"Ibarat tiga ekor burung yang sedang terbang berkejaran. Burung yang paling di depan adalah dunia, burung yang kedua adalah manusia, burung yang terakhir adalah kematian. Burung yang kedua selalu mengejar burung yang pertama, dan burung yang ketiga selalu mengikuti dari belakangnya. Ketika manusia mengejar dunia, dia juga harus sadar bahwa kematian selalu membuntuti di belakangnya."
Pelajaran berharga hari ini kudapatkan dari "Rojer", tukang jual rokok, tisu dan pulsa keliling di lingkungan kampus IPB yang katanya kampus bebas rokok. Bukan rokok, bukan pula pedagang atau masalah kampus yang membuatku tertarik, namun ucapan2 Rojer yang membuatku berpikir beberapa hal.
Siang itu, setelah beberapa jam berkutat dengan pekerjaan di depan laptop di perpustakaan IPB, aku memutuskan untuk makan siang di Kantin Kornita di Fakultas Kehutanan. Karena bukan mahasiswa lagi, maka tidak heran ketika tiba di sana aku memilih untuk duduk sendiri. Ya, tidak ada yang kukenal kecuali beberapa pedagangnya saja. Ketika itulah kulihat Rojer, si pedagang keliling rokok. Dipanggil dengan sebutan "Rojer" karena setiap dia lewat untuk berjualan selalu berteriak "Rojer Rojer". Dia pun duduk dekat denganku. Sedikit obrolan ringan sekedar sapaan hingga akhirnya berkembang menjadi kuliah kehidupan. Bukan aku dosennya, sepertinya di sini aku merasa menjadi murid dari si Rojer.
Dengan lancar Rojer menceritakan tentang dirinya. Bagaimana dia bekerja sudah bertahun-tahun dengan berjualan barang dagangannya dan bagaimana dia menjalani hidupnya yang yaa,..... begitu-be gitu saja. Bukan keluhan! Hanya pernyataan. Satu hal darinya. Dia selalu mengikuti pengajian, dia selalu mengikuti diskusi dan ceramah agama. Tidak hanya di satu tempat, tapi di beberapa tempat dengan imam/ kyai yang berbeda. Dan dari sanalah kemudian dia memberitahuku banyak hal. Filosofi dunia, hidup, dan mati dalam analogi tiga burung yang terbang berkejaran itulah salah satunya. Dia dapatkan analogi itu dari seorang kyai yang dia tidak ingat lagi namanya.
Tentu saja aku juga banyak bertanya. Selalu dengan intro jawaban yang sama:
"Makanya ngajiii!!! biar nambah ilmunya...."
Haaa,.... Sungguh siang yang indah. Bukan hal baru sebenarnya. Apa yang Rojer sampaikan adalah sesuatu yang pernah kudengar juga. Namun rasanya semua itu menjadi baru ketika itu kudengar dari orang yang tak terduga.
Ilmu memang tak terbatas. Dia di mana saja, kapan saja, di siapa saja. Tergantung kita, bisa menerimanya atau tidak. Jika mengutip kata Masriadi, "Dunia ini ibaratnya adalah bank data, semuanya ada. Tergantung kita, apakah bisa memiliki software yang tepat untuk membuka data itu". Rasa-rasanya, siang ini aku dapat memiliki software sederhana untuk membuka sedikit data yang tersimpan di Rojer. hehehe...
--------------------
Sebelum pulang kutanya nama asli Rojer. Sambil mengelak dia hanya memberikan petunjuk: "Pokoknya huruf depannya C dan belakangnya P". Ini sih sangat gampang. "CECEP" tembakku dengan sangat yakin. apa lagi coba nama yang cocok buat orang Sunda? dan ternyata tebakanku tidak meleset..
Terimakasih ya Bang Cecep alias Rojer, untuk siang ini.
0 komentar:
Posting Komentar