah desa yang terletak di Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor)

13.00
Baru panas-panasnya matahari menyengat Dramaga. Seperti biasa, bising di jalan Raya Darmaga membuat gerah yang sangat. Berdua, aku dan Bang Harun go to KaryaSari, Desa di Leuwiliang, sebelah timur Darmaga. Jam 13.00 berangkat, angkot cukup penuh, cukup sebal juga karena tas daypackku tak mendapat tempat duduk diangkot kecuali di pangkuanku, pegel,....ditambah sopir yang nyetirnya ngasal banget, kasar, cukup sering ngebut juga untuk ukuran angkot. Untungnya jadi cepat sampai.

Sampai di Leuwiliang ganti angkot lagi ke arah Puraseda, cukup lancar berjalan sampailah di Karyasari. Perlu waktu beberapa detik untuk menyesuaikan mata berkeliling menyapu pandangan, sebelum akhirnya terpaut mata sekumpulan tukang ojek yang memang dituju. Dipanggillah 2 tukang ojek, naeklah kita menuju rumah Bapak Sani’un yang adalah kakeknya Andi (yang ternyata terkenal sekali “semua tukang angkot di Leuwiliang pasti tahu” kata bu Sana’ah).

Lokasi Desa Karyasari, Leuwiliang, Bogor.
img source: googlemaps

Jalan yang menanjak dan cukup tidak mulus memaksaku untuk memegang erat pinggiran motor Kang Parman yang sepertinya lebih jago daripada jago offroad sekalipun..pantat ikut bergoyang dan mental naek turun,..aha.. melewati beberapa spot rumah penduduk, berseling kebun-kebun dan dikelilingi bukit-bukit Halimun Salak yang terbentang.
Sangat familiar...

Akhirnya ojek Bang Harun yang tadi duluan berhenti di samping sebuah rumah, disusul ojekku yakni Kang Parman yang aku mintain tanda tangannya di kwitansi transport. Disambut Andi dan keluarganya yang langsung bersalaman dengan kami.  Jam menunjukkan 14.30

14.30

Setelah itu basa-basi di rumah (ruang tamu) bersama Pak Amak, aku ikut ngobrol meski tak seaktif Bang Harun. Basa-basi....duhhh laper,... dari siang belum makan, lalu tawaran itu datang. Makan siang menjelang sore. Sayur jamur tiram, bihun goreng, teri dan sambal tomat terasi....enak banget. Setelah makan, langsung semuanya menuju TV. Sekarang lagi musimnya “The Great Queen Of Seon Deok”, sambil nonton sambil ngobrol. Mama Andi di teras rumah sedang mengasuh Emil, sedang pak Amak keluar entah kemana

18.30

Setelah maghrib barulah aku beranjak dari depan TV, hendak sholat maghrib. Tetapi saat wudhu di belakang, OMG..... ternyata tamu-ku datang. He......dapet deh, emang sudah waktunya sih. Akhirnya aku bertanya sama Andi, warung terdekat tapi ternyata aku malah dikasih sama mama Andi,...terimakasih ibu,...

Setelah beres-beres aku ngobrol di teras bersama mama Andi, kemudian datang ibu Anah yang ternyata adeknya Pak Amak. Ngobrol asal, kenalan, bla....... Belum 10 menit Bang Harun dan Andi keluar. Katanya mau lihat kerja bakti plester jalan di Kaler (mungkin banget Pak Amak juga tadi pergi ke sana). Aku tidak ikut, dan memilih ngobrol di rumah. Ngobrol santai malam-malam, diselingi tawa riang anak-anak yang bermain (Anka, Emil, Dipa). Kami membicarakan banyak hal dari masalah keluarga sampai masalah panen duren.

Sedikit hal yang masih aku ingat :

Keluarga Andi (6 orang : Pak Amak, Mama Andi, Andi, adeknya no1 yang laki, Puja dan Emil). Mama Andi berasal dari desa tetangga lalu setelah menikah dengan Pak Amak tinggal di Taman Sari. Adek Andi yang pertama laki laki setelah lulus SMP bekerja di di Percetakan di daerah Senen-Jakarta sampai sekarang. Puja, adek Andi yang kedua sudah kelas 6 SD, cantik deh anaknya, rambutnya panjang dan kalem banget-mengingatkanku pada masa kecilku dulu-he. Emil masih kecil, baru 3 tahun. Pak Amak adalah kepala dusun di Taman Sari.

Ibu Anah (Sa’anah) memilki suami yang berasal dari Purwodadi yang telah menetap di Taman Sari selama 22 tahun dan memilki anak 4 orang. Anak yang paling kecil adalah Anka.  Anak tertua adalah “Ria” namanya. Setelah lulus SMA bekerja, Bu Anah bercerita bahwa Ria pengen banget kuliah tapi karena ada keterbatasan biaya hal itu belum dapat diwujudkan.

Menurut Bu Anah dan Bu Juju (Mama Andi) di Dusun Taman Sari belum ada yang mampu mencapai taraf perguruan tinggi. Lagi-lagi karena alasan klasik masalah biaya yang tidak terjangkau.Perguruan tinggi dan ‘mahasiswa’ merupakan hal yang langka di sini. Berita-berita negative seputar aktifitas menyimpang para kaum muda intelektual (seperti penyalahgunaan narkoba, tawuran dan sebagainya) cukup membuat trenyuh dan kecewa. “kalo mahasiswa saja kelakuannya seperti itu, lalu nanti kepada siapa lagi anak-anak kecil seperti Anka dan Emil mau mencontoh?” , aku teringat sekali kalimat yang keluar dari Bu Anah tersebut.

Di tengah pembicaraan kami, tiba-tiba ada duren muda yang jatuh berdebum di halaman depan. Dan berkat duren itu pula pembicaraan mengalih ke masalah duren. Panen duren sebentar lagi, menurut perkiraan mungkin akan panen sekitar akhir Januari 2010. Jika musim panen duren, daerah sekitar sini menjadi ramai karena banyak pembeli yang datang. “Orang Jakarta banya yang kesini untuk pesan duren” katanya. Selain dijual di tempat, juga kadang-kadang dijual di Pasar Leuwiliang. Hasilnya cukup lumayan untuk menambah penghasilan. 1 buah duren harganya berkisar antara 15 -25 ribu tergantung pada ukurannya.

……………..

Obrolan pun berakhir saat Andi dan Bang Harun kembali, lagipula juga sudah cukup malam dan aku juga sudah mengantuk. Lalu akupun tidur sesudah membuat catatan ini.

16 Des 2009

Next : hari ke 2-karyasari: Romansa air dan hutan di Gunung Peuteuy

0 komentar:

Posting Komentar