A Journey to Tampo Bada (13): Akhirnya kembali ke Palu

// // Leave a Comment

23 Mei 2013


Seharian di perjalanan yang lumayan lancar. Sudah pagi-pagi benar aku terbangun. Jam 6. Kabut di luar masih tebal menyelimuti bukit-bukit. Aku masih berhutang menuliskan sejarah panjang Bada yang harus keselesaikan sebelum aku pulang. Di pagi yang masih rabun itu, aku sudah harus menghidupkan layar dan mulai mengetik. Bersyukur karena ternyata kemudian Ibu Femmy langsung membawakan segelas kopi susu hangat. Pas sekali menemani pagi ini.

Sekitar 15 menit aku memulai khusyu’ memandang layar dan menarikan jari di keyboard, Praska datang. Dari matanya yang masih sembab, terlihat kesan bahwa dia belum lama terbangun dari tidur, bahkan belum sempat mencuci muka. Meskipun begitu, Praska tetap cool. J .

Kuberikan topi NordWand kesayanganku pada Praska sebagai  kenang-kenangan. Karena kutahu dia sering bermain-main di luar rumah, di bawah terik mentari Bada, maka kupikir sebuah topi akan bisa menjadi salah satu teman baiknya yang berguna. Lalu Gledis kuberikan seperangkat spidol dan stabilo. Ya,.. karena dia suka menggambar dan mewarnai. Tiba-tiba perasaan segan untuk berpisah kembali hadir. Huhh,...



Jam 8 pagi kami berangkat ke Gintu. Mobil travel yang akan mengantarku ke Palu akan menjemputku dari Gintu. Seperti biasa aku dibonceng Bang Adi. Hampir sejam kemudian, kami sampai di Gintu.
Tidak seperti kemarin, suasana rumah di Gintu cukup ramai. Ada beberapa orang di rumah itu. Perbincangan pun dimulai dengan suasana meriah. Kedatangan Pak Obet, masih saudara juga dengan Ibu Femmy membuat suasana semakin meriah. Pak Obet ini sungguh lucu. Namun demikian dia juga sangat cerdas. Beberapa kali dia melemparkan joke-joke yang sebenarnya sangat kritis namun menjadi lucu karena pembawaannya. Dia membahas tentang kekhawatiran maraknya penjualan tanah di Bada kepada para pendatang, kesenjangan ekonomi yang bisa saja muncul karena pendatang umumnya lebih maju daripada pribumi, dan situs-situs arkeologi yang mungkin saja memiliki motif terselubung pengangkutan pusaka Tampo  Bada’ ke luar wilayahnya. Uhh, pokoknya tema-tema krusial deh. Hanya saja tetap lucu dan membuat orang terbahak-bahak.

Baru kemudian aku tahu kalau Bang Obet ini adalah mantan polisi. J
Jam 10 mobil muncul. Aku berpamitan dengan semua orang di rumah itu. Aku masuk mobil dan berangkat. Beberapa kali mobil berhenti: mengantarkan barang, mengambil titipan  orang-orang, menjemput penumpang, dll. Baru sekitar jam 11.30 mobil benar-benar beranjak meninggalkan Bada. Nama sopir adalah Iksan, pemuda 25 tahun berkuiit gelap dengan potongan rambut gaya Kangen Band. Namun demikian, selera musiknya lumayan J, bukan Kangen Band juga. Ini terdengar dari musik-musik yang disetelnya di mobil. Wkwkwk.
---
Jalan masih rusak, bahkan di beberapa tempat muncul bekas longsoran baru yang membuat jalan rusak itu menjadi lebih sempit. Sempat ada sebuah bus butut pengangkut barang yang kesulitan melewati jalan sempit bekas longsoran. Iksan dan temannya turun membantu evakuasi bus itu dan aku ikut turun menontonnya. Ngeri juga melihat bus yang hampir jatuh melayang ke jurang itu. Tapi syukurlah semua bisa diatasi.
---
Jam 3 sore kami sampai di Tentena. Perjalanan lanjut ke Poso. Di Poso, suasananya mencekam. Beberapa spanduk besar bergambar foto-foto DPO yang katanya teroris. Wooo,... ngeri sekali terlebih jika melihat tentara-tentara yang lalu lalang menyandang senapannya.
---
Poso berlalu dan perjalanan dilanjutkan. Malam ini terang bulan, cerah tanpa hujan. Semilir angin malam membuatku ngantuk dan terlelap di perjalanan. Sesekali terbangun ketika sang sopir dengan lincahnya membelok-belokkan mobilnya di tikungan-tikungan tajam dengan kecepatan yang menurutku cukup tinggi.
--
Padi buta aku sampai di Palu. Aku mencari penginapan dibantu oleh Iksan. Cukup usaha juga karena ternyata banyak penginapan yang penuh. Mungkin sedang ada acara entah apalah yang membooking semua kamar-kamar penginapan ini. Beruntung masih ada penginapan yang masih menyediakan kamar kosong. Penginapan Kartika di Jalan W. Mongisidi.
--
Setelah mandi akupun tidur. Perjalanan hari ini membuatku ngantuk dan berat mata.

Selamat tidur. Biarkan bulan di luar sana bersinar purnama. Cukuplah aku tertidur dalam pulas istirahat yang membawa energi baruku esok hari.




0 komentar:

Posting Komentar