[FieldNoteSkripsi] Hari 5: Dusun Cisarua - Perbatasan TNGHS

// // Leave a Comment
(Baru saja merapihkan file-file di laptop dan nemu catatan harian penelitianku untuk skripsi dulu. Penelitian yang berjudul "Perubahan Pola Interaksi Masyarakat dengan Hutan ".  Tahun 2011 tepatnya aku melakukannya, tak terasa udah 3 tahun lalu. Daripada ngendon di laptopku mending aku unggah saja di sini. hehehe. Akan aku bagi-bagi beberapa part berdasar hari )


Pak Ne'an (Kadus Cisarua) dan aku :-)
HARI 5 : DUSUN CISARUA 

2 Juni 2011

Bangun pagi jam delapan langsung mencuci baju. Hari ini tidak mandi karena terasa dingin dan badan juga terasa kurang enak. Tak berapa lama setelah beres-beres, aku membantu Maryam memasak sop untuk sarapan kami. Di kamar mandi, ibu sedang mencuci baju yang sudah direndam selama 2 hari. Sedangkan anak-anak sedang pergi bermain memanfaatkan waktu libur mereka.

Siang ini aku manfaatkan untuk bermain dengan anak-anak. Karena mereka suka mewarnai, maka aku ajak mereka menggambar. Dan dari request ibu untuk mengajari anak-anak IPA maka aku mengajak anak-anak untuk menggambar dan mewarnai tumbuhan dan hewan. Serta menyambung-nyambungnya dengan dengan materi IPA. J . sehabis dhuhur aku kembali pada aktifitasku yaitu entri data yang kemarin aku dapatkan. Selama 1,5 jam akhirnya entri selesai juga.

Jam setengah empat berangkat menuju Cisarua di bawah hujan rintik-rintik yang sungguh mengkhawatirkanku akan menggagalkan agendaku hari ini. Agenda pertama adalah menemui Pak Ne’an yang merupakan Kadus Cisarua, sekaligus melengkapi kuesioner. Lalu baru menuju ke atas. Cisarua berbatasan langsung dengan Kabupaten Bogor. Tak berapa lama dari rumah Pak Ne’an lansung menemukan batas itu, yang sekaligus sebagai batas taman nasional.

Di perbatasan tersebut, terdapat banyak lahan garapan masyarakat. Banyak terlihat pertanian cabe di sepanjang jalan tersebut. Plang taman nasional pun sudah menghiasi sela-sela lahan garapan tersebut. Tanaman-tanaman kehutan setinggi 1-3 meter banyak terdapat di sela-sela tanaman pertanian masyarakat. Menurut petani, umurnya sekitar 5 tahunan. Dulu ada pemberian bibit oleh taman nasional untuk ditanam di antara tanaman pertanian masyarakat yang menggarap lahan TN.
Hari ini berhasil untuk mewawancarai 11 responden. Salah satu momen menyenangkan adalah ketika wawancara yang dilakukan di rumah Pak Acun Sukanti. Di rumah bapak ini, empat petani berkumpul termasuk bapak Acun sendiri. Ada juga Ibu Acun yang sangat ramah dan mengingatkanku pada Mae di rumah. Sedang apa ya Mae? (aku sayang my family J ).

Pak Tahwa, Pak Bae, Ibu Acun, Aku, Pak Acun 

Berikut beberapa rangkuman informasi:

Masyarakat di Cisarua hampir semuanya adalah petani, baik  petani di lahan milik sendiri, lahan milik orang lain, lahan eks HGU, dan lahan TN. Beberapa petani memanfaatkan lahan terlantar milik orang Cina (atau Taiwan) , mungkin seluas 10 patok, yang ditinggalkan oleh pemiliknya karena bangkrut. Masyarakat diijinkan oleh pemilik untuk mengolah lahan dengan syarat jika nanti lahan diminta harus langsung diberikan. Masyarakat yang memanfaatkan lahan HGU yang berada cukup jauh dari rumah mereka sehingga memerlukan waktu tempuh cukup untuk menuju kebun setiap harinya, biasanya dilakukan dengan menaiki motor. 

Masyarakat yang menggarap lahan taman nasional, beberapa adalah petani yang tidak memiliki lahan pertanian sama sekali. Dari 11 responden, terdapat 5 orang responden yang tidak memiliki lahan pertanian di luar kawasan sama sekali. Ketergantungan masyarakat terhadap pertanian di dalam kawasan cukup besar, terutama bagi mereka yang tidak memiliki lahan. umumnya masyarakat menjadikan lahan pertanian di kawasan sebagai sawah atau kebun sayuran.

Pak Oki dan keluarga, salah satu petani cabe di Dsn Cisarua.  

Terkait perubahan interaksi, terdapat beberapa catatan di Dusun Cisarua ini yaitu:
Ø  Petani yang meninggalkan lahan hutan. Alasan yang diungkapkan oleh petani yaitu antara lain adanya serangan babi, naungan pohon yang semakin rapat, dan jarak yang jauh. Misalnya Pak Adangyang memiliki kebun yang sudah ditinggalkan satu tahun kemarin karena menurutnya serangan babi sudah membuatnya rugi. Selain itu ada juga yang pernah mengikuti pertanian tumpang sari pada masa Perhutani selama 3-5 tahun. Saat ini tidak pernah lagi menggarap lahan kehutanan, karena tidak diperbolehkan lagi. Ketika ditanya, apakah mereka mau jika diberikan lahan oleh TN sekarang dan mereka memastikan pasti mau. Jadi kesimpulan sementara adalah petani-tersebut masih lapar lahan.
Ø  Petani yang menjadi petani hutan. Umumnya untuk hal ini, mereka adalah yang awalnya bekerja di kota dan karena berbagai alasan dan permasalahan mereka memilih untuk pulang dan bertani di kampung. Ada juga yang karena sudah pensiun dari pekerjaannya, pindah ke kampung untuk bertani.

Pada April 2011 ini pihak TNGHS telah melayangkan surat kepada para petani yang menggarap di lahan taman nasional untuk segera meninggalkan lahan pertaniannya dan tidak akan kembali lagi. Ketika ditanya tentang surat ini, petani menjawab bahwa pihak TN memberikan maklum dan keringanan untuk petani dengan catatan lahan tidak boleh diperluas dan di sela-sela tanaman pertanian harus ditanam dan dipelihara tanaman kehutanan.

Jenis tanaman kehutanan yang paling banyak disebutkan oleh masyarakat adalah rasamala, puspa, dan beberapa mahoni. 
-----
Andi dan Pak Ne'an
Bu Deti, salah seorang responden Dsn Cisarua dan anak2nya.
Makan malam 'Tutut' bersama keluarga 

Anak-anak menyeruput Tutut yang enak :-)

Catatan lainnya:

0 komentar:

Posting Komentar