Kisah Penggemar Pertama Ku

// // 2 comments
Bagi kami, anak sekolah SD di kota kecil Boyolali, PORSENI adalah acara yang istimewa. Pekan Olah Raga dan Seni atau Porseni adalah acara tahunan yang diselerenggarakan antar SD di seluruh Kecamatan Boyolali. Tak terkecuali bagi SD ku, SD Boyolali VIII yang menjadi bagian dari masa kecilku yang indah. Dalam acara Porseni hanya anak anak kelas 4,5 dan 6 yang biasanya berpartisipasi. Selain sebagai atlit atau peserta lomba, kami juga bertugas untuk menjadi penari di acara pembukaan. Tari massal lebih tepatnya. Dan aku sudah dua kali mengikuti tari massal ini, saat kelas 4 dan 5.

Terlibat dalam acara yang besar ini sungguh menjadi kebanggaan tersendiri. Rasanya keren dan gagah sekali bisa ikut dalam acara se-kecamatan. Meskipun tidak ada seleksi khusus untuk menjadi penari massal dan semua anak di kelasku juga ikut dalam tarian ini, tapi tetap saja rasanya senang. Ketika aku kelas 4, kostum tari massal kami adalah seragam olah raga. Sedangkan di tahun berikutnya, kostumnya menjadi lebih kreatif  yaitu celana, baju dengan diikat selembar kain jarik/samping/batik sebagai aksesori, tak lupa kami juga membuat pom-pom dari tali rafia. Saking semangatnya, aku sampai minta dibelikan jarik baru, jarik dengan motif lereng. Aku ingin berbangga pada ibuku bahwa aku bisa ikut di acara sepenting ini.

Dan waktu itu mungkin sekitar tahun '97 atau '98 aku lupa-lupa ingat, aku masih kelas 6 SD. Saatnya Porseni berlangsung. Pembukaan acara yang meriah telah berlalu dan dimulailah hari-hari pertandingan.  Selama satu minggu lebih kawan-kawan atlit dari SD kami berjuang untuk nama baik almamater. (Hehehe).  SD ku cukup tangguh dalam cabang sepak bola. Tentu saja karena kami memiliki tim sepak bola yang kuat, dan pemain yang handal. Sebut saja namanya Topik, Teguh, Andri, Hijrah, dan lain-lainnya. Mereka adalah teman-teman sekelasku yang badannya besar-besar dan tinggi. Kebanyakan memang pernah tinggal kelas sih.Hee. Ehm,... Apa kabar mereka sekarang ya? Tiba-tiba jadi kangen.

Sebagai teman yang baik, aku dan beberapa teman sekelasku menjadi suporter. Tim sepak bola pun juga tidak hanya terdiri dari teman-teman SD ku saja, tapi gabungan dari sekolah lain juga. Aku lupa bagaimana mekanisme pertandingannya, tapi kurasa itu bukan inti dari cerita ini. Hehehe. Menjadi suporter itu mungkin lebih seru daripada ikut langsung bertanding. Semangat yang menggelora, emosi yang membara, itulah yang kurasakan ketika menyaksikan tim jagoanku bertanding. Pernah pula air mata mengalir hangat di pipiku lantaran tim ku kalah di satu pertandingan. Beberapa kali aku menjadi suporter, berpindah-pindah dari lapangan satu ke lapangan lain, mengikuti kemana pertandingan berlangsung.


Kemudian tibalah sore itu, suatu sore yang cerah yang masih berbekas di memoriku. Pertandingan hari itu dilangsungkan di Lapangan Sunggingan, sebuah lapangan bola di seberang jalan depan SD ku, sekitar 100 meter dari rumahku. Aku bersama teman-teman sekelasku, geng paling top di kelasku. Hahaha. Kalau bisa dibilang begitu ya. Sore itu ada aku, Nika, Tia, Trisna, Mbak Prihatin, dan mungkin ada beberapa kawan yang lain.

Kami berkumpul di sisi selatan lapangan, sisi yang paling dekat sekolah. Lapangan Sunggingan dibatasi oleh tembok batu setinggi kurang lebih 3 meter yang mengelilingi empat sisinya. Di pinggir-pinggir lapangan bagian dalam terdapat gundukan tanah miring setinggi 2 meteran. Di gundukan-gundukan tanah inilah biasanya para penonton pertandingan menikmati duduknya sepanjang pertandingan. Dari gundukan tanah ini pulalah kami bisa melongok jauh ke bawah, melewati batas tembok batu dan memandang ke sekolah kami di seberang jalan. Sungguh sensasinya berbeda sekali melihat sekolah kami dari ketinggian itu. Melihat jalan dari atas dan halaman sekolah kami. Seringkali kami berteriak-teriak dari atas gundukan tanah di dalam lapangan untuk bicara dengan kawan yang berada di sekitar sekolah, di bawah sana. Hemm,... Nostalgic sekali perasaan itu.

Dan sore itu, kami juga sedang memandang ke sekolah kami dari atas. Dari jalan di bawah kami kemudian lewat sekelompok anak laki-laki dari SD lain dan mungkin juga teman sekelas kami tapi hanya 1-2 orang saja. Meski tidak kenal tapi kami tahu jika mereka adalah tim sepak bola yang selalu kami suporteri. Tiba-tiba kami menjadi mengobrol. Kami dari balik tingginya tembok batu 3 meter dan mereka di jalan di bawah kami. Di antara teman-temanku yang asyik mengobrol aku hanya terdiam. Karena aku memang agak pendiam saat itu. Lalu salah satu temanku, Tia berkata pada salah seorang dari mereka, minta tolong untuk sesuatu hal yang aku lupa dan tak bisa kuingat lagi.

"Eh tulung kuwi ...bla bla bla", kata Tia. ("Eh, tolong itu... Bla bla bla".)
Lalu anak laki-laki itu menjawab, "Iyo, tapi kenalan dhisik karo sing paling pinggir kae".  ("iya, tapi kenalan dulu sama yang paling pinggir itu".)
Dia berkata seperti itu dengan senyum-senyum aneh sambil menunjuk orang paling pinggir. Itu adalah aku. Shock, kaget, malu, deg-degan, dan perasaanku tidak jelas bercampur-aduk. Aku yakin mukaku merah padam seperti kepiting rebus, panas di mukaku masih kuingat. Ditambah lagi teman-temanku ikut meledek. "Wahh, mbak Is.....", serempak sepertinya mereka menggodaku.

Tanpa ada pertimbangan apapun tiba-tiba aku menjauh, berjalan cepat nyaris berlari. Aku menuju pintu timur lapangan dan keluar ke jalan yang berlainan. Aku hanya ingin pergi menjauh sejauh mungkin. Malu setengah mati rasanya, mukaku panas seperti terbakar rasanya. Hahahaha. Lebay mode on.

Kupikir teman-teman yang kutinggalkan akan terbengong-bengong dan bingung melihat tingkahku. Atau mungkin malah mentertawakanku. Aku bahkan tidak berani berpikir bagaimana perasaan si anak laki-laki yang bahkan wajah dan namanya tak bisa lagi kuingat. Benar-benar telah terhapus dirinya dari memori otakku yang terbatas. Hanya kenangan akan kejadian itu yang abadi di hatiku. Dia adalah anak laki-laki pertama yang mengatakan aku cantik, anak laki-laki pertama yang membuatku salah tingkah dan membuatku bingung tak karuan. Yah, dia adalah penggemar pertamaku. Si anak laki-laki yang wajah dan namanya tak bisa kuingat.

Mungkinkah kita bisa bertemu lagi ya?


 ---------

2 komentar: Leave Your Comments

  1. hayooo siapa itu is :D ha ha ha...? sekarang tinggal dimana ?

    BalasHapus
  2. Hei Billy, ya ampunn, senangnya ada yg baca oret2anku ini.. mboh aku juga lupa e, yang jelas koncone cah2 bal. hehehe... Wah saiki aku lg neng Amrik lho. hehehe..

    BalasHapus